(9) Antara Makhluk Sosial-Beragama, Sekadar Membaca Judul, dan Menonaktifkan Centang Biru WA
Hal ini disampaikan oleh Aa Gym dalam video yang diunggah ke kanal YouTube tvOne berjudul "Matikan Centang Biru WhatsApp Termasuk Perbuatan Tercela," Senin (15/6/2020).
Kita tahu, centang biru wa adalah tanda pesan yang dikirim telah dibaca. Saat centang biru dimatikan maka pengirim tidak dapat mengetahui pesannya telah dibaca atau belum. Sehingga menimbulkan kesan seolah-olah pesan itu tidak terbaca oleh penerimanya.
Ini berakibat ada pemahaman membohongi pengirim wa. Sudah begitu, pesan pun tidak segera dibalas atau malah tidak membalas, karena pelaku yang menonaktifkan centang biru, terlindungi oleh centang hitam demi dirinya leluasa berbuat dan bersikap kepada pengirim pesan.
Sebaliknya, bila pelaku langsung membalas pesan, meski cetangnya hitam, mengapa tidak memberi kebahagiaan saja kepada pengirim pesan dengan centang biru.
Artinya, orang yang menonaktifkan centang biru sebenarnya golongan makhluk sosial dan makhluk beragama yang mana?
Menurut Aa Gym, tindakan ini sebagai sebuah kebohongan. Maka, "Matikan Centang Biru WhatsApp Termasuk Perbuatan Tercela," Ujar Aa Gym.
Sementara dari sisi benar-baik dan salah-buruk, karena fitur menonaktifkan centang biru yang memang tersedia dalam aplikasi, maka siapa yang menonaktifkan centang biru, tergolong orang yang berbuat benar dan baik atau orang yang berbuat salah dan buruk?
Pertama, centang biru sesuai aplikasi dan fitur wa dapat dinonaktifkan. Maka, orang yang mengaktifkan atau menonaktifkan centang biru, melakukan perbuatan benar dan baik.
Kedua, sesuai kebutuhan di institusi, instansi, perusahaan, dan sesuai dalam kehidupan masyarakat yang dapat ditafsirkan seseorang berbohong-membohongi, maka menonaktifkan centang biru adalah perbuatan yang salah dan buruk.
Menjadi makhluk sosial dan beragama
Untuk menjadi manusia sesuai mahluk sosial dan beragama, bahkan sudah diajarkan oleh alim-ulama, bahwa menyampaikan sesuatu tidak ada syarat haruslah memiliki ilmu yang banyak terlebih dahulu. Ketika seseorang mengetahui misalnya satu ayat, itu sudah ada kewajiban untuk disampaikan kepada orang lain. Hal ini sebagaimana yang diterangkan dalam hadis Rasulullah SAW dari Abdullah bin Amr RA:
"Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat." (HR. Bukhari).