A. Dahri
A. Dahri Penulis

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa, Piranti Keintiman dengan Diri

14 April 2021   14:46 Diperbarui: 14 April 2021   14:52 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa, Piranti Keintiman dengan Diri
greatmind

Bentuk pengabdian kepada Tuhan adalah pelayanan; melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi larangan-Nya. Jika kita membaca shalawat kepada Nabi Muhammad maka Tuhan juga ikut serta, pun makhluk seisi alam. Karena begitulah kekasih. Ia akan mencintai siapapun yang mencintai kekasihnya.

Sudah tiba tamu agung itu, dalam sebuah Riwayat; "barang siapa yang Bahagia menyambut kedatangannya, maka diharamkan dirinya dari api neraka (kepayahan dan kerupekan)." Ramadhan, adalah bulan di mana setiap muslim akan berlaku intim kepada dirinya. Ia akan menelusuri ceruk terdalam di dalam dirinya, selama sebulan. Ia juga akan mengekang semua indera untuk tidak kalut dalam tipu daya keinginan. Begitu juga nafsu dalam batin yang halusnya mengalahkan sutera.

Seperti puasa Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, diwarnai dengan kajian-kajian yang jarang di bulan selain Ramadhan, namun menjadi sangat sering Ketika Ramadhan. Potensi untuk melakukan kebaikan menjadi sangat lebar. Segala macam kebaikan ditingkatkan pahalanya. Tuhan benar-benar Maha Pemurah. Tiada pahala yang besar yang diberikan selain di bulan penuh cinta ini. Oleh karenanya, puasa bukan hanya sebatas tidak makan dan minum atau bergumul dengan istri. Melainkan keintiman yang paling intim, khususnya dengan diri.

Puasa memiliki ragam bentuk dalam budaya Nusantara; tapa, samadhi, tirakat, ngeker, dan lain sebagainya. Namun substansi dari proses puasa dalah menjaga diri. Untuk menjaga diri maka perlu mengenali diri. Sehingga kedalaman bathinnya nyambung dengan pola laku yang dijalani selama sebulan puasa penuh. Lebih-lebih menjadi impact untuk kedepannya, setelah bulan puasa. Puasa menjadi laku olah rasa dan olah pangrasa. Keberpihakan dan ketepatan.

Sampai detik ini, tidak sedikit di antara kita yang berpihak kepada kebenaran subjektif. Kebenaran dalam sudut pandang personal. Bahkan cenderung mengkultuskan personal yang lain, yang mana dianggap memiliki kelebihan dibanding manusia pada umumnya. Keberpihakan dan ketepatan ini berjalan berbarengan. Tidak saling mendahului pun sebaliknya. Sehingga wajar, jika ada orang yang memiliki keberpihakan namun tiada ketepatan, maka hanya akan menyebabkan rasa tidak nyaman di sisi yang lain, pun sebaliknya, ada yang memiliki ketepatan namun tiada keberpihakan, ia hanya akan memikirkan dirinya sendiri.

Oleh karenanya, puasa menjadi sebentuk pengabdian kepada Tuhan yang langsung berkaitan dengan dirinya sendiri. Menjadi piranti untuk masuk kedalam diri sedalam-dalamnya. Seperti halnya tingkatan puasa; puasanya orang awam, puasanya orang khusus, puasanya orang superkhusus.

Puasanya orang awam, Sebagian besar manusia memaknai puasa dengan tidak makan, minum dan dhuhul (istilah lain dari bergumul). Yang terpenting adalah puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari ditelan senja. 

Apakah puasa ini tiada berpahala? Tentu kita tidak memiliki hak untuk saling menghakimi perihal pahala. Karena yang jelas, dengan tidak makan dan minum atau menjaga kemaluan, manusia sudah memasuki tahap ngreksa candra, menjaga keinginan, atau hawa.

Puasanya orang khusus,  ada sebagain di antara kita yang melakukan puasa tidak hanya menahan makan, minum dan jimak. Melainkan menjaga hati dan pikiran juga. Di mana dikatakan puasa ini dilakukan oleh orang yang sudah memenuhi lima syarat; berkata jujur, menjauhi kejahilan, beribadah tanpa mengharap pahala, tidak hasut, dan menjaga cinta kepada Tuhannya. Oleh karena itu, puasa ini juga dikatakan sebagai bentuk dari hamekeg hawa sanga, atau menjaga lubang Sembilan dalam diri manusia.

Yang terahir adalah puasanya khawasul khawas, atau puasanya orang superkhusus. Di mana ada manusia yang benar-benar melakukan pengabdian kepada Tuhan dengan menjaga seluruh anggota badan dan hatinya untuk hanya mencintai dan condong kepada Tuhan. Tiada hal yang dilakukan selain atasNya, dariNya dan untukNya. Sehingga pemahaman sangkan paraning dumadi benar-benar dilaksanakan dalam setiap Langkah kehidupannya.

Sehingga puasa tidak hanya menjadi sebuah ibadah rutin di setiap bulan Ramadhan. Karena yang terpenting adalah setelah bulan Ramadhan itu sendiri. Ada internalisasi nilai yang digathuk tularkan dari apa yang dilaksanakan di bulan Ramdhan pada bulan-bulan setelahnya. Sehingga ada upgrade kualitas diri manusia dalam menjalani cinta dan kasih Tuhan Semesta Alam. Di samping itu, puasa adalah ibadah di mana manusia benar-benar tanpa batas dan penghalang untuk bertegur sapa dengan Tuhan. Semoga puasa kita kali ini mendapat taufiq dan hidayah dari Allah swt. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun