Supartono JW
Supartono JW Konsultan

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

(14) Ramadan Tak Biasa, Tradisi, Mengendalikan Perilaku, dan Mental

7 Mei 2020   00:06 Diperbarui: 7 Mei 2020   00:13 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(14) Ramadan Tak Biasa, Tradisi, Mengendalikan Perilaku, dan Mental
ilustrasi Ramadan | sumber: Pixabay

Pertama, pawai takbiran. Tradisi ini tidak pernah absen. Malam Lebaran selalu ditandai dengan kumandang takbir untuk merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Nah, tradisi untuk menyemarakkannya sekaligus sebagai tanda bersyukur, masyarakat melakukan takbir keliling dengan menggunakan kendaraan maupun sekedar berjalan kaki. 

Dalam tradisi ini, hal yang sangat menonjol adalah, rasa kekeluargaan dan kebersamaan masyarakat sangat terlihat dan menjadi momentum mempererat hubungan dan tali silaturahmi. Gelora kumandang takbir, diiringi tabuhan bedug yang berirama, membikin suasana malam lebaran semakin menyentuh hati dan mengharukan. 

Menariknya, dalam tradisi Pawai Takbiran ini, setiap daerah di Indonesia, memiliki ciri khas masing-masing. Ada yang sambil mengadakan perlombaan, yaitu semua jenis kendaraan yang ikut konvoi takbiran dihias dengan berbagai bentuk seperti ketupat, masjid, Ka"bah dll, sehingga sangat memberikan kesan mendalam dan sulit terlupakan. 

Kedua, tradisi halal bi halal. Makna halal bi halal adalah saling bermaafan di hari lebaran dan sudah menjadi tradisi di Indonesia. Kata halal bi halal merupakan kata dari Bahasa Arab, namun orang Arab tidak akan mengerti maknanya karena halal bi halal ini hanya ada di Indonesia dan merupakan kreasi sendiri orang Indonesia. 

Selain itu, halal bi halal bertujuan untuk menciptakan keharmonisan antar sesama manusia. Jadi walaupun merupakan kata kreasi tersendiri dari orang Indonesia, hakikat halal bi halal adalah hakikat ajara Al-Quran. Sejatinya, meski di sebut kreasi asli Indonesia, belum ada sumber sahih terkait tradisi halalbihalal ini. 

Dari beberapa literasi, tradisi ini diungkap sebagai kreasi kolaborasi antara Kiai Wahab Hasbullah dengan Bung Karno (1948). Kisahnya, saat itu, mereka berdua mencari solusi atas ancaman kelompok DI/TII dan PKI. Kiai Wahab mengusulkan silaturahmi nasional. Bung Karno menganggap ide itu bagus, namun istilahnya harus dimodifikasi agar menarik lalu diusulkan istilah Halalbihalal. 

Esensi halalbihalal adalah siturahmi, dan tradisi ini sudah mengakar jauh dari leluhur Nusantara. Uniknya lagi, di Indonesia kita tidak menjumpai ucapan yang sama dengan yang menjadi tradisi di Arab. Ucapan yang populer di sini adalah minal aidin wal faizin yang memiliki arti menjadi orang-orang yang kembali dan menang, saling mengunjungi teman, tetangga, dan sanak saudara untuk saling ber maaf-maaf-an. 

Ketiga, Tunjangan Hari Raya (THR) atau bingkisan Lebaran. Tradisi unik juga unik. Ada THR untuk dibagikan kepada anak kecil, biasnya berupa uang kertas baru dengan berbagai model hiasan atau kemasan. Ada THR yang ditunggu para karyawan. 

Melansir dari gajimu.com, THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan berupa uang. 

Kemunculannya pertama kali pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Tepatnya pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo (1951) dan memiliki program untuk meningkatkan kesejahteraan pamong pradja yang kini dikenal dengan sebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS). 

Berikutnya, tepatnya tahun 1994 pemerintah baru secara resmi mengatur perihal THR secara khusus lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun