A. Dahri
A. Dahri Penulis

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Wanita dan "Expansion of Life"

15 April 2021   13:35 Diperbarui: 15 April 2021   13:51 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti pagi-pagi di hari sebelumnya, karena sudah Ramadhan tentu selepas sahur akan bersambung sampai matahari terbit. Hidangan sahur yang sudah disiapkan istri saya malam ini membuat saya terjaga dengan penuh rasa syukur; bersyukur karena masih diberi kehidupan, dan bersyukur karena selalu ada wanita yang menemani di dalam kondisi apapun. Di samping itu juga masih ada anak kami yang berumur empat bulan. Artinya tugas wanita menjadi sangat berat. Ia harus memenuhi kebutuhan dua orang sekaligus; suami du satu sisi dan anak di sisi yang lain.

Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana ia memenuhi kebutuhannya? Dalam konteks ini, kebutuhan bukan hanya yang bersifat asupan makanan, gizi untuk Kesehatan, pakaian baru, hp baru dan lain sebagainya. Tetapi kebutuhan yang bersifat batiniyah, ketengan, kenyamanan, kepuasan dan keterleluasaan pikirannya. Namun, ia mampu. Sebagai wanita, mereka memiliki kepekaan rasa yang kuat. Kapan harus mengolah rasa dan karsanya; ketepatan.

Dalam satu kondisi, seorang pria akan lebih mengandalkan posisinya. Sebagai tulang punggung, pemenuh kebutuhan sehari-hari dan jangka Panjang. Namun jauh dari pada itu, pria memiliki kelemahan yang benar-benar lunglai, lumpuh di satu sisi. Sisi itulah diambil perannya oleh wanita. Pria tidak akan merasakan bagaimana kepenatan seorang istri yang harus penuh mengurus keluarga dan tetek bengeknya. Walau demikian, seorang pria memiliki peran yang juga cukup penting. Salah satunya adalah pengambil kebijakan. Memutuskan sebuah persoalan.

Artinya ada ruang kendali, entah itu di luar dan -- atau di dalam diri manusia. Sehingga beragam peran antara pria dan wanita saling diisi dan dilengkapi. Ruang-ruang dalam kehidupan itu kemudian menjadi terisi Ketika saling mengisi satu dengan yang lain; antara suami dan istri. Tidak lantas diperdebatkan dengan kaca mata "gender". Bukan berarti saya menolak pendekatan itu, tetapi perlu dipahami bahwa ada kacamata yang lebih luas dari itu; "Manusia".

Oleh karenanya, dengan kaca mata "manusia", baik pria dan wanita akan menemukan ruang ekspansi kehidupannya. Logika sederhananya, Ketika seseorang berada dalam kamar sempit ia akan bosan dan lalu keruang tengah, dan ternyata di ruang tengah ia masih merasa bosan dan akhirnya ia keluar rumah, setelah di luar rumah ternyata masih sama, ia merasa bosan. Kemudian ia pergi ke gunung, pantai dan akan terus begitu, akan banyak ekspansi-ekspansi yang akan dilakukan dalam kehidupan personalnya pun ikatan keluarganya.

Pemegang Keputusan

Seorang wanita, tanpa terkecuali istri saya, pasti memiliki konsekuensi atas ragam hal yang ia putuskan dalam kehidupannya. Maka ia berhak bahkan menjadi pemegang keputusan tunggal. Entah hasil keputusannya itu kemudian merugikannya atau justru menguntungkannya. Ini menjadi soal lain, yang jelas ia sebagai manusia telah menjadi dirinya sendiri dan ia jelas memiliki pertimbangan-pertimbangan. Hal ini juga dialami oleh seorang pria. Artinya selagi kita melihatnya dari kacamata manusia maka, ada ruang kendali yang sama antara pria dan wanita dalam kehidupan.

Berhak atas keinginan dan kepuasan

baik pria ataupun wanita, ia sama-sama memiliki hak untuk mewujudkan keinginan dan merangkai kepuasannya. Tentu ada Batasan-batasan moral dan intelektual dalam memaknai keinginan dan kepuasan. Wanita adalah garwa, dalam penelaran jawa "garwa" bermakna sigarane nyawa, separuh jiwa. Jika demikian, tak ubahnya seorang pria pun memiliki korespodensi yang sama sebagai garwa.

Sehingga, seorang wanita (seharusnya) mampu menentukan waktu yang tepat, dari ragam sudut pandang, untuk mewujudkan keinginan dan kepuasannya. Dalam karir, berkarya, berbisnis ataupu dalam mendidik anak dan melayani suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun