Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.
Tradisi Bukber di Rumah ala Saya
Buka bersama atau dikenal dengan bukber sudah menjadi tradisi saat Ramadan.
Tidak diketahui kapan bukber mulai dilakukan masyarakat. Saya pun lupa kapan pertama kali menghadiri tradisi ini. Yang saya ingat Bapak sering menyuruh untuk memanggil penjaga masjid berbuka di rumah.
"Sambil berangkat kerja, mampir ke ustadz, suruh buka puasa di rumah," perintah Bapak saat itu.
Buka puasa di rumah, sederhana saja karena penghasilan Bapak sebagai pensiunan guru sangat kecil.
Berbeda dengan para pejabat yang melaksanakan bukber. Aneka makanan, minuman tak luput dari jepretan para juru warta. Apalagi para artis papan atas. Tidak bisa dihitung biaya yang mereka keluarkan untuk bukber di hotel, restoran.
Tidak ada salahnya keluar dana banyak karena berdasarkan hadist nabi, "Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga."
Bukber secara sederhana atau mewah yang terpenting adalah keberkahan memberi makan orang yang berpuasa.
Bukber pun bukan sekadar membatalkan puasa secara bersama-sama, juga dapat menyegarkan hubungan di antara keluarga, teman, komunitas.
Tak jarang setelah bukber hubungan dengan teman membaik atau ada terjalin kerja sama.
Bagaimana bukber ala saya di desa
Bukber dilakukan masyarakat beragam, ada yang memilih bersama keluarga di restoran, warung nasi, kafe atau di rumah saja.
Dana untuk bukber pun tak selamanya dari pengundang, ada juga iuran. Kalau iuran biasanya bukber ala anak sekolahan. Mereka bayar sendiri makanan yang dipesan.
Mungkin orang dewasa juga ada yang demikian. Mereka bukber tetapi bayar masing-masing.
Sementara saya tidak melaksanakan bukber bersama teman di luar. Saya lebih fokus berbuka dengan keluarga di rumah dan adik-adik yatim.
Bukber dengan Adik Yatim
Sudah hampir 8 tahun saya punya tradisi bukber di rumah bersama adik Yatim binaan Yatim Mandiri.
Kami akan mengundang sebanyak 50 anak Yatim dari Yatim Mandiri untuk berbuka puasa dan berbagi keberkahan.
Ketika adik-adik berkumpul dan duduk mendengar ceramah dari pimpinan cabang Yatim Mandiri. Ada perasaan haru. Segitu kuatnya mereka menjalani hidup tanpa kepala keluarga.
Apalagi ketika ada seorang ibu yang menceritakan suaminya meninggal saat anaknya baru lahir. Si ibu merawat anak sendirian.
Apa yang kita berikan, kecil bagi kita, tetapi bagi adik-adik sangat besar. Bukber bagi kita suatu hal yang kecil, tetapi bagi mereka sangat mewah.
Saya sangat senang ketika adik-adik itu hendak ambil wudhu. Mereka antri di depan mushala dengan tertib.
Selain di kran depan mushala, adik-adik bisa berwudhu di kran yang ada di halaman depan, kamar nakdis juga kamar mandi umum.
Selain adik Yatim, saya mengundang teman dekat dari anak, kerabat juga adik Yatim di lingkungan.
Wasana Kata
Saya menceritakan kisah bukber sederhana dengan adik Yatim bukan bermaksud riya. Saya masih ingat ketika sebelum menjadi donatur tetap Yatim Mandiri. Suami lebih suka memberi langsung pada orang terdekat. Seperti kerabat, tetangga.
Setelah ada orang menceritakan kiprahnya untuk adik-adik Yatim. Kami merasa diingatkan, selama ini hanya melihat yang dekat. Anak-anak yatim di luar sana pun membutuhkan perhatian, bimbingan.
Kita tak perlu menunggu kaya untuk berbagi, itu pesan almarhum Bapak.
Semoga bermanfaat.