Bahy Chemy Ayatuddin Assri
Bahy Chemy Ayatuddin Assri Dosen

Menulis merupakan refleksi diri dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Penampakan Kesenjangan Sosial Pada Keluarga Besar Saat Kumpul Lebaran

11 April 2024   10:40 Diperbarui: 11 April 2024   10:47 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi berkumpul dengan keluarga besar saat lebaran sering kali menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Namun, di balik keceriaan dan kebersamaan, seringkali terlihat jelas adanya kesenjangan sosial yang menggambarkan realitas kehidupan yang beragam di masyarakat.

Kesenjangan sosial dalam hal ekonomi seringkali menjadi yang paling mencolok saat berkumpul dengan keluarga besar. Beberapa anggota keluarga mungkin tampil gemerlap dengan pakaian baru dan bingkisan mahal, sementara yang lain terlihat sederhana dengan pakaian yang sudah lama digunakan. Perbedaan ini mencerminkan disparitas ekonomi yang ada di antara mereka.

Saat berkumpul dengan keluarga besar, terkadang juga terlihat perbedaan dalam hal akses terhadap pendidikan dan kesempatan. Beberapa anggota keluarga mungkin memiliki pekerjaan yang mapan dan karier yang sukses, sementara yang lain mungkin masih berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak atau pekerjaan yang stabil. Ini menggambarkan ketidaksetaraan dalam hal akses dan kesempatan dalam masyarakat.

Kesenjangan sosial juga dapat terlihat dalam hal kesehatan dan kesejahteraan. Beberapa anggota keluarga mungkin memiliki akses terhadap perawatan kesehatan yang baik dan gaya hidup yang sehat, sementara yang lain mungkin menghadapi tantangan dalam hal kesehatan fisik atau mental. Ini mencerminkan disparitas dalam akses terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial.

Perbedaan dalam gaya hidup dan kebiasaan konsumsi juga dapat menjadi tanda-tanda kesenjangan sosial saat berkumpul dengan keluarga besar. Beberapa anggota keluarga mungkin memiliki gaya hidup yang mewah dan menghabiskan banyak uang untuk barang-barang mewah, sementara yang lain mungkin lebih sederhana dalam kebiasaan konsumsi mereka. Ini mencerminkan perbedaan dalam prioritas dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Menyaksikan kesenjangan sosial saat berkumpul dengan keluarga besar juga dapat memiliki dampak psikologis dan emosional. Bagi yang merasa kurang mampu atau terpinggirkan, hal ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri atau ketidakamanan. Di sisi lain, bagi yang merasa lebih makmur, hal ini dapat memunculkan perasaan bersalah atau tidak nyaman. Namun, kebanyakan dari yang lebih makmur justru merendahkan yang kurang makmur, seperti mencuci piring atau membelikan sesuatu untuk sanak keluarga yang lebih makmur.

Meskipun kesenjangan sosial seringkali terlihat saat berkumpul dengan keluarga besar, ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi disparitas dan memperkuat kesetaraan sosial di antara anggota keluarga:

Pertama-tama, penting untuk memupuk empati dan pengertian di antara anggota keluarga. Melalui komunikasi terbuka dan pengakuan akan keberagaman pengalaman dan situasi hidup, kita dapat lebih memahami tantangan dan perjuangan yang dihadapi oleh setiap anggota keluarga.

Mendorong kolaborasi dan dukungan antar anggota keluarga merupakan langkah penting dalam mengatasi kesenjangan sosial. Anggota keluarga yang lebih makmur dapat memberikan dukungan finansial atau bantuan praktis kepada mereka yang membutuhkan, sementara mereka yang kurang beruntung dapat memberikan dukungan emosional atau moral kepada yang lain. Kita dapat mencontoh keluarga besar orang China yang senantiasa memberdayakan keluarga sendiri yang sedang berjuang dalam kehidupannya.

Pendidikan dan pemberdayaan merupakan kunci untuk mengatasi kesenjangan sosial dalam jangka panjang. Memberikan akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan peluang untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dapat membantu anggota keluarga yang kurang beruntung untuk meraih kesuksesan dan kemandirian ekonomi.

Membangun lingkungan yang mendukung di dalam keluarga dapat membantu mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap anggota keluarga yang kurang beruntung. Ini mencakup mempromosikan penghargaan dan penghargaan atas segala bentuk kontribusi, tanpa memandang status sosial atau ekonomi.

Menggalang solidaritas dan keprihatinan sosial di antara anggota keluarga dapat membantu menciptakan lingkungan yang saling mendukung dan inklusif. Melalui kerja sama dan kolaborasi dalam proyek-proyek sosial dan amal, kita dapat membantu mereka yang membutuhkan dan memperkuat ikatan emosional dan sosial di antara kita.

Meskipun terlihat jelas adanya kesenjangan sosial saat berkumpul dengan keluarga besar, penting untuk merangkul kebhinekaan dan kemanusiaan di tengah perbedaan yang ada. Lebaran adalah waktu yang tepat untuk mengingatkan kita bahwa meskipun kita memiliki perbedaan dalam hal ekonomi, pendidikan, dan gaya hidup, kita tetap satu keluarga yang harus saling mendukung dan peduli satu sama lain. Dengan memperkuat hubungan emosional dan sosial di antara anggota keluarga, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi semua orang, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun