Hikmah Kebaikan "Berpuasa Sehat" Bersama Si Buah Hati
"Bu, anak saya baru TK, tapi sudah minta ikutan puasa Ramadhan. Bahkan saya minta puasa setengah hari, maunya full!. Padahal sehari-hari makan aja susah. Suka pilih-pilih makanan. Saya, nggak tega jadinya"!. Kata seorang ibu berkeluh kesah dengan istri saya, ketika menjemput anak di sekolah.
Memang bisa menimbulkan sedikit dilematis, ketika anak-anak ingin "belajar" berpuasa, sedangkan kita sebagai orang tua merasa lebih memahami apa sebenarnya kebutuhan dan apa yang sedang terjadi pada anak. Padahal kita juga ingin membiasakan anak berpuasa di bulan Ramadhan sejak kecil
Pada anak-anak yang cenderung susah untuk makan, apalagi jenis makanan seperti sayur-sayuran, problem itu jika dilihat dari sudut pandang orang tua menjadi masalah besar. Terutama karena kekuatiran pada berkurangnya asupan makanan pada jam-jam jadwal makan seharusnya, pagi, siang.
Tapi bagi anak, terlepas dari kebiasaan malas makan, dan cenderung pemilih-puasa bisa menjadi salah satu alasan ia menolak untuk makan, padahal diam-diam ia juga minum sekedarnya, dan bilang sedang berpuasa.
Sebagian anak-anak yang memilih puasa juga karena alasan rasa penasaran, tentang puasa. Mengapa harus berpuasa, dan berapa lama ia bisa bertahan layaknya orang dewasa berpuasa. Atas dasar alasan itu, sebagian anak-anak ada yang memaksakan diri terus "bertahan" dengan puasanya karena ingin menguji, atau karena sekedar "gengsi".
Apalagi jika teman sebaya di sekolahnya , walaupun di TK juga ada yang berpuasa.
Karena masih tahap belajar puasa, dan kuatir kekuatiran kurang asupan makanan selama berpuasa, ibu saya dulu memaksa saya tetap sahur, meskipun bangun terlambat.
Pernah suatu ketika, ibu menutup gorden kamarnya agar tak terlihat hari sudah pagi, ketika saya bangun terlambat dan minta ikut sahur dan berpuasa.
Makanan yang Seimbang
Keinginan berpuasa pada anak-anak, bisa menjadi cara kita membangun dialog. Menggunakan kesempatan mengajaknya belajar tentang kebutuhan makanan sehat.
Orang tua saya dulu selalu bilang, boleh berpuasa, tapi waktu berbuka dan makan sahur harus makan sayur walaupun sedikit. Padahal saya paling anti dengan sayur.
Secara persuasif ibu saya bilang, kalau mau belajar puasa harus makan sayur, biar kuat-"Coba lihat Popeye, badannya kuat karena makan bayam", kata ibu saya.
Begitu juga ketika berbuka juga disediakan makanan manis dan juga sayuran. Ibu saya selalu bilang, sayur bisa mengembalikan kekuatan yang hilang karena kita berpuasa. Meskipun dengan enggan, karena alasan yang sedikit masuk akal, akhirnya saya menurut saja, yang penting biar kuat!.
Sebenarnya alasan anak-anak bisa jadi berkaitan dengan gengsinya jika sampai berpuasa tapi ternyata tidak kuat. Atau merasa kalah bersaing dengan anak-anak sebayanya.
Padahal aturan puasa juga sudah menegaskan, tidak boleh makan dan minum selama sedang berpuasa. Tuhan akan melihat apapun yang kita lakukan, walaupun tidak dilihat orang. Sehingga anak-anak berusaha patuh, termasuk tidak makan atau minum sembunyi-sembunyi. Berusaha belajar nilai kejujuran.
Saat ini kebutuhan asupan untuk gizi berupa sayuran, mungkin bisa dipenuhi dengan banyak suplemen makanan tambahan, termasuk yang berfungsi stimulan mendorong anak menjadi makan lahap, termasuk makan sayuran yang telah dimodifikasi.
Istri saya biasanya membuatkan risoles, nugget atau meatball dengan modifikasi sayuran didalamnya. Menggunakan pilihan makanan favorit membuat anak-anak "tidak menyadari" bahwa komposisi makanannya juga terdiri dari campuran daging, ikan dan sayuran.
Tambahan menu berbuka atau sahur yang tidak pernah kami lewatkan adalah buah. Meskipun sahur di pagi hari, menu buah tetap dijadikan alternatif sajian. Bahkan karena anak-anak menyukai buah pir, kami tetap menyajikannya bahkan ketika sahur.
Berpuasa Sehat dan Berbagi Sukacita
Keseruan lain yang bisa dibangun sebagai dukungan anak yang berpuasa, mengajaknya menyiapkan menu berbuka. Sebenarnya ini hanya cara mengulur waktu. Pilihannya bisa membuat sendiri, menu yang kita searching di google, di kanal YouTube khusus kuliner, mencoba resep baru.
Biarkan anak terlibat dan ikut mengekplorasi sajian yang akan kita siapkan untuk berbuka. Meskipun urusan dapur bisa merepotkan, karena inisiatifnya untuk mengulur waktu, jadilah si anak jadi wakil chef kita. Meskipun hanya membantu plating, menghias kue, atau sekedar menggulung risoles-nya.
Kita bahkan bisa mengajaknya memasak untuk berbagi. Mengirimkan menu berbuka hasil masakan untuk nenek dan kakek, atau untuk teman dekat, sekalian bersilaturahmi, atau menjadwalkan kunjungan ke rumah dhuafa, yatim piatu setiap akhir pekan.
Tapi jika kita malas dengan aktifitas dapur, kita bisa membaut keseruan sendiri. Kita bisa ajak si buah hati berjalan-jalan santai, sambil hunting-berburu kuliner.
Ajak anak memilih sendiri menu berbuka-kue, makanan berat. Biarkan mereka "bertualang" sendiri memilih makanannya. Acara "hunting" makanan bisa mengenalkan anak-anak dengan jenis makanan tradisional, kue panganan, jajanan dan makanan sehat yang bukan fastfood. Biarkan mereka marasakan sensasi makanan tradisi.
Tentu saja dengan beri mereka pertimbangan sisi sehat dan menu baik untuk berbuka. Mengapa menu manis di perlukan ketika kita berbuka, apa saja menu yang bisa membuat perut kita bisa "ber-angin", jika mengkonsumsinya setelah perut kita kosong seharian, seperti anjuran tidak minum minuman bersoda.
Termasuk anjuran memilih buah segar untuk berbuka. Dan tidak berlebih-lebihan ketika berbuka, dengan pola "berpuasa sehat". Karena menurut pakar kesehatan, perut kita memiliki kemampuan terbatas dalam mengkonsumsi makanan. Kondisi setelah puasa, bisa menyebabkan "mesin" pencernaan mengalami kejutan jika langsung dipaksa dengan makanan yang berlebih.
Bahkan idealnya, ketika berpuasa di awal, kita memakan makanan ringan, kemudian diselingi dengan shalat Maghrib, barulah dilanjutkan dengan konsumsi makanan berat.
Perlu kita ketahui, mungkin kita hanya menghabiskan waktu sekitar 10 – 30 menit untuk menyantap makanan sehari-hari. Namun, tahukah kita bahwa proses pencernaan makanan di dalam tubuh jauh lebih panjang dibandingkan kegiatan makan itu sendiri.
Bahkan sekedar minum air putih saat perut kosong bisa meningkatkan laju metabolisme sebanyak 24 persen. Institut of Medicine’s Food and Nutrition Board pernah menyatakan bahwa rata-rata jumlah air yang harus dikonsumsi adalah 2,6 liter untuk wanita dan 3,7 liter untuk pria.
Menurut penuturan Profesor Hans-Heinrich Reckeweg, M.D., ahli toksikologi, dalam ulasannya di Biological Therapy Vol.1 No.2, 1983. “Sumber dari segala obat adalah menjaga makanan” (Hadits) “1/3 perut untuk makanan, 1/3nya lagi untuk minuman, dan 1/3 sisanya untuk udara”.Nah, bukankah hal ini sederhana, tapi menakjubkan?.
Puasa menjadi sebuah keseruan kita dan anak-anak, bahkan jika semuanya serba terbatas, puasa juga mengajarkan nilai kesederhanaan, bahkan seperti anjuran Nabi, berbuka dengan segelas air putih segar dan buah kurma dapat mendapat dua manfaat, sehat dan berkah puasa.