Taufiq Rahman
Taufiq Rahman Administrasi

Menyukai sunyi dan estetika masa lalu | Pecinta Kopi | mantan engineer dan titik titik...

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Tentang Mudik

31 Mei 2019   16:02 Diperbarui: 31 Mei 2019   16:07 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentang Mudik
Sumber gambar: https://www.expatindo.org

Fenomena unik mudik mungkin hanya bisa dijumpai di Indonesia, meski, konon di beberapa negara lain juga ditemukan fenomena mudik.

Mudik adalah pekerjaan sangat besar, bagi rakyat dan bagi Pemerintah. Hampir semua orang sibuk, karena puluhan juta manusia bergerak dalam waktu bersamaan.

Mudik adalah budaya bangsa yang telah mentradisi yang dikemas dalam suasana agamis dan sangat religius.

Mudik, kadang-kadang dilematis: merepotkan, tidak rasional, boros, melelahkan dan menguras banyak tenaga. Banyak di antara para pemudik yang tega 'menyiksa' anak-anak mereka dengan panas, hujan, angin dan debu.

Mereka harus berdesak-desakkan di bus, bersepeda motor hingga ribuan kilometer jauhnya dan mencari oleh-oleh. Bahkan banyak koran mengabarkan, mereka harus mengadu nyawa di jalanan hanya untuk bisa pulang dan bertemu (jumlah korban meninggal dunia selama mudik 2018 dikabarkan sebanyak 92 Orang). Namun, meski demikian, kenyataannya, toh orang-orang tetap melakukan mudik setiap tahunnya!!

Mudik, bagi banyak orang, diyakini merupakan upaya bertemu untuk meminta maaf dan meng-aktualisasikan pertemuan yang sebelumnya mungkin hanya ada dalam memori. Maka, karena itulah, meski sms, chatting, email, telepon dan bahkan video call sudah hadir, mudik tetap tidak bisa tergantikan.

Mudik dan Etalase

Mudik, bagi para perantau dan pekerja di kota-kota besar, mungkin bisa dimaknai sebagai etalase kecil atas jerih payah mereka bekerja selama satu tahun di tempat yang jauh dari kampung dan keluarga.

Atau, mudik juga dimaknai sebagai media untuk berbagi kisah kepada sanak saudara dan teman-teman bermain pada saat kita kecil dahulu, bahwa si pemudik telah sukses memenangi persaingan dan menaklukkan kerasnya hidup di kota metropolitan.

"Apakah yang demikian dapat dikatakan pamer dan melenceng dari makna sesungguhnya mudik?" tanya temanku.

Aku hanya tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun