Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Wiraswasta

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Finansial Sehat ala Cak Nun: Berhenti

16 April 2023   23:00 Diperbarui: 16 April 2023   23:03 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial Sehat ala Cak Nun: Berhenti
Sumber foto: bincangsyariah.com

Padahal, kata Cak Nun, perut hanya membutuhkan sedikit sekali dari keseluruhan makanan yang kita punya. Jika ruang-ruang di dalam perut sudah terisi dengan sepersekian liter nasi, seonggok lauk pauk, serta segelas air, maka perut berhenti untuk meminta.

Sejatinya, bukan perut yang meminta kebutuhan yang banyak dari kita. Melainkan lidah, yang tidak puas mencecap satu macam rasa. Olehnya itu, Cak Nun--dengan kepiawaiannya dalam menggunakan pelbagai perspektif--menyebut kebutuhan perut seminim standar yang ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw. di dalam sabdanya:

"Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang."

Sepintas redaksi "sebelum kenyang" itu sepele, tetapi jika direnungkan, sesungguhnya memiliki filosofi yang dalam: manusia tidak akan pernah kenyang, namun tetap saja berharap akan kenyang. Maka harus segera disadarkan, berhentilah sebelum (berharap) kenyang!

Kenyang, sekali lagi, ukurannya bukan di perut, tetapi di lidah, nafsu. Prinsip "sebelum kenyang", sesungguhnya, mengandung perintah untuk segera mengerem tarikan atau dorongan atau godaan atas diri kita untuk mencari kepuasan.

Dan inilah tipsnya, kesehatan keuangan kita ditentukan oleh seberapa sadar dan mampunya kita mengerem godaan untuk kenyang; meraih kepuasan. Selama rem itu berfungsi, selama itu pula manajemen keuangan bisa diatur dengan rapi.

Contoh kongkritnya bisa kita jumpai di bulan ramadan, lapar dan haus membuat kita serba ingin minum yang segar-segar, makan yang enak-enak, sehingga belanja buat buka puasa pun mesti beranekaragam. Padahal yang dibutuhkan perut hanya sedikit, sisanya hanya tarikan nafsu sesaat.

Tidak hanya makanan, pakaian pun demikian. Membeli baju lebaran terkadang standarnya tidak lagi pada fungsional dan tidaknya bagi diri, atau asalkan bisa berbaju baru di hari raya. Tetapi motivasinya sudah berdasarkan nafsu, antara lain demi tuntutan fashion gaya kekinian, yang itu melebihi kemampuan keuangan kita.

Pada saat itu sesungguhnya bukan lagi tubuh yang dibelikan pakaian, melainkan nafsu kita sendiri. Kebutuhan dan keinginan menjadi kabur. Semuanya berpadu dalam anggapan keharusan memiliki segalanya.

Lebih dari soal makanan dan pakaian, terkadang bisnis dan kepunyaan lainnya dijalankan dalam rangka memenuhi nafsu, alih-alih kebutuhan.

Maka sepanjang nafsu yang ingin diberi makan, sepanjang itu pula keuangan kita menjadi bermasalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun