Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati
3 Kesan Mendalam Usai Nonton Film 172 Days
Masih membekas ingatan tentang film ini yang tayang perdana di seputar akhir November 2023 lalu. Saya menonton bersama sahabat di salah satu Theater XXI Kota Samarinda.
Sepanjang menyaksikan film berdurasi sekitar 100-an menit ini, perasaan campur aduk menyelimuti diri. Terharu dengan perjuangan hijrah seorang gadis remaja dari dunia gemerlap menjadi muslimah berhijab, terhibur dengan kelucuan dan keromantisan pasangan pengantin baru, dan kesedihan saat merasakan momen kehilangan atas gugurnya calon bayi dan meninggalnya pasangan hidup.
Alur ceritanya menghantarkan butiran air mata yang tak henti menetes hingga film ini usai. Ya, film yang membuat saya termehek-mehek, lalu memantapkan hati agar benar-benar bertaubat, mensyukuri atas nikmat dan karunia yang telah Allaah Swt berikan kepada kita.
***
Film ini merupakan kisah nyata rumah tangga dijalani oleh pasangan pengantin baru Nadzira Shafa dan Ameer Azzikra. Film yang mengangkat kisah perjalanan proses ta'aruf atau perkenalan keduanya hingga menikah dan menjalani kehidupan suami istri, hingga berakhir dengan meninggal Ameer karena sakit.
Sebagai pengantar, film ini mengisahkan bagaimana kehidupan Dzira remaja yang sempat menikmati kehidupan malam hingga menyakiti dirinya sendiri, hingga akhirnya sadar dan terselamatkan oleh kakak dan keluarga yang meyayanginya.
Dzira betekad untuk menjauh dari lingkaran pertemanan yang sebelumnya dan mencati pertemanan baru melalui kajian yang diikutinya bersama kakak dan sahabatnya.
Melalui kegiatan kajian keislaman untuk menguatkan hijrahnya itulah, merupakan jalan bertemunya dengan Ameer, yang merupakan putra dari Ustadz Arifin Ilham (alm). Singkat cerita mereka berkenalan, hingga berlanjut ke pernikahan di usia masing-masing yang masih muda.
***
Saya tidak akan menceritakan detail tentang isi film ini. Saya ingin berbagi cerita tentang kesan mwndalam usai menontonnya.
Pertama, rasa syukur
Beryukur bahwa Allah Swt masih memberikan kesempatan kepada saya mendampingi pasangan hidup yang mana kita taknpernah tau sampai kapan kelak takdir memisahkan. Selagi kesempatan itu masih ada, maka sebaik-baiknya waktu menciptakan kebersamaan yang harmonis, penuh dengan rasa saling sayang, menghormati, respek satu sama lain.
Memang tidak mudah. Namanya berumah tangga, ada saja gesekan kecil yang timbul, demikianlah bumbu dalam pernikahan. Namun, sebagai makhluk Tuhan yang suka cinta damai, tentu kita terdorong untuk menciptakan suasana bahagia, tentram dan menyenangkan di rumah maupun kehidupan sosial.
Demikian pula dalam film ini yang menyiratkan pesan, betapa romantisnya Ameer memperlakukan Dzira, istri bak ratu dalam hatinya dan pelayanan yang so sweet bagi kekasih hatinya tersebut.
Rasa syukur juga teberait di hati, bahwa keluarga kami mendapatkan karunia anak. Saya merasakan sedih dan beratnya bagi keluarga pejuang garis dua agar bisa memperoleh keturunan. Pasangan sejatinya saling menguatkan ketika salah satunya merasa terpuruk.
Pun saat telah memiliki anak, ujian dan cobaan masih saja hadir silih berganti. Anak adalah amanah yang harus dijaga sebaik mungkin agar menjadi mulia di sisi Allah Swt.
Kedua, berdamai dengan masa lalu
Bagi pribadi yang memiliki kisah masa lalu yang kurang baik, tidaklah mudah melalui proses hijrah atau bertobat. Bayangan masa lalu dan pertemanan lama kadang masih menghantui perjalanan hijrah.
Dzira menjalani hal tersebut dan tidak bisa sendiri. Dengan bantuan kakak dan keluarha, ia bisa terlepas dari kehidupan remaja yang kurang baik.
Ameera menerima apapun keadaan Dzira bahkan ia tidak perlu merasa tahu seperti apa istrinya di masa lalu. Baginya, yang ia tahu adalah Dzira di masa perkenalan pertamanya hingga akhir kehidupannya sebagai wanita yang baik. Ameera tak pernah menyalahkan bahkan mengajak Dzira agar melupakan masa-masa kelam tersebut. Ia pun tak pernah mau tahu tentang masa lalu istrinya.
Justru Ameer dan Dzira menolong salah satu kawan lama yang hendak bunuh diri, yang tak sengaja mereka temui.Â
Memaafkan masa lalu dengan berdamai atas keadaan yang telah menbuatnya tentram saat ini bersama pasangan yang ikhlas dan tulus menerimanya.
Ketiga, senantiasa berinteraksi dengan Al-Qur'an.
Sebagai anak dari seorang ulama dan tinggal dalam lingkungan pesantren atau Pondok Al-Qur'an, Ameera lahir, tumbuh dan besar dengan binaan keagamaan yang sangat kental. Di usia muda, ia turut mempimpin shalat berjamaah di masjid pesantren, berdakwah dan bergaul dengan sesama santri, serta berusaha mengamalkan apa yang ia dapatkan dari pengajaran Al-Qur'an.
Di saat Ameera bahagia dengan pernikahannya, saat sedang sakit bahkan jelang kematiannya, interkasi bersama dengn Al-Quran tak pernah lepas dari jiwa dan raganya.
Saya sampai nangis misek-misek, akankah kelak saya seperti Ameera yang selalu bersama ayat-ayat Allaah ketika maut tiba? Mushaf Al-Quran itu ada di sisi tidurnya di ranjang rumah sakit dan bibirnya senantiasa berdzikir mengucap asma-Nya. Sungguh, kematian yang indah!
Semoga film ini menjadi rekomendasi terbaik bagi pembaca yang belum sempat menyaksikan tayangannya di layar lebar.
Salam ramadan!
Salam sehat dan selalu bahagia!
***
Artikel 7 - 2024
#Tulisanke-557
#Ramadan1445H
#Filmbikintobat
#RamadanBercerita2024
#NulisdiKompasiana
Â