Syarif Yunus
Syarif Yunus Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Artikel Utama

Momen Idul Fitri dan Hardiknas Berujung pada Pendidikan yang Memaafkan

2 Mei 2022   11:59 Diperbarui: 2 Mei 2022   16:05 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen Idul Fitri dan Hardiknas Berujung pada Pendidikan yang Memaafkan
Sejumlah murid mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN Duren Tiga 09 Pagi, Jakarta, Selasa (8/2/2022).| ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj

Agak istimewa, Idul Fitri 1443 H kali ini bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2022. Idul Fitri dimaknai sebagai simbol kemenangan umat muslim dalam melawan hawa nafsu setelah sebulan berpuasa. 

Karena itu, siapa pun berhak atas anugerah kesucian lahir dan batin di momen Idul Fitri. Manusia yang kembali suci. Dalam konteks pendidikan, sucinya lahir batin pun ditegaskan dalam teori "tabula rasa" John Locke, yang menyebut bahwa setiap anak lahir ibarat 'kertas kosong'. Maka terserah orang dewasa untuk mengisi dan memengaruhinya kemudian.

Tentu, kesucian lahir dan batin sulit diperoleh. Bila manusianya tidak berani meminta maaf dan memberi maaf. Mengapa meminta maaf? Karena setiap manusia di mana pun, pasti pernah berbuat salah dan khilaf. Untuk itu dibutuhkan sikap berani untuk meminta maaf. 

Sebaliknya, mengapa memberi maaf? Karena tidak ada kesalahan seseorang yang tidak termaafkan. Allah SWT pun memberi ruang untuk mengampuni dosa dan salah hamba-Nya, lalu kenapa manusia tidak mau memberi maaf.

Idul Fitri dan Hardiknas diikat oleh kata kunci, pendidikan yang memaaafkan. Bahwa dalam hidup ini, tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada salah, khilaf, dan dosa. Pendidikan yang memaafkan selalu mengajak siapa pun ikhtiar memaafkan apa pun dan siapa pun. 

Agar terbebas dari sifat dan perilaku buruk atau kemarahan. Itulah substansi ibadah puasa, yang tidak hanya menahan rasa lapar dan haus. Bila hari ini, masih ada manusia yang tidak memaafkan. Itu berarti manusianya telah mengabaikan tuntutan agama, terlalu egois, angkuh, dan inferior dalam hidupnya.

Sikap tidak memaafkan sangat bertentangan dengan karakter alami manusia, akibat lupa bahwa manusia sejatinya bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa.

Memang benar, sebagian orang merasa sulit untuk meminta maaf dan memberi maaf. Atas alasan apa pun. Saat merasa dilukai atau dizalimi, sengaja atau tidak sengaja, sebagian besar orang pasti marah dan terlukai. Sebagai manusia, tentu sangat lazim. 

Maka butuh waktu untuk meminta maaf atau memberi maaf. Namun ketika waktu itu tiba, seperti momen Idul Fitri, seharusnya meminta maaf atau memberi maaf itu benar-benar direalisasikan. Jika tidak, mau berapa lama lagi dalam keadaan marah dan bermusuhan yang tidak menyehatkan itu?

Sumber: Pribadi
Sumber: Pribadi

Pendidikan yang memaafkan menjadi penting hari ini. Untuk lembaga pendidikan, guru, atau siswa sekalipun. Bahwa pendidikan sebagai proses penting dalam membentuk karakter manusia. Agar tercipta manusia yang berkualitas iptek dan imtak. 

Pendidikan yang mampu menghadirkan karakter 1) kebaikan hati (agreeableness) yang menonjol. 2) lebih peduli orang lain (tender-mindedness), 3) rendah hati (humility), 4) murah hati (altruism), dan 5) ramah (compliance). 

Karakter itulah yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai contoh terbaik pribadi yang berani memaafkan. Seperti kisah Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan kemurahan hatinya atas seorang warga Madinah yang matanya buta dan beragama Yahudi.

Sekalipun orangtua si buta selalu saja mencercanya, Nabi tetap saja menyuapi si buta dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Sesuai anjuran Surat Ali Imran (QS 3:159), yang artinya "Maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarah-lah dengan mereka."

Maka momen Idul Fitri dan Hari Pendidikan Nasional ini menegaskan kian pentingnya pendidikan karakter. Bukan hanya pendidikan yang mencerdaskan intelektual. Pendidikan yang berani meminta maaf dan memberi maaf. Apa pun alasannya dan siapa pun pelakunya. 

Pendidikan yang mengajarkan pentingnya memaafkan. Karena dalam beningnya hati, pasti ada secuil benih rasa benci. Dalam santunnya ucapan, pasti ada hal menyinggung perasaan. 

Dalam bijaknya sikap pun pasti ada khilaf yang terjadi. Agar pendidikan tidak lagi bertumpu pada kecerdasan tapi keteladanan. Pendidikan yang menjadi basis pengembangan karakter dan emosional manusianya.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati pun, saya memohon maaf lahir batin. Atas segala kesalahan dan kekhilafan yang pernah terjadi. Selamat Idul Fitri dan Selamat Hari Pendidikan Nasional. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun