(14) Antara yang Pintar dan Jujur di +62
Kekurangan orang pintar dan orang jujur yang berkepanjangan, sulit mengubah nasib kehidupan rakyat Indonesia secara benar dan mujur, (adil dan makmur).
(Supartono JW.Ramadhan14.1444H.050420223)
Jelang setengah bulan menjalani ibadah Ramadhan 1444 Hijriah, tepatnya kini memasuki hari ke-14, di fase pengampunan (maghfirah/magfirah), di negeri tercinta ini, justru tetap banyak drama-drama terkait kehidupan nyata, yang akar masalahnya bersumber dari kata-kata pintar dan tidak jujur.
Dalam sebuah adegan sinetron Ramadhan di salah satu stasiun televisi nasional, Rabu pagi (5/4/2023), ada dialog pemain yang sekurangnya menyebut "orang pintar banyak, tetapi yang jujur sedikit."
Ungkapan itu selama ini, memang sangat lazim dihafal oleh masyarakat Indonesia, meski salah kaprah. Karenanya, saya juga memahami, mengapa ungkapan itu masih dijadikan dialog dalam sinetron. Sementara faktanya tidak seperti itu, khususnya yang terjadi di Indonesia.
Dalam konteks ini, mengapa saya bahas hal itu, pasalnya, sinteron ini menjadi tontonan yang selalu ditunggu masyarakat Insonesia sambil menemani waktu saur.
Jadi, khususnya untuk penulis naskahnya, minimal melalui artikel ini, saya mengingatkan, bahwa orang yang pintar di Indonesia masih belum banyak juga.
Bahkan, dari sebagian yang pintar, kepintaran dan kecerdikannya justru digunakan dengan licik, untuk membodohi yang belum pintar dan tidak cerdik (licik).
Selain itu, masyarakat juga masih mengelus dada, mengapa ada drama tentang transaksi mencurigakan 349 triliun, yang malah baru di adegan awal. (Baru ketahuan).
Sementara drama korupsi di Indonesia malah sudah mendarah daging. Adegannya sudah berjilid-jilid. Pelakunya juga dari kalangan yang itu-itu saja. Semua itu dilakukan karena dasarnya, para aktornya pintar yang cerdik, lalu licik serta tidak jujur.
Selain itu, terkait Piala Dunia U-20 yang dibatalkan FIFA, pada Rabu (5/4/2023) juga, Kementerian Luar Negeri menyatakan banyak warga Indonesia sadar terkait posisi negara terkait konflik Israel-Palestina usai heboh FIFA mencabut status tuan rumah Piala Dunia U-20. Hal ini disampaikan oleh juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, kepada awak media.
Maaf, pertanyaanya, ini sadar yang mana, ya? Sadar politik maksudnya? Tetapi apa sadar juga urusan sepak bola (FIFA) tidak dapat dicampuraduk dengan urusan politik?
Kira-kira atas pernyataan tersebut, sebelumnya masyarakat yang tidak menolak Israel, berarti dianggap tidak sadar? Yang sadar yang menolak, Israel? Begitu?
Ini, kok, pernyataan malah menambah masalah. Tidak jujur dengan hati nuraninya, bahwa batalnya Piala Dunia U-20 di Indonesia, menghapus mimpi para pemain muda Indonesia untuk bermain di Piala Dunia, pun menghapus mimpi publik sepak bola nasional dapat menyaksikan Piala Dunia di negeri sendiri.
Ada yang bilang kesempatan akan ada berikutnya. Apakah pemain yang ada dalam skuat Timnas Indonesia U-20 dapat mengulang kesempatan main di Piala Dunia U-20 berikutnya? Tidak bisa, kan? Bisa main di Piala Dunia 2026? Sepertinya hanya masih akan sebatas mimpi.
Jadi, menyoal Piala Dunia U-20 yang sudah batal, tidak perlu ditambah pernyataan yang malah menambah masalah baru, sebab tidak jujur dari hati nurani.
Itulah, fonemona Indonesia. Ternyata, masalah pintar dan jujur, tetap masih menjadi tradisi dan budaya yang menghambat kemajuan Indonesia di berbagai lini kehidupan.
Oleh sebab itu, penting bagi saya, dan mungkin kita semua, di bulan yang penuh berkah dan ampunan ini kembali belajar dan memahami tentang hal pintar dan jujur. Agar saya, kita semua, benar-benar menjadi orang yang pintar dan jujur untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Sehingga ungkapan "banyak orang yang pintar, tetapi sedikit sekali yang jujur" malah dapat terwujud menjadi, "di Indonesai, banyak orang yang pintar, pun banyak yang jujur. Aamiin.
Pintar=cerdas
Sebelum saya mengulas menyoal pintar dan jujur, mari kita ulang memahami makna pintar dan jujur yang benar.
Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pintar adalah pandai, cakap, cerdik, mahir.
Pandai adalah cepat menangkap pelajaran dan mengerti sesuatu, pintar, cerdas, mahir, cakap, dapat, sanggup, berilmu.
Cakap adalah sanggup melakukan sesuatu, mampu, dapat, pandai, mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk mengerjakan sesuatu, bagus rupanya, cantik, rupawan, bagus, elok, patut, serasi, tangkas, cekatan.
Cerdik adalah cepat mengerti (tentang situasi dan sebagainya) dan pandai mencari pemecahannya dan sebagainya, panjang akal, banyak akalnya (tipu muslihatnya), licik, licin.
Mahir adalah sangat terlatih (dalam mengerjakan sesuatu), cakap (pandai) dan terampil.
Untuk memahami makna pintar, kita juga wajib memahami turunan makna pintar yang terdiri dari pandai, cakap, cerdik, dan mahir. Jadi, untuk.membuktikan bahwa sesorang pintar, maka perlu diricek apakah memenuhi kritetia.pintar? Yaitu pandai, cakap, cerdik, dan mahir?
Bagaimana dengan cerdas? Cerdas adalah sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya), tajam pikiran, sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat).
Dengan demikian orang yang pintar, dapat diaimpulkan orang yang cerdas. Atau sebaliknya, orang yang cerdas, pasti pintar.
Jujur
Jujur maknanya lurus hati, tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya), tidak curang (misalnya dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku), tulus; ikhlas.
Tulus artinya sungguh dan bersih hati (benar-benar keluar dari hati yang suci), jujur, tidak pura-pura, tidak serong, tulus hati, tulus ikhlas. Dan, ikhlas maknanya bersih hati, tulus hati.
Indonesia, pintar, jujur
Dari pengertian tentang pintar=cerdas dan jujur beserta turunan maknanya, bila dikaitkan dengan ungkapan "Indonesia banyak orang pintar, tetapi kekurangan orang jujur". Sesuai kondisi nyatanya apakah kontekstual? Benar?
Jawabnya, jangankan dikaitan dengan situasi saat ini, sejak Indonesia merdeka hingga kini, menjelang usia 78 tahun, ungkapan tersebut jelas tidak benar.
Untuk membuktikannya, mari kita telusuri fakta-faktanya.
Pertama dari sisi pintar=cerdas
Dari data yang ada, masyarakat bangsa kita banyak yang masih ber-IQ rendah. Hasil PISA rendah. Yaitu: literasi, matematika, dan sains?
Literasi atau kemelekan adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat juga salah kaprah memahami literasi. Selama ini, banyak yang mengartikan literasi secara sempit, hanya terbatas pada minat baca yang rendah. Tidak sesuai definisi literasi yang benar.
Sebab itu, menyangkut politik pun, masyarakat salah kaprah. Tidak memahami salah satu makna politik adalah cara/strategi/taktik. Tetapi, setiap mendengar, membaca, menonton, hal yang terkait politik yang terkait partai, parlemen, dan pemerintahan, langsung alergi, antipati, apatis.
Dari sisi angkatan kerja. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 138,2 juta jiwa pada 2020. Mayoritas atau 32% angkatan kerja di Tanah Air merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain lulusan SMA, para lulusan sekolah dasar (SD) menjadi pekerja terbanyak kedua di Indonesia.
Namun, BPS mencatat jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2022 sebanyak 8,42 juta orang. Dari jumlah itu, paling banyak berasal dari lulusan sekolah menengah baik atas maupun kejuruan SMK.
Yang lulus perguruan tinggi. Jumlah penduduk Indonesia, menduduki posisi keempat terbesar di dunia. Namun, dari jumlah yang besar ini hanya 8,5 persen berhasil lulus pendidikan tinggi, sesuai hasil sensus penduduk 2020, dilansir dari Webinar Implikasi Hasil Sensus Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, secara daring oleh Kemenko PMK, Kamis (4/2/2021).
Tentang CPNS. Pada Oktober 2018 pendaftaran dan ujian tes CPNS dilaksanakan besar-besaran di seluruh Indonesia. Jutaan putra-putri terbaik bangsa mengadu kemampuan dan peruntungan di tes tersebut demi cita-cita menjadi abdi negara. Namun hasil tes mengejutkan semua pihak.
Angka kelulusan tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) sangat kecil.bahkan di beberapa posisi penyelenggara harus menaikkan peserta yang tak lulus dengan nilai tertinggi dikarenakan di posisi tersebut tidak ada satupun peseta yang lulus.
Tes SKD sendiri terbagi menjadi 3 kategori soal yaitu Tes Wawasan Kebangsaaan (TWK),Tes Intelegensia Umum (TIU), dan Tes Karakteristik Pribadi (TKP). Sebagian besar yang tidak lulus adalah, karena gagal memenuhi nilai ambang batas/passing grade di tes TKP.
Uji Kompetensi Guru (UKG). Kompetensi minimal yang harus dimiliki guru untuk dapat dinyatakan lulus UKG 2018 adalah mencapai nilai 75. Kenyataan di lapangan, masih banyak guru yang telah mengikuti UKG nilainya di bawah 75. Hal ini menjadi pemicu motivasi guru secara pribadi untuk meningkatkan kompetensinya, dan sekaligus menjadi pekerjaan rumah pemerintah. dalam hal ini Kemendikbud, untuk melakukan pembinaan selanjutnya secara serius. Pembinaan yang telah diprogramkan pemerintah adalah berupa diklat-diklat sesuai dengan kebutuhan para guru.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Nurullah Koswara menjelaskan, Guru yang memiliki kompetensi di atas rata-rata atau lulus Uji Kompetensi Guru (UKG) dengan nilai minimal 80 tak lebih dari 30 persen. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan mengingat peran guru dalam upaya membangun mutu sumber daya manusia sangat strategis.
Ironisnya, tidak hanya guru, 70 persen dari total kepala sekolah juga belum memiliki kompetensi standar. Rendahnya kompetensi akibat dari guru dan kepala sekolah sudah tidak tertarik dengan tantangan membangun SDM berkualitas.
Hal ini, didasarkan pada data hasil UKG 2015, nilai rata-rata guru secara nasional untuk guru TK sebesar 43,74 poin. Guru SD 40,14 poin, guru SMP 44,14 poin dan guru SMA 45,38 poin. Ia menyatakan, sampai pada UKG 2017, nilai rata-rata belum mencapai 70 poin. Apakah
Ada potret hasil UKG di salah satu daerah. Tercatat ada 2.656 guru non ASN yang mengajar di SMA/SMK dan SLB pada suatu daerah Indonesia yang telah mengikuti UKG pada tanggal 21 Desember 2021 lalu. Hasil UKG tersebut sudah diumumkan dan tercatat ada 883 orang guru non ASN yang dinyatakan tidak lolos, karena belum memenuhi nilai minimal 65.
"Ada 883 orang guru non ASN jenjang SMA/SMK dan SLB se-NTB yang tidak memenuhi nilai minimal 65 dan dinyatakan tidak lolos UKG," kata Ketua Panitia UKG Rizaldi Harmonika Ma'az, kepada awak media, Selasa (22/3).
Sesuai indikator-indikator tersebut, bisa dijawab bahwa Indonesia masih kekurangan orang pintar, berdasarkan pendidikannya, calon CPNSnya, UKG-nya, angkatan kerja yang mendominasi.
Dari sisi jujur
Sebelum saya menyebut beberapa fakta terkait hal-hal yang tidak jujur, saya, kita semua, dapat bertanya pada diri sendiri. Apakah sejak lahir hingga usia saya, kita hingga di bulan Ramadhan ini, sudah menjadi manusia yang berbuat jujur sepenuhnya?
Jawabnya sudah pasti tidak. Saya, kita semua sebagai individu/pribadi, pasti pernah melakukan ketidakjujuran pada diri sendiri, orang lain/pihak lain.
Bagaimana dengan orang-orang yang mendapat kepercayaan memimpin anak buah, karyawan, hingga rakyat di negeri ini. Jawabnya juga terus memprihatinkan. Mereka justru terus memanfaatkan jabatan, kedudukan, dan kekuasaannya untuk melakukan perbuatan tidak jujur dengan berbagai model skenario.
Membohongi bawahan, karyawan, sampai masyarakat demi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Seperti melakukan korupsi, gratifikasi (uang hadiah, sogokan), pencucian uang, yaitu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.
Semoga, saya, kita, selalu dapat memperbaiki diri untuk menjadi orang yang pintar dan orang yang jujur. Aamiin.