Menyikapi Perbedaan Penetapan 1 Syawal
"Berpuasalah karena melihatnya (hilal Ramadan) dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihatnya. Jika (hilal) tertutup oleh mendung, sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban tiga puluh hari." (HR. Bukhari, 2/1810)
Rukyatul hilal sebagai metode yang sah dalam menentukan awal puasa dan hari raya merupakan ijmak ulama. Hal ini berkaitan dengan kondisi umat pada masa Nabi saw. yang belum familier dengan hisab. Diriwayatkan dari Ibn Umar, Nabi saw. bersabda,
"Kita adalah umat yang umi, tidak bisa membaca dan menghitung. Bulan itu begini dan begini (maksudnya terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari). (HR. Bukhari, 2/1814)
Hisab
Hisab merupakan penghitungan ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Posisi matahari menjadi patokan dalam menentukan masuknya waktu salat, sementara perkiraan posisi bulan menjadi patokan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Meskipun tidak secara persis dipergunakan pada zaman Rasulullah saw., tetapi ia menjadi metode yang sah dalam menentukan awal Ramadan dan awal Syawal. Sandarannya adalah firman Allah Swt.:
"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)." (QS. Yunus: 5)
PP Muhammad telah menetapkan 1 Syawal tanggal 21 April hari Jumat.Sementara pemerintah baru akan melakukan pemantauan (rukyah) hilal pada hari Kamis.
Kalau hari Kamis itu Hilal sudah terlihat, maka berari besok sudah memasuki bulan baru (Syawal). Sehingga tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Jumat tanggal 21 April.
Jika demikian, maka tidak ada permasalahan.Tidak ada perbedaan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah dan NU.
Permasalahannya adalah jika di hari Kamis itu hilal belum tampak. Yang artinya hari esoknya (Jumat) masih bulan Ramadan, dan tanggal 1 Syawalnya jatuh pada hari Sabtu tanggal 22 April. Sehingga terjadi perbedaan hari Iedul Fitri.
Jadi, ikut mana lebarannya, Muhammadiyah atau Pemerintah (dan NU)?