Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Purna tugas

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

5 Alasan Mudik, yang Pertama Paling Utama

25 April 2023   05:00 Diperbarui: 25 April 2023   05:05 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
5 Alasan Mudik, yang Pertama Paling Utama
Sungkem (sumber: kronika.id)


Pada akhir bulan Ramadan selalu para pekerja berburu cuti  kerja, agar dapat mudik alias pulang ke kampung halaman. Meski harus dengan beaya mahal serta menghadapi kemacetan di jalan saat menuju ke kampung halaman, dan kelelahan karena kita dalam hari-hari puasa akhir. Namun kita sangat bersemangat untuk mudik.

Ada beberapa alasan mendasar yang menjadi penyebab kita sangat ingin mudik. Mau tahu alasannya?

1. Kerinduan pada orang tua dan keluarga

Saat penulis pertama kali merantau ke Jakarta, alasan utama mudik adalah ingin bertemu orang tua di kampung halaman. Hari Raya Idul Fitri setelah sholat Ied adalah saat paling tepat untuk mengucapkan selamat Lebaran (sungkeman) sekaligus minta maaf kepada orang tua. Juga kalau kita sudah berhasil, lalu  memberikan hadiah kepada orang tua.

Memang beberapa tahun kemudian setelah orang tua meninggal dunia, kita  tidak begitu nekad untuk mudik. Selama masih ada orang tua, kita sangat ingin berbakti kepada orang tua.

Karena setelah orang tua meninggal dunia, kita paling bertemu saudara atau paman / bibi, teman dan tetangga masa kecil. Yang nilainya tidak setinggi dibandingkan orang tua.

Mudik ke kampung halaman sekaligus kesempatan untuk reuni keluarga.

2. Berkumpul di rumah masa kecil

Suasana rumah di masa kecil meski kondisi rumah jelek, namun memiiki nilai nostalgia yang tinggi. Kita masih ingat saat pertama kali belajar berjalan, belajar naik sepeda maupun makan makanan masakan Ibu sehabis sekolah. Semua ini memiliki nilai historis yang tinggi.

3. Menghilangkan rasa rindu pada kuliner tradisional

Meski di Jakarta semua tersedia, namun kuliner tradisional dengan citarasa khas kedaerahan tidak mungkin dapat dirasakan di Jakarta. Contoh saja, bila kita makan di kampung halaman untuk menyenduk makanan masih menggunakan senduk dari daun yang disebut suru, dan menggunakan piring dari daun yang disebut pincuk. Di Jakarta semua sudah  disajikan dengan piring dan senduk. Jadi rasanya sangat berbeda. Juga jajan pasar khas kedaerahan jarang diketemukan lengkap. Suasana pasar tradisional yang khas juga membawa memory tersendiri. Belum lagi menikmati masakan Ibu adalah citarasa yang paling langka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun