Tradisi Saling Menghantar Makanan Jelang Lebaran
Ini pengalaman masa kecil dulu setiap menjelang hari raya Idulfitri alias menjelang lebaran. Ini tentang sebuah tradisi, yang mungkin saja saat ini di sebagian tempat masih ada tapi di sebagian tempat lain sudah tidak ada.
Di kampungku dulu yang ada di wilayah kabupaten Cianjur (Jawa Barat) dan kampung-kampung sekitarnya, setiap menjelang lebaran ada sebuah tradisi saling menghantar makanan dengan kerabat atau tetangga. Tradisi ini disebut dengan nganteuran (Bahasa Sunda = menghantarkan).
Tradisi nganteuran tersebut mungkin juga tidak hanya ada di Cianjur, tapi juga ada di kabupaten atau wilayah lain di Jawa Barat khususnya.
Tradisi nganteuran ini biasanya sudah mulai dilakukan oleh satu keluarga sepuluh hari menjelang lebaran. Akan tetapi umumnya banyak dilakukan H min tiga menjelang lebaran. Sedangkan puncaknya adalah H min satu menjelang lebaran.
Tradisi nganteuran adalah tradisi saling menghantar makanan berupa nasi lengkap dengan lauk pauknya. Nasi dan lauk pauknya itu dikemas ke dalam satu set rantang.
Untuk melakukan tradisi tersebut sebuah keluarga sengaja memasak makanan yang banyak. Kurang lebih seperti mau hajatan dalam skala kecil.
Mereka, dari pagi hari memasak nasi, daging, tumis (wortel, kol, dan bihun), goreng kentang, goreng kerupuk, dan sebagainya. Nah siang menjelang sore hari makanan itu mulai dihantarkan.
Banyak atau sedikitnya makanan yang dimasak, tergantung seberapa banyak keluarga yang akan dianteuran. Mungkin 20 keluarga, mungkin 30 keluarga, atau mungkin lebih banyak dari itu. Jadi banyaknya makanan yang dimasak disesuaikan dengan "target" keluarga yang akan dihantarkan makanan.
Keluarga yang dihantarkan makanan biasanya dimulai dari tetangga atau kerabat terdekat. Umumnya tetangga/kerabat yang ada di depan rumah terlebih dahulu, baru kemudian tetangga/kerabat lainnya.
Siapa yang menghantarkan makanan itu? Umumnya anak-anak kecil (usia sekolah dasar atau SMP) yang ada di keluarga itu. Akan tetapi jika satu keluarga yang akan menghantarkan makanan tidak punya anak kecil, mereka biasanya mengupah anak tetangga atau anak kerabat mereka untuk menghantarkan makanan.
Itulah momen yang paling "menyiksa" bagi para anak-anak dari tradisi nganteuran. Sebab mereka harus menghantarkan makanan yang sudah di kemas dalam satu set rantang secara door to door kepada banyak keluarga. Bagi anak-anak itu kecil bukan hal yang ringan.
Bayangkan saja, dalam keadaan lapar berpuasa para anak-anak melihat dan mencium makanan yang enak dan harum menggoda. Itu merupakan "siksaan" pertama.
Kemudian dalam keadaan haus dan lemas para anak-anak harus membawa rantang makanan yang cukup berat bagi ukuran anak-anak. Itu "siksaan" yang kedua.
Selanjutnya dalam keadaan haus dan lemas pula para anak-anak harus membawa rantang dan berjalan cukup jauh mengunjungi tiap rumah. Kadang rumah yang dituju ada yang jaraknya sampai satu kilometer lebih. Itu "siksaan" yang ketiga.
Namun mau tidak mau para anak-anak harus mau. Sebab menurut ketentuan tidak tertulis, yang harus menghantarkan makanan itu harus anak-anak, bukan orang tua.
Hal itu secara tidak langsung dimaksudkan untuk mengajarkan anak-anak agar bisa bersosialisasi dengan kerabat atau tetangga mereka. Mereka bisa bersilaturahmi dan mengenal kerabat atau tetangga mereka.
Tradisi nganteuran memang merupakan tradisi yang baik. Sebab tradisi nganteuran adalah tradisi berbagi dengan orang lain. Berbagi dengan orang lain tentu merupakan hal yang baik dan terpuji.
Akan tetapi ada sisi negatif dari tradisi nganteuran ini. Apa itu? Oleh karena tradisi nganteuran biasanya dilakukan secara bersamaan, maka makanan yang dihantarkan jadi menumpuk dan mubazir. Ketika keluarga A menghantarkan makanan ke keluarga B atau C, maka keluarga B atau C juga akan melakukan hal yang sama.
Beda halnya jika tradisi nganteuran dilakukan tidak secara bersamaan. Makanan yang dihantarkan akan bisa dinikmati oleh keluarga yang menerima makanan itu. Seperti jika tradisi nganteuran dilakukan H min sepuluh hari menjelang lebaran misalnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, kini tradisi nganteuran, yakni menghantar makanan berupa nasi dan lauk pauknya sudah tidak ada lagi di daerahku. Tapi sebagian bermetamorfosis dalam bentuk lain.
Kini orang-orang tidak lagi saling menghantar makanan berupa nasi dan lauk pauknya, tapi berganti saling menghantar makanan dalam bentuk lain. Seperti saling menghantar kue kaleng, paket kue-kue khas lebaran plus buah-buahan, atau bentuk lainnya.