Mukidi dan Mie Instan
(Mohon maaf di Samber THR hari ke-4 ini saya tidak menulis sesuai topik yang diminta admin K. Selain karena saya tidak pernah berkreasi saat merebus mie instan, juga karena tidak bisa bikin video. Saya akan menulis kisah Mukidi saja, masih ada hubungannya, sih, dengan mie instan)
Hari keempat puasa Mukidi terlihat lemas saat pulang kerja.
"Kenapa, Pah. Kok lemes gitu, banyak kerjaan ya?" tanya istrinya khawatir.
"Yah ... begitulah, Mah. Hari ini sibuk sekali," jawab Mukidi sambil berselonjor di karpet.
"Tapi Papah tetep puasa, kan?" tanya istrinya seraya melirik muka Mukidi.
"Pasti dong. Sebagai orang tua kita, kan, harus memberi contoh pada anak-anak. Masa harus berbuka." Mukidi menegakkan tubuhnya seraya menepuk dada.
Istrinya mengangkat dua jempolnya tanda kagum.
"Sebanyak apa pun pekerjaan, selemas bagaimanapun tubuh kita karena bekerja, tetep puasa, mah, jangan batal," lanjut Mukidi sambil kembali menepuk dada.
"Wah, Papah memang hebat." Anak perempuannya yang sedang menggambar turut mengangkat jempolnya.
Mendapat dua jempol dari istri dan anak perempuannya, Mukidi semakin bersemangat berceramah. Intonasinya pun meninggi. Tak lupa kedua tangannya bergerak-gerak saat bicara, juga menepuk dada beberapa kali.