Jelang Ramadan, Setop Muslihat!
Membuat senang-gembira hanya untuk sesaat, sebab sekadar muslihat, itu jahat!
(Supartono JW.06032024).
"Jelang Ramadan, Setop Muslihat!" Alias "Setop Perbuatan Tidak Benar, Tidak Baik!"
Saya memakai kata ramadan, tidak pakai "dh" (sesuai KBBI).
Judul artikel ini, sebagai harapan saya, yang hanya duduk sebagai rakyat jelata (biasa). Sebab, sudah pasti di dalam ibadah bulan Ramadan tahun ini, bisa jadi saat pengumuman hasil Pemilu pada 20 Maret 2024 oleh KPU, berbagai pihak dan rakyat di negeri ini akan biasa-biasa saja.
Atau ada kejadian yang luar biasa, alias ada kegaduhan, sebab Pemilu 2024 di anggap Pemilu yang paling tidak demokratis sejak Republik ini merdeka.
Tetapi, saat pengumuman hasil Pemilu, sebab di tengah bulan Ramadan, saya yakin, semua dapat menahan diri. Dapat sabar tidak membuat kegaduhan.
Biarkan saja pihak-pihak yang dianggap, diduga menjadi pemicu kegaduhan dalam Pemilu 2024, terus menunjukan drama untuk terus mencari pembenaran, mencari simpati. Untuk bersembunyi di balik topeng-topeng perbuatan tidak benar dan tidak baik. Seperti perbuatan licik, kelicikan, dan zalim.
Licik adalah banyak akal yang buruk, pandai menipu, culas, curang, dan licin. Sementara kelicikan berarti kepandaian memutarbalikkan perkataan, kecurangan, keculasan. Lalu, zalim yaitu perbuatan yang bengis, tidak adil, tidak punya rasa belas kasih, dan kejam.
Harga-harga naik, kembali modal
Menyoal perbuatan licik, kelicikan, dan zalim, selain masih menggema tentang kisah perbuatan curang yang terstruktur, tersistem, dan masif (TSM), rakyat jelata juga banyak yang berpikir: "Jangan-jangan ada pihak yang ingin segera balik modal, setelah membiayai, memodali jagoannya dalam Pemilu (Pilpres/Pileg), yang akibatnya harga kebutuhan pokok naik. Caranya, mereka tentu sangat profesional dalam hal ini.
Bila hal ini benar. Maka, ini bukan saja perbuatan licik dan kelicikan, tetapi sudah melampaui batas, zalim.
Bila dugaan perbuatan licik hingga zalim benar, maka rakyat yang sebagian besar masih didera kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan, memang benar-benar hanya dijadikan "alat" oleh mereka.
Alat mengais suara demi jagoannya menang dalam Pemilu, diupayakan dengan berbagai cara, karena dampaknya akan membawa keuntungan pada kekuasaan, jabatan, dan bisnis "mereka".