Supartono JW
Supartono JW Konsultan

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

1445 H (11) Tertib, Maka Menertibkan

21 Maret 2024   06:58 Diperbarui: 21 Maret 2024   07:33 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1445 H (11) Tertib, Maka Menertibkan
Ilustrasi Supartono JW

Dalam Surat Ali `Imran: 133 dijelaskan, "dan bersegeralah kamu menuju ampunan (maghfiroh) Tuhanmu."

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), magfirah atau maghfirah artinya ampun; maaf. Maghfirah memang dapat dimaknai sebagai pengampunan ataupun pemberian maaf.

Oleh sebab itu, fase ini adalah momentum yang tepat untuk setiap Muslim memperbanyak doa dan memohon ampunan, atas kesalahan dan dosa yang telah  perbuat dengan zikir,  bermuhasabah, instrospeksi diri, sebab telah melakukan dosa dan kesalahan.

Seperti kesalahan dan dosa kepada orang tua, kepada pasanga hidup, kepada anak-anak (bagi orangtua), kepada tetangga, kepada kerabat, sahabat, pihak lain, orang lain, di lingkungan masyarakat, lingkungan pekerjaan, kepada bangsa dan negara sebab tidak menjadi rakyat yang patuh pada peraturan dan undang-undang, tidak punya etika dan moral. Dan, dosa terhadap Allah SAW.

Ikut menertibkan Masjid

Dalam momentum magfirah ini, saya juga mengingatkan kita semua atas kesalahan dan dosa tidak menjadi bagian Muslim yang turut membuat ibadah Ramadan di Masjid, kurang khusu.

Sebabnya, menjadi orang yang tidak peduli, tidak ikut menertibkan suasana di Masjid yang tenang saat ada jamaah yang saling mengobrol, duduk tidak dalam saf sebelum Salat Isya, Salat Tarawih, Salat Witir, mendengarkan ceramah atau kultum, dan saat berdoa.

Tidak menjadi orang yang ikut mengingatkan pengurus Masjid, karena membiarkan Imam yang memimpin Salat tidak memperhatikan tentang ibadah Salat yang meresahkan hati jamaah, membuat tidak tumaninah, karena membaca Surat yang panjang-panjang, ceramah atau kultum tidak sesuai waktu, berlama-lama, tidak efektif, tidak efisian. Tidak berpikir bahwa jamaah menjadi resah, tidak nyaman. Tidak betah. Bahkan malas untuk datang lagi ke Masjid. Para mualaf pun bisa batal menjadi mualaf. Bukan karena Allah, tetapi karena "manusianya".

Tidak turut mengingatkan Imam di Masjid-Masjid, yang saat mengimami Salat Fardu (Subuh, Isya) membaca Surat panjang di rakaat pertama dan kedua,  namun di rakaat ketiga atau rakaat keempat, bacaan Salat Imam lebih cepat dari makmum? Termasuk para Imam di Salat Jumat?

Imam-Imam Salat seperti itu, selain meresahkan hati makmum, tidak membuat nyaman, tidak khusu, juga harus jujur pada diri sendiri, maksudnya mencari pahala yang lebih atau sekadar pamer hafalan Surat panjang kepada makmum? Sekadar ria? Agar dianggap hebat, keren?

Kemudian, terkait tidak menjadi bagian penertiban dan menjaga kekhusuan karena menjadi penyebab remaja atau anak-anak menjadikan Masjid tempat ngobrol, tempat bermain (termasuk memainkan handphone), berlarian, berteriak, dan lainnya, saya melihat ada beberapa faktor yang penyebabnya masalah klasik dan kompleks, yaitu karena masih belum berhasilnya pendidikan di bangku sekolah, kuliah, hingga dalam praktik kehidupan nyata, sampai menjaga etika dan moral di Masjid pun gagal. Di antara faktor penyebabnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun