Mari Evaluasi Iman Kita Sebelum dan Sesudah Puasa
Apa hasilnya jika input buruk? Inputnya imannya cacat? Inputnya ketaqwaannya rendah? Semua ini jika diproses hasilnya tidak akan baik. Kondisi dwmikian akan menyebabkan hasilnya tidak baik, berupa manusia yang cacat iman, cacat amal.
Taubatkah nasuha kita? Atau taubat sambal?
Kita semua - penulis dan pembaca yang bekerja di struktural pemerintahan, di struktural perguruan tinggi dan atau sebagai peneliti adalah termasuk orang yang cacat iman dan amalnya. Mengapa? Karena kita ada dalam sistem yang menganggap bohong itu adalah sebagai hal yang "biasa". Para peneliti banyak membuat stempel sendiri untuk justifikasi keluarnya anggaran penelitian yang besarnya ratusan juta, sementara honor peneliti tidak ada.
Para pejabat struktural melakukan di pemerintahan dan di perguruan tinggi menganggap penyulapan data staf, data keuangan, data pencapaian itu biasa dan tak berdosa.
Maka ini semua adalah bagian dari input bagi kita dalam sistem puasa: input-proses-output. Tidak mengherankan juga sesudah puasa tingkat ketaqwaannya "hancur" lagi.
Pada waktu ramadhan kesolehannya cukup baik, tetapi habis ramadhan akan kembali menjadi kondisi awal. Tidak mengherankan jika lagi hit Fina Panduwinata menjadi digemari karena memang begitulah kita. AKU MASIH SEPERTI YANG DULU.
Mungkin kita benar-benar taubat dan diterima oleh Allah?
Mungkin saja. Asalkan kita segera berubah, segera hijrah dari sistem yang penuh kedustaan, penuh kemunafikan. Dalam akreditasi perguruan tinggi jangan lagi dipaksakan. Karena prosesnya mesti bohong. Dalam pengelolaan keuangan di pemerintahan jangan dipaksakan supaya WTO karena akan rentan mempraktekkan kebohongan.
Pada hal bohong=munafik.
Munafik akan Allah hukum dengan dasar neraka jahannam.
Semoga Allah ampuni kita semua dan menerima taubat kita semua.
Jayalah kita semua.