Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Dosen

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Puasa sebagai Sarana Pendidikan Kesetaraan Gender

12 Maret 2024   07:00 Diperbarui: 12 Maret 2024   12:51 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa sebagai Sarana Pendidikan Kesetaraan Gender
Ilustrasi puasa sebagai sarana pendidikan kesetaraan gender. (Freepik/rawpixel.com)

Dalam ajaran Islam, ibadah puasa tidak hanya dimaknai sebagai sebuah ritual keagamaan, tapi juga sebagai sarana pendidikan karakter dan sosial, termasuk pendidikan gender

Alquran secara eksplisit menyebutkan perintah puasa dalam surat Al-Baqarah ayat 183, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." 

Ayat ini menegaskan bahwa puasa adalah perintah universal tanpa membedakan gender, ras, maupun status sosial, mengajarkan prinsip kesetaraan dan keadilan.

Dalam konteks pendidikan gender, puasa berfungsi sebagai alat untuk memperkuat pemahaman tentang kesetaraan dan peran gender dalam masyarakat. 

Dalam praktiknya, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan melaksanakan puasa, menunjukkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab dalam ibadah adalah sama tanpa memandang jenis kelamin. 

Ini membuktikan bahwa Islam mengakui kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.

Selain itu, hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, "Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan." Sahabat bertanya, "Siapa yang enggan, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Barangsiapa mentaatiku masuk surga, dan barangsiapa mendurhakai aku, maka ia telah enggan." 

Hadis ini menggarisbawahi pentingnya kepatuhan kepada ajaran Islam, termasuk dalam berpuasa, tanpa membuat distingsi berdasarkan gender.

Dengan demikian, puasa tidak hanya sekedar ibadah ritual, tapi juga sarana pendidikan yang mengajarkan kesetaraan dan keadilan gender. 

Hal ini membantu menghapuskan stereotip gender dan mempromosikan pemahaman bahwa dalam aspek keagamaan, khususnya ibadah, tidak ada perbedaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun