Syarif Yunus
Syarif Yunus Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Tentang Siapa Kita Setelah Lebaran

12 April 2024   14:14 Diperbarui: 12 April 2024   14:21 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentang Siapa Kita Setelah Lebaran
Sumber: Pribadi

Saat lebaran kemarin, saya bersama dua orang teman pergi silaturahmi ke rumah Pak Ustaz, sang guru spiritual. Sekaligus ngobrool ringan tentang puasa dan idul fitri, bukan soal politik seperti khutbah sholat Ied di Yogya yang "ditinggal" jamaahnya. Setibanya kami di rumah Pak Ustaz, saya fokus memandangi foto-foto di ruang tamu, sambil bertanya ke Pak Ustaz, "Itu foto saat kapan Pak Ustaz?" ujar saya.

Bagaimana dengan teman saya? Tentu berbeda lagi. Tatapan matanya lebih ke arah Pak Ustaz. Entah, apa yang dilihat dan dipandangi. Seperti agak takjub gitu.   

Hingga suatu hari, teman saya yang satu bilang. Bahwa baju gamis Pak Ustaz yang dipakai kemarin itu terbuat dari tenun mahal, kualitasnya tinggi. Memang, teman saya bekerja di pasar pakaian. Jadi wajar, penilaiannya tertuju pada apa yang dikenakan Pak Ustaz.

Sementara teman yang satu lagi berbeda. Ia justru sempat-sempatnya memperhatikan cincin yang melingkari jari Pak Ustaz. Katanya, batu cincinnya dari jenis permata. Mahal banget itu batunya. Nah, teman saya yang satu ini memang hobi dengan batu permata dan perhiasan. Jadi wajar juga, mungkin karena dia paham soal batu-batu cincin.

Dari cerita di atas, kita bisa mengambil hikmahnya. Ada contoh tentang bagiamana orang-orang menilai orang lain. Bahwa seseorang akan mendapat penilaian yang berbeda dari tipa-tiap orang. Sudut pandangnya berbeda, cara menilainya berbeda. Tergantung siapa yang menilai dan kepada siapa dinilai?

Pesan utamanya adalah penilaian kita tentang apapun, mencerminkan diri kita sendiri. Sikap kit aitu menunjukkan kualitas diri kita sendiri. Apa yang jadi perhatian kita, itulah kita. Dan bagaimanapun penilaian kita maka itulah diri kita sendiri.

Orang baik pasti akan melihat dan mendapati orang lain yang baik-baiknya saja. Sebaliknya orang yang tidak baik pun fokusnya akan selalu tertuju pada keburukan orang lain. Begitulah hidup, ada orang yang sangat fokus pada keburukan orang lain. Ada pula yang hanya diam dan tidak berkomentar banyak. Terserah kita, mau bagaimana?

"When you judge another, you do not define them, you define yourself." Ketika kita menilai seseorang, sebenarnya kita bukan sedang menunjukkan siapa dia. Tapi justru menunjukkan siapa kita sebenarnya.

Maka di momen lebaran ini, jagalah prasangka baik kepada semua orang. Fokus pada yang baik-baik dan bermanfaat. Hingga kita lupa bagaimana caranya berburuk sangka? Hilangkan semua prasangka buruk dari benak kita. Karena prasangka buruk itu hanya menyakitkan diri sendiri.

Itulah tentang siapa kita setelah lebaran. Tidak usah berkomentar yang hanya tahu sedikit saja. Tanpa tahu banyak yang sebenarnya. Maka jangan terburu-buru berprasangka buruk bila tidak mampu berprasangka baik. Salam literasi #HikmahLebaran #CatatanIdulFitri #TBMLenteraPustaka

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun