Ketika Bubur Sumsum Menjadi Warisan Kuliner Ramadan
Setiap bulan Ramadan tiba, berbuka puasa menjadi lebih dari sekadar waktu untuk mengisi perut yang kosong.
Momen ini menjadi ajang berkumpul, berbagi, dan mempererat kebersamaan dengan keluarga.
Di antara berbagai pilihan takjil yang tersedia, bubur sumsum selalu punya tempat istimewa di hati banyak orang.
Tak hanya lezat, hidangan tradisional ini juga memiliki nilai budaya yang kaya dan erat kaitannya dengan tradisi berbuka di Indonesia.
Bubur Sumsum dan Makna di Balik Kesederhanaannya
Bubur sumsum memang sederhana, hanya terdiri dari tepung beras, santan, dan gula merah.
Namun, justru dalam kesederhanaannya tersimpan makna yang mendalam. Teksturnya yang lembut dan rasa manisnya yang khas sering kali dianggap sebagai simbol kehangatan dan kebersamaan dalam keluarga.
Tak heran, banyak orang yang mengenang masa kecil mereka dengan bubur sumsum yang disajikan oleh ibu atau nenek di meja makan.
Dalam banyak budaya di Indonesia, bubur sumsum juga memiliki peran lebih dari sekadar makanan. Di beberapa daerah, hidangan ini sering disajikan dalam acara-acara tertentu sebagai simbol harapan dan doa.
Saat Ramadan tiba, bubur sumsum menjadi salah satu takjil favorit karena dipercaya membantu mengembalikan energi dengan cara yang lembut bagi perut setelah seharian berpuasa.
Dari Warisan Kuliner Indonesia, turun ke Tradisi Kuliner Keluarga
Setiap keluarga memiliki tradisi berbuka yang berbeda, tetapi ada satu kesamaan yang sering ditemukan: berbuka bersama adalah momen yang paling dinantikan.
Bubur sumsum, dengan rasa dan teksturnya yang khas, menjadi bagian dari tradisi ini.
Bahkan, di beberapa rumah, ada kebiasaan di mana anak-anak membantu menyiapkan bubur sumsum, menciptakan interaksi yang mempererat hubungan keluarga.
Di era modern ini, banyak makanan baru bermunculan sebagai pilihan takjil, tetapi bubur sumsum tetap bertahan.
Kedai-kedai dan pedagang kaki lima masih setia menyajikannya, bahkan dengan berbagai inovasi seperti tambahan durian, pandan, atau bahkan boba.
Namun, bagi banyak orang, bubur sumsum klasik tetap menjadi favorit karena lebih dari sekadar makanan. Ia bisa menjadi kenangan, tradisi, dan bagian dari identitas budaya kita.
Ketika Ramadan tiba dan bubur sumsum hadir di meja berbuka, ingatlah bahwa di balik semangkuk hidangan sederhana ini, ada sejarah panjang dan kehangatan yang mengikat kita dengan keluarga dan tradisi.
Sebab, berbuka bukan hanya soal mengisi perut, tetapi juga tentang merayakan kebersamaan yang semakin langka dalam kehidupan modern.
Content Competition Selengkapnya
MYSTERY TOPIC
Bercerita +SELENGKAPNYA
Ketemu di Ramadan

Selain buka puasa bersama, Kompasiana dan teman Tenteram ingin mengajak Kompasianer untuk saling berbagi perasaan dan sama-sama merefleksikan kembali makna hari raya.
Info selengkapnya: KetemudiRamadan2025