Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.
Lebaran di Mata Disabilitas Netra
Pastinya saat momen lebaran saya harus menyiapkan mental dengan stok yang harus saya cari dengan tidak sederhana.
Mulai dari perenungan, menguatkan diri, dan berdoa tiada putus saya lakukan untuk meng-suport keadaan ini.
Mengapa begitu?
Ya, sederhana sih. Di dusun yang mayoritas tidak bisa menerima sebuah hal baru terkadang membuat saya berada di suasana gundah gulana.
Isu disabilitas yang tidak bisa masyarakat desa pahami terkadang membuat saya serasa dilabeli, disudutkan, dan bahkan serasa dilemahkan.
Ada yang respek, resek, dan juga ada yang sok tahu. Beberapa pernyataan atau pertanyaan yang membuat saya ingin kabur saat itu juga adalah:
"Mas ini kasihan ya! Udah ndak bisa melihat, ntar dia gimana ya masa depannya?" bisik seorang ibu-ibu di telinga kawannya.
"Ssst! Itu mas e ndak bisa melihat. Ihh kasihan banget ya. Padahal waktu kecil dia ndak begitu." Balas si teman ibu tadi. Tentu, masih berbisik.
Anehnya mereka berbisik gitu, posisi saya ada di depan mereka. Mungkin mereka tidak sadar kalau kepekaan telinga saya jauh dari mereka. Jadi obrolan mereka bisa saya tangkap.
Beberapa omongan seperti itu yang kadang membuat saya agak mecucu, duduk ndak enak, dan makan pun jadi hambar. Sebenarnya mereka itu mau apa sih?
Mbok ya, mending ngobrol langsung sama saya. Daripada mereka diskusi tanpa arah, dan jatuhnya memandang orang seperti saya ini tidak memiliki masa depan.