(10) Ramadan Tak Biasa, Hikmah 10 Hari Pertama
Pahami batas-batas, maka tak sekadar melintas. (Supartono JW.03052020)
Sembilan hari telah terlewati ibadah dalam Ramadan Tak Biasa (RTB) di tengah pandemi corona. Tepatnya di hari kesembilan, kebetulan juga bersamaan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardikanas), Sabtu, 2 Mei 2020 di Indonesia, maka ada kisah Ramadan di tengah corona yang dapat dikaitkan dengan Hardiknas.
Fase keisitimewaan 10 hari pertama
Dalam ibadah Ramadan sendiri, selama 30 hari, di bagi ke dalam 3 fase keiistimewaan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda: "Awal bulan Ramadan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya 'Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka)."
Hari ini, adalah hari kesepuluh, tepat di akhir dari fase keiistimewaan pertama, yaitu rahmat. Semua pintu rahmat dan pahala Allah dibuka dan sebagai umat muslim yang beriman, di sepuluh hari pertama, tentunya akan berlomba-lomba menjalankan amalan-amalan.
Sebab, fase rahmat berarti kasih sayang, belas kasih, karunia, berkah dari Allah. Semoga, kendati dalam Ramadan yang tak biasa, seluruh umat Islam telah sembilan hari sebelumnya, dan akan menutup fase pertama di hari kesepuluh dengan semua amalan yang telah "diajarkan dan dianjurkan". Aamiin.
Kemudian nanti akan bersiap diri melanjutkan fase 10 hari kedua Ramadan tak biasa, pada fase maghfirah, fase ibadah dengan penuh pengampunan.
Kisah di 10 hari pertama
Di 10 hari pertama Ramadhan, biasanya menjadi masa tersulit, karena kita masih menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru yakni tidak makan dan minum di siang hari.memperbanyak amal ibadah dan menjaga diri dari hawa nafsu yang dapat membatalkan puasa.
Dari sembilan hari yang telah kita lewati, di fase 10 hari pertama yang seharusnya menjadi ibadah yang penuh rahmat, sebab adanya pandemi corona, menjadikan sebagian umat muslim tak mentaati peraturan pencegahan, antisipasi, dan penanganan Covid 19 (PAPC19), yaitu dengan belajar, bekerja, beribadah di rumah, dan bila terpaksa ke luar rumah, wajib menjaga jarak, dan menggunakan masker.
Sayang, sebagian masyarakat kita masih tak mematuhi PAPC19, meski peraturan secara resmi dikeluarkan oleh pemerintah dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Padahal, dengan tetap menaati peraturan, umat muslim tetap tidak akan kehilangan momentum mendulang amalan dan beribadah Ramadan di fase pertama yang penuh rahmat.
Bila sebagian masyarakat masih tidak taat, padahal virus corona menjangkiti siapa saja tanpa terlihat dan tanpa permisi, dengan taruhan nyawa/mati, namun masyarakat masih tetap memaksakan diri beribadah di Masjid, maka sejatinya, umat yang demikian tidak ada kasih sayang kepada umat yang lain, sebab akan sangat rentan terdampak virus corona.
Bila masyarakat masih banyak yang memaksakan diri beribadah Ramadan di Masjid, setali tiga uang juga dengan sikap para pemimpin rakyat, yang juga tidak memberikan contoh dan teladan yang baik, dan tidak menjadi pemimpin yang amanah.
Di fase 10 hari pertama ini, masih ada pemimpin rakyat yang melanggar peraturannya sendiri di tengah PAPC19, yaitu turun ke jalan dan langsung ke rumah warga dengan membagikan sembako sendiri, yang mengakibatkan warga menjadi berkerumun.
Selain itu, karena kantong sembako juga berlogo/ada keterangannya, maka membikin masyarakat berpikir, apakah itikad baik membagi sembako yang menyalahi prosedur PAPC19, benar tulus berbagi, atau atau ada tendensi lain, politik misalnya.
Terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam program pemerintah menunjang PAPC19, dalam pembagian sembako pun, sempat ada pemimpin rakyat yang dipermasalahkan karena banyak pembagian sembako yang tidak tepat sasaran.
Malah seorang Rektor saja, dapat sembako. Lebih dari itu, meski ada maksud baik, karena sembako dan uang yang turun tidak sesuai jumlah pengajuan, ada pemimpin rakyat yang mencoba memotong uang hak warga.
Intinya, di fase 10 hari pertama, ibadah Ramadan yang seharusnya penuh rahmat, banyak ternoda oleh sikap-sikap yang tidak dapat dijadikan contoh, sikap-sikap tidak amanah pada sebagian masyarakat dan pemimpin kita.
Rahmat, teladan, amanah
Bicara ibadah yang penuh rahmat, penuh keteladanan, dan amanah, bila dikaitkan dengan peringatan Hardiknas di Ramadan yang tak biasa ini, menjadi "nyambung".
Pasalanya, bicara Hardiknas, sama dengan bicara Ki Hajar Dewantara. Maka, akan bicara filosofi tetang keteladanan masyarakat dan "pemimpin". Bicara keteladanan, maka akan terkait dengan sikap amanah masyarakat dan pemimpin.
Menyoal keteladanan dan amanah inilah yang hingga saat ini, masih sangat memprihatinkan. Banyak pemimpin yang tidak dapat menjadi teladan rakyat, meski rakyat sudah mempercayakan dan memilih mereka di tampuk pemimpin.
Bagaimana seorang pemimpin akan menjadi teladan rakyat, bila sikap dan perbuatannya tidak amanah. Karenanya, di Ramadan yang tak biasa ini, alhamdulillah, fase keiistimewaan Ramadan 10 hari pertama akan terlewati.
Semoga, seluruh masyarakat dan pemimpin rakyat, benar-benar dapat menutup fase 10 hari pertama Ramadan tak biasa ini dengan ibadah dan amal perbuatan yang penuh rahmat. Memahami batas-batas 3 fase keistimewaan ibadah Ramadan, maka tak sekadar melintas. Aamiin.