Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.
Pelajaran dari Perempuan Penjual Makanan Buka Puasa
Menjelang puasa, seorang perempuan yang seharian menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, mendatangiku, bersama suaminya. Kedatangannya bukan untuk menagih hutang, bukan pula untuk bersilaturahmi, tetapi membawa sebuah misi. Ia minta izin untuk mendirikan tenda di depan POTRET Gallery.
Sebuah tenda untuk berjualan makanan buka puasa, berupa aneka penganan buka puasa. Menurutnya, lokasi itu sangat strategis untuk berjualan penganan buka puasa, karena jalan ini adalah jalan yang ramai dilewati orang setiap hari. Apalagi memang kawasan ini adalah kawasan kuliner yang setiap hari ramai dikunjungi.
Ada banyak sekali warung kopi, tradisional dan bernuansa moderen yang beroperasi setiap hari dari pagi hingga malam hari. Kecuali selama Ramadan, tidak satu pun warung kopi, cafe dan penjaja makanan lainnya yang membuka pagi hingga siang hari, karena memang dilarang berjualan siang hari selama Ramadan.
Kalau ada yang berani buka dan melayani atau menjual makanan, pasti akan berurusan dengan pihak Satpot PP dan WH. Masyarakat sendiri pun akan marah. Kalau mau jualan makanan atau penganan buka puasa, baru dibolehkan pada pukul 14.00 atau pukul 15.00 WIB. Lalu, ketika waktu yang ditentukan tersebut, maka menjamurlah penjual makanan atau penganan buka puasa di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya tersebut. Bahkan bukan hanya di sepanjang jalan Prof. Ali Hasyimi tersebut, tetapi bersambung ke jalan T. P. Nyak Makam hingga mendekati kantor Gubernur Aceh.
Nah, misi perempuan penjual penganan untuk mendirikan tenda di depan POTRET Gallery tersebut, disambut dengan senang hati. Alasannya sederhana saja. Ya, ada beberapa alasan. Pertama, tenda itu tidak untuk jangka waktu lama. Hanya untuk sebulan, selama bulan Ramadan. Tidak akan mengganggu kegiatan jualan kami di POTRET Gallery, walau sebenarnya ruang itu bisa untuk parkir sepeda motor atau satu mobil. Kedua, Apa yang dilakukan oleh perempuan penjual penganan tersebut adalah kegiatan ekonomi yang menjadi concern, majalah POTRET dan Center for Community Development and Education (CCDE) yang selama ini aku jalankan.
Jadi, mengizinkan beliau mendirikan tenda dan berjualan di tempat itu juga menjadi bagian dari misi pemberdayaan perempuan secara ekonomi. Jadi selaras bukan? Tentulah begitu. Ke tiga, ternyata juga membawa keuntungan bagi usahaku, karena membuat orang-orang ikut singgah belanja di POTRET Gallery.
Dengan demikian, memberikan makna bahwa ketika kita berlapang dada, membantu orang lain, maka banyak kemudahan yang diberikan Allah kepada kita yang kadangkala tidak kita sadari. Maka, jangan takut berbaik hati dan berbuat baik kepada orang lain, walau sebesar zarah sekali pun. Allah akan membalasnya lewat berbagai cara. Selain itu, aku pun banyak belajar dari kegiatan jualan kue tersebut.
Aku mengamati aktivitas yang dijalankan perempuan tersebut sejak hari pertama puasa hingga batas aku menuliskan dalam tulisan ini. Apa yang aku lakukan adalah mengamati bagaimana ia memulai jualan, bagaimana ia berjualan, bagaimana dan siapa orang-orang yang datang membeli penganan dan sebagainya. Pendeknya aku bagaikan seorang peneliti yang sedang mengumpulkan data untuk penelitian. Tidak salah bukan? Ya, apa salahnya? Sekali lagi, tidak ada salahnya.
Lalu, apa pelajaran yang ia berikan kepadaku? Dari hasil pengamatan yang intens, selama beberapa hari, sejak hari pertama puasa, hingga sore kemarin, 26 Mai 2018? Ia memberikan aku banyak pelajaran. Betul. Ada beberapa pelajaran penting dan perlu dibagi. Bukan bagi-bagi uang, tapi berbagi cara mendatangkan uang. Anda mau? Ternyata ibu penjual kue atau penganan ini adalah nara sumbernya. Kok bisa? Ya, jelas bisa.
Ah, jadi tak sabar rasanya. Apa saja pelajaran yang ia berikan itu. Seperti disebutkan tadi, banyak pelajaran penting dari diri dan aktivitas ia berjualan. Ia membuktikan bahwa membuka usaha itu mudah. Tidak seperti yang ada dalam pikiran banyak orang bahwa membuka usaha itu berat atau serba susah. Padahal mudah, buktinya ia bisa lakukan dengan mudah. Ia pun sudah sekian hari berjualan dan banyak pembelinya. Apakah ia berfikir sama seperti kebanyakan orang lain yang selalu berkata, susah, tidak modal atau ah nggak level?
Ternyata ia berfikir beda, karena ia berfikir sederhana untuk memulai bisnis atau usaha. Ia punya ide atau gagasan untuk buka usaha, dia menentukan apa usahanya, lalu ia kerjakan, karena ia mau dan bisa. Ia tidak berkata, aku tidak punya modal, seperti kebanyakan yang disebut dan difikirkan orang di kala mau buka usaha. Benar kan? Selama ini banyak orang yang pusing, karena tidak punya pekerjaan.