Olahraga adalah nadi yang harus selalu digerakkan, dan ketika menulis topik lainnya harus sesuai dengan sudut pandang sendiri dan pemikiran yang matang
Anak Zaman Dulu Pasti Setuju Jika Puasanya Lebih Berkesan
Terkadang suka senyum-senyum sendiri jika teringat dengan nostalgia masa kecil di bulan Ramadhan dulu. Anak-anak era 2000-an ke bawah pasti sepakat, jika suasana puasa di masa kecil dulu lebih berkesan, dibandingkan dengan anak zaman sekarang.
Kemajuan zaman ternyata berimbas, pada suasana puasa yang dirasakan oleh anak-anak saat ini. Menjamurnya sepeda motor dan penggunaan HP / Smartphone oleh anak-anak, menjadi faktor pembeda perubahan suasana tersebut.
Anak-anak sekarang lebih suka menunggu waktu berbuka puasa dengan melakukan aktivitas "ngabuburit" mainan HP atau cari angin dengan naik sepeda motor di area keramaian, seperti alun-alun, taman kota dan ruas jalan baru yang lalu lintasnya tidak padat (biasanya lihat track-trackan motor).
Sehingga suasana ibadah puasa seperti zaman kecil dulu sepertinya susah terwujud, karena era dan zamannya juga telah jauh berubah.
Setiap daerah pasti punya cara atau tradisi tersendiri dalam menyambut dan menjalankan ibadah puasa. Begitu juga dalam hal memakmurkan masjid atau mushola, setiap takmir pasti sudah punya daftar kegiatan selama sebulan penuh di bulan suci Ramadhan.
Salah satunya dengan melibatkan anak-anak dalam kegiatan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an), setiap sore hari menjelang berbuka puasa. Hal ini bertujuan, agar anak-anak ada kegiatan positif menjelang berbuka puasa. Sehingga "ngabuburitnya" penuh dengan pahala.
Menengok lagi jauh ke belakang, dimana suasana puasa pada zaman dulu terasa lebih guyub dan gayeng.
Diawali dengan "padusan", untuk menyambut datangnya bulan puasa 1 Ramadhan. Zaman dulu ikut padusan dengan motoran bareng-bareng (saat ini sudah jadi motor tua atau motor sejarah), atau nyewa mobil pick-up agar semua bisa ikut "padusan".
Kemudian di malam harinya, mulai berbondong-bondong menjalankan ibadah shalat tarawih. Suara lantang nan keras ketika mengucapkan "Aamiin"' dan ketika menjawab bilal dalam shalat tarawih, menjadi sebuah pemandangan umum yang terjadi di Masjid atau Mushola zaman dulu.
Dalam momen ini, semua bersemangat bahkan ada anak-anak yang sampai berteriak.
Selesai shalat tarawih, anak-anak mengantri meminta tanda tangan imam dan khatib, sebagai bagian tugas dari sekolah. Bisa jadi, tujuan ikut shalat tarawih demi memenuhi tuntutan tugas sekolah. Kalau saya lihat, momen mengantri tanda tangan Imam dan Khatib shalat tarawih jarang ditemui sekarang.
Setelah dapat tanda tangan Imam dan Khatib, tidak afdhol jika tidak menunggu pembagian jaburan (kalau ditempat saya dulu dinamakan jaburan, semacam pembagian takjil di era sekarang). Momen lucu kadang terjadi saat pembagian Jaburan, karena saling berebut atau karena ada yang tidak kebagian Jaburan.
Sebenarnya kalau dibandingkan dengan takjil sekarang, jaburan zaman dulu biasa-biasa saja, tetapi momen berebutnya inilah yang menjadi poin plusnya.
Kemudian saat sahur tiba, jika kebetulan jatuhnya pas hari minggu. Beramai-ramai pakai kentongan, keliling kampung membangunkan orang puasa untuk sahur.
Nah, disini ada momen yang "tak pantas untuk ditiru", terkadang jika ada anak yang jahil atau usil, pas keliling itu kebetulan ketemu dengan pohon mangga, jambu atau rambutan yang sudah siap panen. Dalam sekejap perjalanan berhenti, untuk menikmati buah-buahan milik orang lain yang sudah masak. Yang momen ini tak perlu diceritakan secara detail, karena ya itu tadi tak pantas untuk ditiru.
Selesai shalat subuh, jika pas hari minggu, pada berbondong-bondong pada jalan kaki menuju ke arah kota. Setelah merasa capek, kemudian balik kanan menuju arah pulang ke arah rumah masing-masing.
Sore harinya, jika pas tidak ada jadwal mengaji / TPA, biasanya berkumpul sambil ngobrol-ngobrol menunnggu buka puasa.
Momen yang ditunggu adalah, suara sirine dari Radio terdekat, yang masih menggunakan channel AM. Dulu masih jarang channel Radio dengan frekuensi FM.
Suara sirine penanda buka puasa inilah yang membubarkan pasukan, mereka bergegas pulang menuju rumah masing-masing untuk berbuka puasa.
Sayangnya momen-momen keguyuban dan keramaian saat shalat tarawih, berebut jaburan, membangunkan sahur, jalan kaki sahur, dengan sendirinya jumlah anak-anak mulai berkurang menjelang 10 hari Ramadhan terakhir. Hal ini juga identik dengan zaman sekarang, dimana jika sudah memasuki 10 hari terakhir shaf Shalat tarawih semakin maju.
Meski beda suasana puasanya, mudah-mudahan pahala puasa anak-anak zaman dulu dengan anak-anak zaman sekarang, pahalanya adalah sama dan tidak berbeda, yaitu sama-sama mendapatkan pahala terbaik dari Allah SWT. Sehingga ketika tiba Hari Raya Idul Fitri, anak-anak tidak hanya mendapatkan salam tempel (amplop THR yang dibagikan ke anak-anak kecil) tetapi juga mendapatkan pengampunan dosa, dan kita seperti bayi yang baru lahir tanpa memiliki dosa sedikit pun.
Nah, cerita di atas merupakan sekelumit cerita puasaku di zaman kecil dulu, kl cerita puasamu seperti apa?