Ustadzah Mumpuni Handayayekti, Sosok Da'iyah Muda Milenial
Ustadzah Mumpuni Handayayekti, sosok yang satu ini benar-benar menjadi sosok idola bagi banyak orang, baik itu, tua, muda, laki-laki, maupun perempuan. Gaya bicaranya yang ceplas ceplos, apa adanya, dan bahasanya mudah dipahami oleh semua kalangan masyarakat.
Materi "ngajinya" bertemakan hal yang ringan dan erat kaitan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari, sehingga mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan satu hal yang selalu dilakukan di sela-sela ngajinya adalah selalu mendendangkan lagu baru dengan ciri khas suara yang serak-serak basah. Merdu sekali.
Usianya masih muda, fashionable, cantik, meskipun beliau sering menyebut dirinya "mrongos" (bahasa jawa artinya mulutnya susah untuk ditutup). Gadis kelahiran Cilacap ini masih berusia 26 tahun, atau tepatnya lahir pada tanggal 26 September 1995.
Meskipun usianya masih muda, tapi ustadzah Mumpuni sangat layak dijadikan panutan. Pesan-pesan yang disampaikan dalam tausiyahnya selalu mengena dihati.
Layaknya anak muda yang lain, Ustadzah Mumpuni juga memiliki akun media sosial di instagram yang memiliki 272 ribu folowers dengan nama @mumpuni_handayayekti.
Terlahir dari keluarga yang agamis, ayahnya adalah seorang seniman dan dibesarkan dalam keluarga sederhana, bahkan saat masih anak-anak, Ustadzah Mumpuni pernah berjualan es lilin keliling kampung. Suatu kondisi yang jauh dari kata mewah.
Kariernya sebagai seorang da'iyah muda berawal ketika mengikuti Ajang Akademi Sahur Indonesia (AKSI) yang digelar oleh salah satu televisi swasta nasional pada tahun 2014 dan berhasil menyabet juara pertama.
Dan kariernya semakin berbintang, ketika pada tahun 2017, dia berhasil menyabet juara pertama lagi untuk event yang sama tetapi dalam lingkup yang lebih luas yaitu di tingkat Asia.
Secara blak-blakan dia pernah menyampaikan bahwa, dia lebih suka berceramah berkeliling dari desa ke desa daripada harus memberikan tausiyah di televisi, karena menurut dia berdakwah dengan cara seperti itu bisa lebih mengena ke dalam hati jamaahnya.
Pada satu waktu, Ustadzah Mumpuni pernah diduetkan dengan ustadz Ulin Nuha, seorang ustadz muda tampan yang pandai bershalawat. Jamaah seakan ingin menjodohkan ustadzah Mumpuni dengan ustadz Ulin Nuha. Apa jawabnya? Kalau Ustadzah Mumpuni menikah dengan Ustadz Ulin Nuha, maka setiap hari mereka akan ribut karena berebut mik. Sontak, jawaban ustadzah Mumpuni tersebut mengundang gelak tawa dari para jamaah.
Saat memberikan tausiyah, seringkali diselingi dengan bahasa jawa ngoko ciri khas Cilacap atau kerap di kenal dengan istilah bahasa ngapak. Materinya yang tergolong ringan serta selalu diiringi dengan joke-joke (guyonan) membuat jamaah selalu bisa tertawa renyah di tengah-tengah penyampaian tausiyahnya.
Salah satu tausiyah yang paling mengena adalah saat beliau menyampaikan kalau baru saja di lamar oleh seorang pengusaha batu bara dari Kalimantan dengan syarat, setelah nanti menjadi istrinya, Mumpuni tidak diperkenankan lagi berpidato didepan umum karena secara materi sudah dipenuhi. Sang pengusaha mengatakan, dia tidak membutuhkan istri yang cantik, asal siap di rumah, masak, mendidik anak, melayani suami.
Nah, lak pengen mbojo wong sing putih, ayu mulus, mbojo o ambi bihun (kalau ingin istri yang putih, mulus, silahkan menikah dengan bihun/mi putih). Lak pengen mbojo ambi wong wadon sing pinter masak, mbojo o ambi magic com (kalau ingin istri yang pandai masak, silahkan menikah dengan magic com).
Memang seperti itulah sebaiknya seorang da'i atau da'iyah, bisa membaca apa yang dibutuhkan oleh banyak orang serta mesti diselingi dengan guyonan ringan agar pendengar tidak bosan mendengarnya.
Blitar, 9 April 2022