UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Freelancer

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Dosen Umsida Jelaskan Puasa Sebagai Ekspresi Kemanusiaan

13 Maret 2024   15:12 Diperbarui: 2 April 2024   10:20 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dosen Umsida Jelaskan Puasa Sebagai Ekspresi Kemanusiaan
Freepik

Dibulan Ramadhan yang suci ini Dr Kumara Adji Kusuma SFil I CIFP dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) berikan tanggapan bahwa puasa adalah ekspresi kemanusiaan.

Dalam kisah yang disampaikan al-Quran tentang dimulainya kehidupan dunia, Allah memerintahkan manusia, Iblis, dan setan untuk turun/keluar dari Surga (al-Baqarah: 38). Manusia turun untuk memenuhi takdirnya sebagai khalifah Allah di Bumi (30) dan Iblis-setan keluar untuk menjadi musuh abadi bagi manusia (al'A'raf: 12-18).

Sebagai khalifah (wakil/pengganti) Allah di Bumi, Allah menjanjikan kepada manusia dengan kelengkapan perangkat kehidupan berupa petunjuk "Langit" sehingga siapa pun anak keturunan Adam yang menerima petunjuk-Nya maka tidak ada rasa takut dan rasa sedih (al-Baqarah: 38). Petunjuk ini merupakan hikmah Allah karena salah satu sifat manusia yang bisa tergelincir atas bujuk rayu setan (al-Baqarah: 36) dan Iblis.

Janji itu diwujudkan Allah hingga pada setiap generasi keturunan Adam. Pada setiap umat di setiap zaman, ada Nabi yang diutus untuk membawa petunjuk-Nya. Ya, dalam Islam, keyakinan bahwa Allah mengirim seorang nabi kepada setiap umat (kaum) adalah ajaran yang fundamental (an-Nahl: 36; Yunus :47). Fundamental, karena petunjuk ini nilai dasar keyakinan, dan setiap wahyu yang turun selalu membawa perubahan besar di masyarakat.

"Setiap nabi menerima petunjuk Allah yang menjadi risalah kehidupan. Dalam konteks ini, risalah tersebut menjadi aturan hukum yang mengikat manusia dalam kehidupan sehari-hari, tentang ibadah dan muamalah."

Tidak heran jika Prof Ziaul Haque, dalam Wahyu dan Revolusi membahas bagaimana wahyu Islam memengaruhi atau dapat menjadi dasar bagi revolusi atau perubahan positif dalam masyarakat Muslim, baik dalam hal pemikiran, nilai, atau tindakan. Karena setiap nabi kemudian melakukan "perlawanan" terhadap berbagai tindak kejahatan, kezaliman, kekejian, kemaksiatan, terutamanya kemusyrikan.

Dalam bentangan sejarah, para nabi dan rasul Allah telah menunjukkan bagaimana wahyu yang diterimanya mewajibkan dirinya untuk melakukan perubahan-perubahan yang fundamental dalam masyarakat. Selanjutnya, dalam kondisi normal pascakemenangan sang Nabi, mewujudlah syariah bagi masyarakatnya. Dan dalam beberapa waktu setelah sepeninggal nabinya, kemudian terdapat penyimpangan-penyimpangan fundamental hingga menjadi ajaran, doktrin, agama yang berbeda dari ajaran nabinya. Kemudian Allah mengirimkan kembali utusan-Nya untuk meluruskan penyimpangan tersebut. Demikian seterusnya hingga Rasul terakhir.

Syar'u Man Qablana

Dalam usul fikih ada istilah "syar'u man qablana." Secara harfiah diterjemahkan sebagai "hukum bagi umat sebelum kita". Konsep ini merujuk pada keyakinan dalam Islam bahwa setiap umat sebelum umat Islam juga menerima petunjuk dan perintah dari Allah melalui nabi-nabi yang diutus kepada mereka.

Setiap nabi menerima petunjuk Allah yang menjadi risalah kehidupan. Dalam konteks ini, risalah tersebut menjadi aturan hukum yang mengikat manusia dalam kehidupan sehari-hari, tentang ibadah dan muamalah. Risalah terakhir yang diterima manusia adalah disampaikan kepada Rasul Muhammad SAW. Berbagai syariah sebelumnya, setelah disampaikannya wahyu kepada nabi penutup, menjadi mansukh (terbatalkan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun