Rakha Stevhira
Rakha Stevhira Penulis

Peminat kajian sufistik dan pemikiran islam

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Cinta yang Bertepuk Sebelah Tangan diantara Takdir atau Kehendak Bebas

15 Maret 2024   20:15 Diperbarui: 31 Maret 2024   13:57 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"سَوابِقُ الهِمَمِ لا تَخْرِقُ أَسْوارَ الأَقْدَارِ"

"Kehendak kuatmu yang sudah kau tetapkan lebih dahulu tidak akan dapat menembus dinding kepastian (takdir) yang sudah ditentukan Tuhan."

Setelah agak njelimet dengan pembahasan minggu lalu, mari kita sedikit mendinginkan kepala kita dengan pembahasan yang agak lebih ringan dan sedikit perenungan. Terlebih sebagai obat penawar bagi teman-teman yang mungkin sedang dalam keadaan patah hati.

Seperti contoh pada sebuah kasus teman aku yang bercerita bahwa dia sedang mencintai seseorang, tetapi sedihnya ternyata takdir seseorang tersebut sudah mencintai orang lain, atau dengan bahasa galaunya "cintaku bertepuk sebelah tangan." Kemudian apa lantas dia harus menyerah saja? Aku rasa terlalu dini untuk menyerah. Maka dari itu mari kita bahas bersama mengenai kata "takdir" ini, dengan tujuan memberi pesan optimis untuk dia agar dapat memperjuangkan cinta yang dia inginkan.

Sebuah pertanyaan muncul, mungkin gak sih kita itu bisa melawan takdir? Ini pembahasan yang menarik dan mari kita kaitkan dengan sebuah pertanyaan yang berhubungan dengan kasus temanku sebelumnya "Bolehkah kita mencintai seseorang yang sudah mencintai orang lain?" Mencintai dia adalah bentuk keinginan kita tetapi dalam bentuk takdirnya dia malah mencintai orang lain.

Jika kita berbicara mengenai takdir dan ketetapan Tuhan maka kita tidak akan terlepas dari pemabahasan yang sangat erat kaitannya yaitu mengenai kehendak dan perbuatan seorang hamba.

Jika Tuhan yang sudah menetapkan dan menakdirkan akan segala hal lantas bagaimana dengan kehendak atau perbuatan manusia sebagai seorang hamba? Apakah artinya kita terkekang dan tidak mempunyai kehendak bebas? Atau justru kita bisa merubahnya? Pertanyaan tersebuat masih menjadi perdebatan para teolog muslim bahkan cukup menjadi perbincangan menarik selama berabad-abad lamanya. Jika memang kita sudah ditakdirkan dan tetapkan untuk tidak bisa mencintai seseorang yang sudah mencintai orang lain lantas kemudian untuk apa kehendak bebas kita dalam mencintai seseorang tersebut? Mari kita uraikan sedikit demi sedikit.

Dalam diskursus keislaman terdapat satu keilmuan penting yaitu ilmu teologi yang dalam perinciannya ada bab khusus untuk membahas mengenai qada' qadar-Nya dan kehendak dan perbuatan seorang hamba.

Sederhananya qadar adalah suatu takdir yang berhubungan dengan dua sifat Tuhan yaitu sifat qudrah dan iradah, sedangkan qada' adalah suatu ketetapan yang berhubungan dengan salah satu sifat Tuhan yaitu sifat 'ilm. Aku membawa teman-teman pada diskursus ini setidaknya agar lebih dapat memahami pesan yang ingin disampaikan dalam hikam kali ini.

Seperti yang sudah aku singgung sebelumnya bahwa takdir berhubungan dengan sifat qudrah dan iradah-Nya yaitu sifat dimana Tuhan berkuasa untuk mewujudkan atau menegasikan sesuatu. Kita bisa melihat bahwa takdir ini terjadi atas kuasa Tuhan untuk menjadikan sesuatu tersebut menjadi ada atau tiada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun