Mita Yulia H (Mita Yoo)
Mita Yulia H (Mita Yoo) Lainnya

Penulis fiksi, karya yang telah terbit antara lain KSB, R[a]indu, dan Semerah Cat Tumpah di Kanvasmu Bergabung dalam beberapa komunitas menulis dengan dua puluhan buku antologi cerpen dan puisi Lihat karya lainnya di Wattpad: @mita_yoo Dreame/Opinia/KBM/YouTube: Mita Yoo

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Warung Ramadan: Langkah Penting

27 Maret 2023   13:02 Diperbarui: 27 Maret 2023   13:12 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Ramadan: Langkah Penting
Sumber:  kreasi pribadi via Canva

Episode 4: Langkah Penting

Bulan Ramadan memasuki hari ketiga. Aku melangkah ke luar rumah setelah melaksanakan salat subuh. Pagi buta adalah waktu saat semua orang sibuk memulai aktivitasnya. Lampu-lampu panel surya masih menerangi setiap sudut jalan yang kulalui.

Lelaki berompi orange tersenyum padaku sembari mendorong gerobak penuh sampah. Tak butuh waktu lama aku mendapatkan angkutan umum yang akan mengantarkan menuju tempat bekerja.

Angkutan umum berebut jalan dengan pesepeda motor dan kendaraan roda empat lainnya. Jika tak terbiasa mengemudi di kota termacet keempat di dunia ini, laju kendaraan mungkin hanya dua kilometer per jam. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit menjadi empat puluh lima menit. Beruntung, aku ke luar rumah lebih awal sehingga tidak terlambat untuk presensi kehadiran.

Mengayun langkah ke pantry, tanganku bergerak untuk menaikkan gelas-gelas ke rak. Seseorang berseragam biru langit di cuaca cerah masuk. Tangannya memegang kain lap dan sisi lainnya memegang kemoceng dari bulu ayam.

"Kau anak baru, ya? Yang diterima kemarin?" tanyanya.

"Iya, Bang," aku menjawab lugas.

Dia mendekat beberapa langkah. Tangannya terulur.

"Aku Sam," katanya.

"Panggil aja Jul, Bang. Blasteran Jawa dan Betawi," kataku sambil menjabat tangannya.

"Oh ..." Dia mengangguk-angguk. Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, dia menepuk pundakku.

"Semoga kau bisa bertahan bekerja di sini." Kalimatnya lebih mirip peringatan daripada sambutan untuk kawan kerja baru. Biarlah. Aku harus fokus bekerja.

Aku mulai berkeliling ke meja-meja di balik kubikel itu, menawarkan diri untuk membantu sambil memperkenalkan diri. Inget Jul, Elu harus punya banyak temen di tempat kerja, begitu pesan Emak. Karenanya, meski tak nyaman, aku berusaha untuk berbaur dan selalu memasang senyum terbaik.

"Julianto!" Suara perempuan di ujung membuatku melangkah cepat. Perempuan blazer merah burgundy yang mengantarku wawancara kemarin.

"Iya, Mbak. Apa yang bisa saya bantu?"

Dia menyerahkan tumpukan kertas padaku. "Tolong fotokopiin ini ya, terus bawain ke ruangan saya," katanya.

"Baik, Mbak." Aku hendak melangkah tetapi dia kembali memanggilku.

"Kamu puasa?" tanyanya.

Aku mengangguk sebagai jawaban. "Oh ya udah, itu aja. Makasih, ya!" Dia beranjak menuju ruang kerjanya.

"Sama-sama, Mbak," balasku melihat punggungnya menjauh.

***

Pukul lima lebih lima belas menit. Aku telah menyelesaikan semua pekerjaan dan melengkapi presensi. Aku bergegas meninggalkan tempat bekerja menuju halte tak jauh dari sana. Angkutan umum berwarna biru membawaku bersama beberapa orang penumpang.

Azan magrib berkumandang ketika langkahku berjarak lima meter dari rumah. Emak masih berada di teras dengan seorang perempuan.

Aku melangkah, mengucap salam ketika tiba di depan teras.

"Wa'alaikumsalam. Jul, buka puasa dulu. Nih, masih ada sisa dagangan Emak," katanya.

Emak terlihat sumringah. Perempuan berjilbab sederhana itu menoleh lalu mengangguk ke arahku. Aku mengangguk ke arahnya dengan kaku.

"Mak, Jul ke dalam ya," kataku, tak ingin berlama-lama menatap wajah perempuan itu.

"Iye, Jul. Nih bawa, buat buka puasa," Emak menyerahkan satu kolak ubi yang dikemas gelas plastik ke tanganku.

Samar, aku masih mendengar percakapan kedua orang di teras.

"Maafin si Jul ye neng Jamilah. Jul emang pemalu anaknye," kata Emak.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya ke sini mau beli takjil buat dibawa ke masjid, bukan mau ketemu bang Jul," katanya.

"Iye, iye. Makasih banyak udah borong dagangan Emak. Ini hari pertama Emak jualan, padahal nggak banyak bikinnya, tapi nggak habis."

"Jadi semuanya berapa, Bu? Saya harus cepat-cepat ke masjid," katanya.

"Semuanya gocap, Neng."

"Makasih banyak, Neng."

"Sama-sama, Bu."

Aku menghembus napas ketika perempuan itu berlalu.

"Ya ampun Jul ...! Ternyata Elu nguping? Bukannya cepetan sholat maghrib!" Tanpa aba-aba, Emak menarik cuping telingaku.

Ampun, Mak!

#MY, 3 Ramadhan 1444 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun