Merindu Damai antara Cebong dan Kampret di Idulfitri Tahun Ini
Bong...bong, selalu bangga banggain infrastruktur melulu pada kenyataannya mah tarif tol juga naik, pesawat apalagi, harga daging juga meroket,lha mudik juga nggak bisa karena semua serba mahal, makanya kalau jadi cebong, cerdas apa!
Lha loe kampret nggak pernah bisa terima kekalahan, jangan kufur nikmatlah, dasar kampret!Otaknya juga kebalik melulu sih, makanya kalau otak tuh dipakai berpikir dong.
Celotehan dan saling ejek seperti diatas merupakan perseteruan kelompok cebong yang dianggap pendukung presiden Jokowi, sedangkan kampret adalah sebutan bagi pendukung Prabowo, pertikaian antara cebong dan kampret di mulai sejak tahun 2014 hingga kini dan mungkin nanti lima tahun kedepan.
Apapun momennya pasti akan ada perseteruan cebong dan kampret.
Contoh teranyar saat berpulangnya mantan ibu negara Ani Yudhoyono, saat Prabowo mengucapkan bela sungkawa dan mengucapkan pilihan politik almarhumah, netizen terbagi dua, cebong seakan menemukan momentum untuk membully Prabowo yang dirasa kurang etis saat melayat.
Sebelumnya netizen pun nyinyir saat putera presiden Jokowi, Kaesang ketika melayat malah memakai jeans, penampilan seperti itu tidak patut yang akhirnya Kaesang pun meminta maaf.
Perseteruan seakan mendarah daging bagi pendukung dua kubu dan sepertinya tak akan ada kata maaf, tapi benarkah memang perseteruan ini terus berlanjut?
Dari gelagatnya sih pertikaian ala cebong dan kampret akan tetap panas, namun kita jua ingin merasakan api permusuhan dapat segera padam, moment iedul fitri ini rasanya pas untuk hadirkan kedamaian bagi kedua kubu, sambil menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi soal sengketa pilpres.
Ada baiknya memang pertikaian elite politik sampai ke akar rumput bisa di eliminisir, sehingga Indonesia pun menjadi lebih damai, moment saling memaafkan di event Iedul Fitri bukanlah sebuah bayang semu dan bukan pula fatamorgana.
Demarkasi Cebong Kampret di Mulai dari Saat Ini
Menyudahi pertikaian memang tak semudah membalikan telapak tangan namun bukan berarti peluang untuk melaksanakan "gencatan senjata" antara para pendukung tak bisa dilakukan sama sekali.
Rekonsiliasi pasca Ramadhan dan titik nol untuk tidak saling menjelekan diantara kubu cebong dan kampret dapat dilakukan di moment iedul fitri, seusai sholat dan seliweran ucapan di medsos biasanya mengungkapkan kata kata maaf. Disinilah sebenarnya secara jujur kita ungkapkan bahwa perseteruan berakhir, pilihan untuk tidak saling memaki di media sosial dapat terjadi dan kedewasaan untuk saling menghormati pilihan politik tanpa perlu saling menjatuhkan.
Iedul fitri menjadi tonggak awal merayakan moment saling memaafkan dan Indonesia pun menghentikan saling caci maki antar anak bangsa sendiri.