1445 H (23) Saat Aib Direncana
Berbuat dan menyebarkan aib adalah perbuatan keji. Mengapa zaman ini, hal aib malah ada yang merawat, mewarisi, dan menjadi komoditi. Demi melayani nafsu dan membohongi hati nurani?
(Supartono JW.02042024)
Doa Ramadan 1445 Hijriah hari ke-23 yang diajarkan para Ulama:
Artinya: "Ya Allah, sucikanlah aku dari dosa-dosa dan bersihkanlah diriku dari segala aib/kejelekan.Tanamkanlah ketakwaan di dalam hatiku. Wahai Penghapus kesalahan orang-orang yang berdosa."
Aib tak sengaja dan disengaja
Sehubungan dengan doa tersebut, maka hari ke-23 ibadah Ramadan, menjadi momentum yang benar dan baik, bagi kita bersikap dan menyikapi tentang aib sendiri dan orang lain. Sebab, aib itu tidak boleh disebarkan.
Sesuai KBBI, aib adalah malu, cela, noda, salah, dan keliru. Dalam Al-Qamus al-Muhith menjelaskan, secara bahasa, aib dapat didefinisikan sebagai cacat atau kekurangan. Sementara dalam Kitab ad-Dur al-Mukhtar, Al-Hasfaki menyampaikan bahwa sebagian ulama mazhab Hanafi menjelaskan aib dengan pengertian: Suatu bagian yang tidak ada dari asal penciptaaNya dan hal itu dianggap sebagai bentuk kekurangan.
Karenanya, aib dapat diartikan sebuah cela atau kondisi seseorang dilihat dari sisi keburukannya, atau hal yang tidak baik tentangnya.
Bagi saya pribadi, sebagai manusia yang lemah, jujur sesuai hati nurani, sering tak sengaja atau pernah sengaja melakukan perbuatan aib atau menyebarkan aib. Padahal tahu perbuatan dan menyebarkan aib adalah keji (sangat rendah: kotor, tidak sopan, dan hina.
Oleh sebab itu, melalui artikel ini dan setiap artikel yang saya tulis, bagi saya adalah sarana bercermin, refleksi untuk selalu memperbaiki diri, bertobat, dan memohon ampunanNya.
Jujur, secara hati nurani, saya sangat sedih, di zaman ini, melihat perbuatan aib yang disengaja, seolah menjadi lazim. Bahkan, bila diidentifikasi, orang/pihak yang berbuat aib dengan sengaja justru semakin banyak. Perbuatan aib malah dirawat, seperti dilestarikan menjadi tradisi dan budaya, karena ada tujuan sesuatu.
Padahal, pada umumnya, perbuatan aib seseorang terjadi karena tidak sengaja atau dalam keadaan terpaksa/terjepit/tidak ada cara lain, karena sesuatu pula, sehingga melakukan sikap dan perbuatan terkategori aib.
Terkait yang bersikap dan berbuat aib dengan sengaja, malah merawat aib. Hal itu dilakukan, tentu karena ada udang di balik batu dari menyengaja berbuat aib. Berbuat aib pun seolah menjadi lazim mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, di sekolah, tempat kuliah, tempat kerja, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbuatan aib dilakukan oleh rakyat jelata sampai kaum elite, dan para pemimpin di negeri ini.
Bahkan dalam kontestasi politik, perbuatan aib (baca: melakukan kecurangan, kesalahan, keliru, tercela) sampai disebut dilakukan dengan ugal-ugalan, karena terkategori aib yang direncanakan secara terstruktur, tersistem, dan masif (TSM) oleh perorangan dan kelompok di +62. Kasus aibnya malah sedang bergulir dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal aib
Sejatinya, aib adalah bagian dari masa lalu setiap orang, sehingga tidak boleh disebarkan, apalagi dengan maksud menjelekkan. Sebab, semua orang pasti pernah melakukan kesalahan yang kemudian disebut aib.
Tetapi, zaman ini, ada orang/pihak yang sepertinya malah sengaja dan dengan sadar, bahkan secara TSM, melakukan perbuatan aib, yang dapat dilihat dan dirasakan oleh rakyat yang cerdas pikiran dan hati. Bukan rakyat yang melawan hati nuraninya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat An-Nur ayat 19 tentang perintah menutup aib sesama:
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.
Dikutip dari buku Para Musuh Allah: Golongan Manusia yang Menjadi Musuh Allah di Akhirat oleh Rizem Aizid dijelaskan bahwa dalam ajaran Islam wajib menutup aib sesama. Allah SWT membenci perbuatan menggunjing karena ketika bergunjing, orang biasanya akan membuka aib dengan membicarakan keburukan. Oleh karena itu, setiap muslim supaya menutup aib, baik aib diri sendiri maupun aib orang lain.
Dalam (HR. Tirmidzi) Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya. Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah membuka aib mereka. Barang siapa membuka aib saudaranya, niscaya Allah akan membuka aibnya dan siapa yang dibuka Allah akan aibnya, niscaya Allah akan menunjukkan aibnya, meskipun dirahasiakan di lubang kendaraan."
Sesusi HR. Bukhari Muslim, Rasulullah SAW juga bersabda:
"Setiap umatku dimaafkan, kecuali orang yang terang-terangan (melakukan maksiat). Dan, termasuk terang-terangan adalah seseorang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia berkata, 'Wahai Fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu. Padahal, Allah telah menutup aibnya itu dan di pagi harinya. la membuka tutupan Allah atas dirinya." (HR. Bukhari Muslim).
Sadar, perbaiki diri
Berbuat dan menyebarkan aib adalah perbuatan keji. Mengapa zaman ini, hal aib malah ada yang merawat, mewarisi, dan menjadi komoditi. Demi melayani nafsu dan membohongi hati nurani?
Semoga saya termasuk golongan orang-orang yang terus berusaha memperbaiki diri agar selalu berada di jalan yang diridai Allah SWT. Terhindar dan dapat menghindari berbuat aib. Terhindar dan dapat menghindari menjadi penyebar aib seseorang/pihak tertentu.
Terhindar dan dapat menghindari berbuat aib yang disengaja karena ada sesuatu tujuan. Pun terhindar dan dapat menghindari menyebarkan aib dengan sengaja.
Ya Allah, sucikanlah saya dari dosa-dosa dan bersihkanlah dari segala aib.Tanamkanlah ketaqwaan di dalam pikiran dan hati. Sehingga saya menjadi manusia yang membawa maslahat bagi diri sendiri, juga untuk orang lain, pihak lain. Aamiin.