(23) Ramadan Tak Biasa dan Menjaga Diri Tetap Amanah
Saat menyiakan kepercayaan, itulah kehilangan.
(Supartono JW.16052020)
Kendati dalam bulan Ramadan, sebab pandemi corona, hingga memasuki hari ke-22, ternyata tak dapat dihindari semakin terasa berbagai "degradasi" baik pada pemerintah dan pemimpin yang kita percaya maupun pada masyarakat.
Degradasi atau kemunduran, kemerosotan, penurunan, dan sebagainya (tentang mutu, moral, pangkat, dan sebagainya), sangat kental terasa terutama pada pemimpin kita yang seharusnya amanah.
Oleh sebab itu, Ramadan Tak Biasa di tengah pandemi corona di negeri ini, lain cerita dengan di manca negara. Meski kisahnya sama-sama sedang diserang corona, namun cerita di negeri nusantara, hampir setiap hari dihebohkan oleh sikap masyarakat yang masih abai dengan peraturan pencegahan corona, karena pemerintah juga terus asyik membombardir masyarakat dengan kebijakan yang membingungkan, meresahkan, dan menciderai perasaan.
Bahkan, dalam dua hari, Kamis-Jumat (14 dan 15/5/2020), berbagai berita membanjiri media massa dan televisi tak henti mengulas hal tersebut, diiringi komentar dan kritik dari masyarakat dan berbagai pihak yang tak menyejukkan hati, semua satu suara sedih atas kebijakan Jokowi menyoal kenaikan iuran BPJS, pun sedih atas sikap masyarakat yang terus abai dalam tindak pencegahan corona.
Namun, dipahami pula, bahwa segala tindakan abai masyarakat, juga akibat dari sikap pemerintah dan pemimpin negeri ini yang tak tegas dan banyak meluncurkan kebijakan tak amanah termasuk soal kenaikan iuran BPJS.
Tak pelak menggema suara hati kerinduan rakyat atas hadirnya kembali pemimpin yang amanah di sisa 7 hari ibadah Ramadan ini, karena terus dilanda degradasi itu.
Bila melihat situasi dan kondisi yang ada, rasanya mustahil bila kita berharap agar orang lain, apalagi pemerintah dan pemimpin negeri ini untuk tiba-tiba menjadi amanah, semudah membalik telapak tangan dan sembuh dari degradasi.
Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah, kita mengajak diri kita sendiri dan orang lain yang dekat dengan kita agar tetap bisa amanah. Biarkan saja, orang lain/pemerintah/pemimpin negeri ini yang tetap terus bertindak semaunya sendiri, tidak amanah dan terus dalam degradasi.
Menjadi diri yang amanah
Ketahuilah bahwa seorang yang dirindukan surga adalah orang yang menjaga amanah. Dalam firman Allah SWT disebutkan bahwa: "Orang-orang yang menunaikan amanah dan menepati janji...mereka itulah yang mewarisi, yakni mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya (QS al-Mu'minun [23]: 8-11).
Amanah adalah sesuatu yang dipercayakan (dititipkan) kepada orang, karena itu salah satu ciri mukmin sejati adalah memiliki sifat amanah. Sementara orang yang tidak amanah adalah adalah khianat.
Kedua sifat ini mustahil berkumpul pada diri seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW., "Tak mungkin berkumpul pada kalbu seseorang kekufuran dan keimanan, dusta dan kejujuran, amanah dan pengkhianatan." (HR Ahmad).
Dengan demikian orang yang amanah tak akan berkhianat. Sebaliknya, pengkhianat sulit diharapkan bersikap amanah. Bagi kita yang senantiasa tak terdegradasi, maka akan jauh dari khianat. Sebaliknya akan semakin menancapkan sikap, karakter, dan menumbuhkan amanah dalam diri kita.
Amanah itu banyak jenisnya, seperti: menjadi Muslim itu amanah, menjadi ayah dan suami itu juga amanah. Lalu, menjadi istri dan ibu adalah amanah, menjadi anak juga amanah. Kemudian, menjadi pimpinan, karyawan, PNS, guru, pedagang, pejabat, penguasa, dll, semua juga amanah.
Sebab, semua pasti dimintai pertanggungjawaban. Sabda Rasul SAW., "Setiap orang dari kalian adalah pemimpin. Setiap orang dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban." (HR Muslim).
Dan, amanah ada pada seluruh perintah dan larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT juga mengharamkan sikap mengkhianati amanah ini, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan pula kalian mengkhianati amanah-amanah kalian. Padahal kalian tahu (QS al-Anfal: 27).
Bila dalam dua hari ini, banyak sekali komentar dan tanggapan menyoal pemimpin yang tak amanah di negeri ini, sebab sekarang adalah bulan baik, maka hendaknya kita semua dapat menahan diri, tak ikut-ikutan terdegradasi moral dan amanah yang kita emban untuk dipertanggungjawabkan kepada sesama manusia dan Allah.
Bagi ayah/suami, tetaplah amanah sesuai tanggungjawab seorang suami, sesuai fungsi dan tugasnya, tidak lalai apalagi mengkianati tanggungjawab. Begitupun sebagai istri, anak.
Apalagi bila Anda sebagai pimpinan, tetaplah amanah kepada bawahan/rakyat. Begitu pun karyawan, PNS, guru, pedagang. Apalagi bila Anda duduk sebagai pejabat, terlebih dipercaya, diamanahi sebagai penguasa, dll, tetap amanah kepada apa yang dibebankan. Bukan menjadi pengkhianat atas kepercayaan yang diemban.
Kini, di fase 10 hari ketiga atau Ramadan ke-23, meski kondisi dan situasi di negeri ini, kondisi pemimpin, pemerintah, masyarakat, pun kondisi kita, maka upayakan, masing-masing dari kita, secara pribadi tetap amanah sesuai tanggungjawab kita, sesuai fungsi dan peran kita.
Jaga keimanan kita tak terdegradasi oleh keadaan yang ada. Kita tetap berpijak pada amanah yang dititipkan Allah dan Rasul kita, sehingga kita tetap dapat meraih rahmat, ampunan, hikmah, berkah, dan dijauhkan dari api neraka di bulan suci Ramadan ini karena ibadah Ramadan kita, amalan kita, sedekah kita, zakat kita, semua kita lakukan sesuai ketentuan dan amanahNya. Aamiin.