Sans Sastra
Sans Sastra Mahasiswa

Bernama lengkap Muhammad Sunre. Lahir di Bone, Sulawesi Selatan tahun 2003. Saat ini menempuh pendidikannya di salah satu Universitas di Indonesia (Universitas Hasanuddin Makassar). Suka menulis Fiksi Remaja, Cerpen, Puisi dan Senandika di platform online.

Selanjutnya

Tutup

TRADISI

Lebaran 2023: Mengapa Vibes-nya Biasa Saja?

22 April 2023   19:11 Diperbarui: 23 April 2023   11:51 1943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lebaran 2023: Mengapa Vibes-nya Biasa Saja?
Pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1444 H di Masjid Nurul Yaqin, Tone, Desa Batu Putih. Sumber ilustrasi: Pribadi

"Lebaran tahun ini beda sekali. Vibesnya seperti hari-hari yang lain, kayak kita pergi silaturahmi biasa. Tidak seperti tahun lalu. Sepi sekali dirasa."

— Sans Sastra

Tanggal 22 April 2023 bertepatan pada perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 H. Hari yang istimewa bagi umat Islam. Tak sedikit umat muslim di seluruh dunia bersorak gembira menyambut hari kemenangan tersebut. Mulai dari yang muda hingga yang tua, semuanya tampak berseri-seri menyambut salah satu hari besar Islam dunia ini.

Masyarakat Batu Putih adalah sebagian dari sekian banyak umat muslim yang merasakan betapa indahnya berlebaran setelah berpuasa, menahan lapar dan haus, serta perbuatan buruk, selama sebulan—di bulan suci Ramadan. 

Pagi disambut kokokan ayam, bersahut-sahutan dengan gema takbiran yang berasal dari spiker dari salah satu rumah penduduk, rumah saya tentunya. Bunyinya begitu merdu nan indah, membelah udara dan memberikan satu perasaan damai di dada. Kujejalkan kaki menuruni tangga, menuju kamar mandi untuk melakukan salah satu sunnah di hari raya Idul Fitri sambil bersenandung takbir mengikuti suara spiker di kamar.

Pukul tujuh lewat sembilan menit, kustater motor biru milik kakakku untuk berangkat ke Nurul Yaqin. Hari ini saya berangkat bersama Ibu yang sudah siap dengan mukena warna hijau pucuk pisang. Ayahku berangkat belakangan, dan kedua kakakku berhalangan pergi.

Masjid Nurul Yaqin adalah masjid terbesar di Batu Putih dan satu-satunya masjid yang dijadikan tempat pelaksanaan shalat Idul Fitri. Masjid ini jaraknya sekitar lima ratu meter dari rumah. Kebetulan hari ini saya diamanahkan menjadi panitia pelaksana dalam perayaan tersebut, yakni menjadi Master of Ceremony atau Pertokol. 

Pasca shalat Idul Fitri di Nurul Yaqin sekitar pukul sepuluh lewat tiga puluh menit. Waktunya bermaaf-maafan, bersalaman, disertai beberapa dari masyarakat menitikkan air mata. Mungkin mereka bersedih karena bulan Ramadan sudah pergi? Setelah itu, anak-anak, remaja, hingga orang tua keluar dan meninggalkan masjid untuk bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga yang mereka lalui sebelum pulang ke rumah. 

Bagi saya, hari ini sama seperti hari-hari biasanya. Sebagai orang yang tidak terlalu suka berkunjung ke rumah orang lain, merasakan vibes hari raya sama dengan hari raya tahun sebelumnya. Sama-sama senang berada di rumah. Berbeda dengan teman-teman yang lain seperti Sarina, Nisma, dan Munira. Mereka menganggap kalau lebaran kali ini terasa berbeda dari tahun kemarin. Sepi katanya!

Nisma dan Sarina berniat pergi silaturahmi ke rumah tetangga. Sumber ilustrasi: Pribadi
Nisma dan Sarina berniat pergi silaturahmi ke rumah tetangga. Sumber ilustrasi: Pribadi

"Lebaran tahun ini beda sekali. Vibesnya seperti hari-hari yang lain, kayak kita pergi silaturahmi biasa saja. Tidak seperti tahun lalu, sepi sekali dirasa." Begitulah ungkap Sarina dalam obrolan saat kami bertamu di rumahnya sambil menikmati jus jeruk yang kemanisan yang dia hidangkan. Aku, Nisma, dan Munira sedikit terkekeh mendengarnya dan terus melanjutkan pembicaraan kami mengenai vibes lebaran di tahun ini yang memang agak lain.

Usut punya usut, ternyata alasan mengapa lebaran kali ini terlihat berbeda. Lebih sunyi dan lebih sepi, disebabkan oleh kebanyakan masyarakat di Batu Putih lebih memilih ke sawah daripada menyambut tetangga yang datang. Alasannya, karena musim menanam padi bertepatan dengan hari kemenangan tersebut. Jadi, selepas shalat ID mereka pada berangkat ke sawah*(*ss).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun