Rakha Stevhira
Rakha Stevhira Penulis

Peminat kajian sufistik dan pemikiran islam

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Thaharah Batin (Kontemplasi 3)

8 April 2024   20:15 Diperbarui: 8 April 2024   20:18 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thaharah Batin (Kontemplasi 3)
perpus.man2probolinggo.sch.id

"أَم كَيفَ يَطمَعُ أَن يَدخُلَ حَضرَةَ اللّه وَهُوَ لَم يَتَطَهَر مِن جَنَابَةِ غَفلاَتِهِ"

“Bagaimana mungkin engkau masuk ruang kehormatan Tuhan, sedangkan engkau masih belum bersih (bersuci secara batin) dari kelalaian-kelalaiannya”

Untuk mengawali pada bagian ini Ibnu ‘Ajibah mengutip ayat Al-Qur’an surat annisa ayat 43 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَاجُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْاۗ

Ibnu ‘Ajibah menunjukan sebuah kemampuan yang sangat antimainstream ketika menafshirkan ayat ini. Disaat kebanyakan mufashir menjelaskan ayat ini secara dzahir  dengan pendekatan ilmu fiqh, pendekatan tafshir yang Ibnu ‘Ajibah lakukan adalah dengan pendekatan tafshir mistik islam. Dimana teks Al-Qur’an diinterpretasikan menggunakan intuisi, bukan dengan teks sakral lain seperti hadits maupun dengan logika.

Beliau menjelaskan bahwa sekali-kali jangan pernah kita mengerjakan shalat dengan dalam keadaan dimabuk cinta dunia. Sampai kita benar-benar bisa tersadar dan terbangun pada keadaan dimana tidak ada fokus selain kepada Tuhan.

Kemudian jangan pula sekali-kali kamu shalat dalam keadaan junub hadats besar, yaitu berhubungan intim bersama kelalaian-kelalaian. Sampai kita benar-benar bersuci dengan air ghaib yaitu kehadiran hati kita bersama Tuhan. Sungguh luar biasa ulama-ulama kita. Bahkan pada sebuah riwayat dikatakan ulama ummati ka anbiyai bani isra’il  ulama umatku seperti para nabi bani israil.

Dalam redaksi hikam bagian ini ada kata yang perlu kita soroti yaitu hadlrah. Berbeda dengan keadaan pada dua kontemplasi sebelumnya yang menyerukan kepada kita untuk menjaga kedaan hati dari segara bentuk materi dan kemudian membuat kita untuk dapat menanggalkan syahwat nafsu. Pada kontemplasi ini, kita berfokus pada perjalanan puncak dari spiritual kebatinan menuju Tuhan yaitu untuk dapat bisa hadir di ruang kehormatan-Nya.

Setidaknya ada 3 macam bentuk hadlrah menurut Ibnu ‘Ajibah. Pertama, adalah hadlrah hati, yaitu kehadiran hati yang masih berada diantara kelalaian dan kekhusuk’an. Guru kami, Maulana Syekh Muhanna, pernah mengatakan bahwa khusuk yang membersamai kelalaian lebih baik daripada lalai dari kekhusuk’an. Keadaan ini bisasanya terdapat pada orang-orang sair atau mereka yang sedang berada di jalan menuju Tuhan.

Kedua, adalah hadlrah batin, yaitu kehadiran jiwa kita yang sudah tidak lagi membersamai kelalaian. Khusuk dengan sebenar-benarnya khusuk. Sebagaimana ketika kita  fokus untuk menggapai sebuah tujuan maka yang terjadi adalah kefokusan terhadap satu hal yang dapat menghantarkan kita pada tujuan tersebut. Keadaan ini biasanya terdapat pada orang-orang mustasyrifiin  atau mereka yang sudah Tuhan muliakan untuk dapat fokus pada hal-hal yang bukan selain Tuhan.

Ketiga, adalah hadlrah rohaniah, yaitu kehadiran atas kerahasiaan dari roh kita terhadap Tuhan setelah kita bisa konsisten terjaga pada hadlrah sebelumnya. Mereka yang mencapai kondisi ini disebut sebagai al-mutamakkinun yaitu mereka yang menetap pada kondisi puncak kebatinannya bersama Tuhan dan selalu terjaga disana.

Dari sekian kondisi yang sudah disebutkan, pada akhirnya kita akan tetap kembali pada perkataan Ibnu ‘Ajibah diawal, bahwa penyucian diri secara batin atau dalam hal ini adalah hati merupakan suatu keniscayaan disaat kita ingin mulai untuk memasuki ruang kehormatan Tuhan atau hudhur.

Untuk lebih dalam menjelaskan mengenai penyucian diri secara batin dan kejiwaan ini, mengutip pada perkataan guru kami Syekh Muhanna, ketika beliau memberikan pengertian dasar mengenai tasawuf. Pertama adalah takhalli, yaitu bagaimana kita membersihkan diri kita dari sifat-sifat tercela. Sebuah penyucian jiwa dari sifat-sifat tercela serta sifat-sifat kecintaan kita terhadap dunia seperti materi dan syahwat.

Kedua adalah tahalli, yaitu bagaimana kita menghiasi diri kita dengan sifat-sifat yang baik. Pada kondisi ini kita harus mengisi hati kita dengan segala selalu sesuatu yang bukan selain Tuhan. Seperti berfokus atau berusaha untuk hudhur kepada Tuhan seperti penjelasan sebelumnya. Dan ketiga adalah tajalli, yaitu dimana setelah 2 proses sebelumnya selesai maka tampaklah keesaan Tuhan dihadapan kita.

Pada akhirnya kita semua akan kembali kepada Tuhan. Maka perjalanan kebatinan yang sudah bersama-sama kita sampai pada puncak hikam bagian ini adalah upaya dari diri kita untuk memulai hal tersebut, perjalanan menuju Tuhan.

Dari semua ini kita benar-benar memahami betapa sulit dan tidak mudahnya melakukan perjalanan ini. Untuk menjadikan kita sebagai pribadi yang tidak ­grasak-grusuk atau hanya ingin instannya saja. Segala sesuatu perlu sebuah proses, ada tahapannya step by step atau dilakukan secara gradual, begitupun dengan perjalanan kebatinan atau spiritual journey yang sedang kita bahas dari hikam pertama hingga hikam ke-lima belas ini. 

Sebetulnya hikam bagian ini bukanlah akhir karena secara keseluruhan jumlah hikam Ibnu ‘Atha’illah mencapai ratusan. Tapi setidaknya dengan 15 hikam ini aku ingin berusaha memperkenalnya kepada banyak kalangan awam dengan menggunakan pendekatan kontemporer, dari kondisi psikis hingga sosiologis. Karena guru kami Maulana Syekh Yusri, ketika ditanya bahwa kitab apa yang paling utama untuk dipelajari untuk para pembelajar awal tasawuf, beliau mengatakan dengan menyebutkan 3 kitab. Yaitu risalah al-qusyairiyyah, manazilu assairin, dan kitab hikam li ibni atha’illah as-sakandary.

29 Ramadhan 1445 H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun