Ngabuburit Asyik dengan "Ngabuburead dan Ngabubuwrite" di Kampus
Tradisi ngabuburit adalah agenda wajib setiap bulan Ramadan. Di mana orang-orang yang sedang berpuasa menantikan waktu berbuka puasa di sore hari dengan kegiatan yang bermanfaat ataupun mengasyikan.
Ada yang memilih mengisi waktu ngabuburitnya dengan memperbanyak itikaf di masjid. Membaca Al-Quran ataupun ikut kajian mendengarkan seorang Ustad ceramah. Membahas sebuah tema-tema agama Islam yang biasanya berkaitan dengan bulan Ramadan.
Ada juga yang memilih ngabuburit bersama keluarga saja di rumah. Menyiapkan sajian untuk berbuka puasa, menemani anak bermain, atau mungkin menonton televisi bersama. Sambil sesekali berdiskusi dan melempar candaan.
Ngabuburit bersama teman-teman juga menyenangkan. Kegiatan yang bisa dilakukan beragam. Mulai dari kegiatan bermanfaat ataupun yang mengasyikan. Seperti berbagi takjil kepada para pengendara di lampu merah bersama teman-teman komunitas. Berbagi keceriaan di panti asuhan bersama teman-teman komunitas. Adapula yang hanya sekadar nongkrong di taman kota sembari mencari takjil untuk berbuka bersama teman.
Lain halnya dengan seorang pekerja yang punya jam kerja tidak ramah dengan tradisi ngabuburit. Alhasil, di saat orang lain asyik ngabuburit, ia harus menyelesaikan setumpuk pekerjaan di kantor.
Apapun kegiatannya, semua orang akan memiliki tempat favorit untuk ngabuburit yang berbeda-beda. Semua orang memiliki versinya masing-masing dalam menjalankan tradisi ngabuburit.
Taukah kamu bahwa ternyata istilah ngabuburit diambil dari bahasa sunda? Menurut Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS), kata ngabuburit berasal dari kalimat ngalantung ngadagoan burit. Artinya adalah bersantai sambil menunggu waktu sore.
Meski diambil dari bahasa sunda, kata ngabuburit sudah menjadi istilah umum yang digunakan di seluruh daerah Indonesia. Istilah ngabuburit juga sudah tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Menurut KBBI, ngabuburit atau mengabuburit artinya menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan.
Selaras dengan pengertian tersebut, ngabuburit merupakan tradisi setiap bulan Ramadan di sore hari untuk menantikan waktu berbuka puasa atau azan Magrib. Sepertinya selalu saja ada yang kurang jika orang yang berpuasa tidak memiliki kegiatan untuk ngabuburit.
Dalam ingatan kita, ngabuburit adalah hal yang sangat menyenangkan. Sedari kecil, ketika orang tua memperkenalkan ibadah puasa bulan Ramadan, dilengkapi pula dengan kegiatan ngabuburit.
Biasanya Ibu akan mengajak anaknya untuk menyiapkan sajian berbuka puasa. Sedangkan Ayah mengajak anaknya untuk berburu takjil.
Tidak hanya orang tua, sang kakak juga biasanya ikut terlibat mengajak adiknya untuk ngabuburit. Seperti mengajaknya bermain di teras rumah, atau bahkan pergi ke taman kota untuk bermain perosotan hingga ayunan.
Saya ingat betul tradisi ngabuburit yang tertanam sejak kecil sangatlah menyenangkan. Meskipun sederhana, tetapi sangat membekas dan berkesan. Tak bisa terlupakan bahkan selalu bikin rindu. Rasanya ingin kembali ke masa kecil.
Biasanya, sepulang mengaji, Ayah dan Ibu mengajak saya ke taman kota. Menaiki perosotan dan ayunan. Bermain gelembung balon yang dibeli dari abang-abang yang berjualan di sana. Lebih menarik lagi saat menonton arena tamiya yang dikerumuni anak laki-laki.
Mata ini langsung berbinar melihat tamiya yang silih berganti berjalan di jalurnya. Sesekali terlihat raut kesal saat ada tamiya yang malah ke luar dari jalurnya.
Anak-anak zaman sekarang sepertinya tidak mengalami kegiatan ngabuburit yang menyenangkan seperti itu. Melihat keponakan sendiri saja lebih asyik menatap layar ponsel sembari main game online.
Sudah 26 tahun menjalankan tradisi ngabuburit, saya tersadar bahwa ternyata lokasi favorit ngabuburit saya justru adalah Kampus. Mulanya saya berpikir bahwa ngabuburit di masa kecil adalah momentum paling berkesan selama Ramadan. Namun ternyata, kegiatan di kampus lebih menyenangkan! Mungkin karena sudah diimbangi dengan pola pikir yang lebih dewasa. Membuat saya tersadar bahwa ngabuburit tak boleh hanya kegiatan asal saja.
Pikiran ini muncul ketika tidak sengaja melihat sebuah foto lama yang ada di galeri ponsel. Tepatnya pada tahun 2015, 2016, 2017, dan tahun 2019. Masa-masa saat menempuh kuliah S1 di universitas negeri yang ada di Priangan Timur.
Selama empat tahun berstatus mahasiswa, saya tersadar bahwa selama empat tahun pula saya menjalankan tradisi ngabuburit di tanah rantau. Jauh dari orang tua kadang membuat merasa sepi bahkan jadi galau sendiri.
Rasa sepi itu terpatahkan dengan mengisi waktu ngabuburit dengan kegiatan positif yang menyenangkan sekaligus bermanfaat. Senasib hidup sendirian di tanah perantauan, membuat mahasiswa berkumpul di Kampus.
Mulanya hanya kegiatan kumpul-kumpul di selasar Gedung Rektorat untuk membahas isu-isu terkini. Lambat laun, kami yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Pers Mahasiswa (UKM Persma) ingin membuat kegiatan yang bermanfaat dan berdampak bagi seluruh warga yang ada di Kampus.
Biasanya selama bulan Ramadan, jalanan akan ramai dipenuhi mahasiswa yang menggunakan jas almamater kampusnya ataupun jas organisasi eksternalnya. Mulai dari bagi-bagi takjil, sampai membawa kotak untuk membuka donasi bagi anak yatim.
UKM kami pun turut dalam kegiatan itu. Namun ada di satu titik yang membuat kami tersadar bahwa terlalu banyak komunitas atau organisasi yang melakukan hal serupa. Membuat beberapa pengendara jalanan mengeluh, ataupun para pemilik toko yang tidak senang dengan kehadiran mahasiswa yang meminta sumbangan.
Alhasil, salah satu senior menjadikan kegiatan tahunan yang rutin UKM Persma jalankan menjadi salah satu agenda di bulan Ramadan. Agenda tersebut biasa kami sebut Buku Lapak. Kami mengumpulkan buku-buku anggota yang dapat dipinjamkan pada kegiatan tersebut.
Buku-buku pribadi para anggota yang terkumpul, dipajang pada lapak yang biasanya kami buka sekitar Gedung Rektorat ataupun Gedung Aula. Kami selalu mencari tempat-tempat yang ramai dilalui oleh mahasiswa.
Mahasiswa bisa membaca buku-buku yang disediakan. Kami juga turut menyediakan tempat untuk membacanya. Meski hanya beralaskan tikar saja.
Kegiatan positif ini kami terapkan pula selama bulan Ramadan. Alhamdulillah, banyak respons positif dari mahasiswa ataupun dosen dan staff kampus. Kami mengira akan sepi dan tak ada yang berkunjung. Namun ternyata praduga itu salah. Sampai beberapa dosen ikut meramaikan sampai meminjam beberapa buku.
Kami sepakat menamai kegiatan ini dengan Ngabuburead. Pelesetan dari istilah ngabuburit yang digabungkan dengan istilah read yang diambil dalam bahasa Inggris. Ngabuburead, kegiatan ngabuburit dengan membaca. Menambah wawasan dan membuka ruang-ruang diskusi mahasiswa.
Tahun ke tahun, kegiatan Ngabuburead ditambah dengan kegiatan Ngabubuwrite. Melihat antusias mahasiswa yang berdiskusi tentang buku bacaannya pada tempat baca yang kami sediakan, membuat kami memutuskan untu mecoba memfasilitasi dengan mengadakan acara Ngabubuwrite.
Acara Ngabubuwrite adalah kegiatan ngabuburit dengan mengundang narasumber untuk mendiskusikan tema kepenulisan sekaligus belajar menulis artikel bersama. Narasumber yang diundang pun selalu sesuai dengan bidang keilmuan yang dipunya. Kami biasanya mengundang sastrawan lokal, penulis, dan pemimpin atau redaktur sebuah media.
Ngabuburead dan Ngabubuwrite adalah sebuah kegiatan positif untuk menumbuhkan minat literasi di kalangan mahasiswa. Terutama bagi mahasiswa yang sering mengeluh karena lokasi perpustakaan yang berada di belakang kampus. Mereka sering bertutur malas jalan ke perpustakaan karena lokasinya yang ada di belakang.
Kami mencoba untuk memfasilitasi mahasiswa-mahasiswa yang mengeluh seperti itu. Membuka perpustakaan mini di tempat-tempat ramai yang sering dilalui mahasiswa.
Tidak hanya membuka lapak buku saja, kami juga menyulap sebuah motor hasil pinjaman dari Fakultas Pertanian sebagai perpustakaan keliling. Beberapa jam sekali, motor perpustakaan keliling itu akan mengitari seluruh fakultas. Berhenti di beberapa titik fakultas yang ramai dilalui mahasiswa.
Kegiatan positif ini diberi apresiasi oleh Kepala Perpustakaan kampus. Kami tidak lagi kesusahan mengumpulkan buku-buku pribadi yang dimiliki anggota. Perpustakaan kampus yang menyediakan buku-bukunya. Sedangkan kami, UKM Persma yang menjadi penyelenggara kegiatan ini.
Pencapaian terbesar kami adalah ketika toko buku besar mengajak untuk bekerja sama. Kami ditawarkan bagi hasil dari penjualan buku yang kami jajakan dalam acara ini. Bukan dilihat dari keuntungan yang akan didapatkan, kami mencoba kerja sama ini agar meramaikan kegiatan Ngabuburead dan Ngabubuwrite.
Ternyata berhasil! Lapak buku ini semakin terlihat benderang oleh mahasiswa yang berlalu lalang. Menarik perhatian banyak orang dan membuat kegiatan kami semakin ramai. Sebuah pengalaman ngabuburit yang paling berkesan dan tidak akan pernah terlupakan. Sensasi atas rasa senang penuh kepuasan yang didapatkan dari antusias para mahasiswa masih terbayang-bayang sampai sekarang.