Agus Sutisna
Agus Sutisna Dosen

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Memahami Syariat dan Fiqih Puasa (2): Rukun, Pembatal dan Adab Puasa

6 Maret 2024   13:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   14:03 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Syariat dan Fiqih Puasa (2): Rukun, Pembatal dan Adab Puasa
www.kompastv.com

Delapan Pembatal Puasa dan Konsekuensi Hukumnya

Terkait perbuatan atau perkara yang dapat membatalkan puasa, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam beberapa detail, tetapi sepakat dalam semua pokok atau jenis perbuatan/perkara yang dapat menyebabkan batalnya puasa. Berikut ini adalah jenis-jenis perbuatan/perkara yang disepakati para ahli fiqih sebagai pembatal-pembatal puasa dan ulasan ringkas mengenai konsekuensi hukumnya.

Pertama, makan dan minum dengan sengaja dan dalam keadaan sadar bahwa ia sedang berpuasa. Kedua, muntah yang disengaja, misalnya dengan cara memasukan jari ke rongga mulut atau sengaja mencium bau yang dapat memicu mual lalu muntah. Ketiga, menggunakan sesuatu yang secara fungsional setara dengan makan dan/atau minum, misalnya meroko atau infus. Keempat, niyat berbuka puasa, meski berbukanya belum dilakukan, niyat berbuka itu sudah masuk dalam kategori membatalkan puasa.

Kelima, haid atau menstruasi (keluarnya darah alami dan berkala dari kelamin perempuan) dan nifas (keluarnya darah dari kelamin perempuan bersamaan dengan atau setelah proses persalinan). Keenam, keluarnya air mani (sperma) yang disengaja, misalnya dengan cara onani atau "kontak fisik" dengan istri yang mengakibatkan keluarnya sperma. Ketujuh, bersenggama dengan istri. Kedelapan, murtad atau keluar meninggalkan agama Islam.

Konsekuensi hukum dari semua pembatal puasa itu bermacam-macam. Ada yang hanya diwajibkan Qodlo (mengganti) puasa pada hari yang lain. Ada yang wajib mengganti puasanya sekaligus membayar Fidyah atau Kaffarat. Ada yang bersifat opsional antara qodlo atau bayar fidyah atau kaffarat. Seperti sudah disinggung di depan, pada wilayah detail ini para Ulama ahli fiqih berbeda pendapat.

Fidyah dan Kaffarat adalah membayar denda (dengan takaran tertentu sesuai yang disyariatkan) sebagai tebusan atas puasa yang ditinggalkan karena berbagai alasan seperti diuraikan diatas. Beda keduanya adalah sebagai berikut.

Fidyah merupakan denda/tebusan yang wajib ditunaikan oleh orang-orang yang batal/membatalkan puasa Ramadhan karena alasan yang dibenarkan secara syar'i. Misalnya karena sakit kronis, usia lanjut, hamil, menyusui, atau bepergian jauh (musafir).

Sedangkan Kaffarat merupakan denda/tebusan yang wajib dilaksanakan oleh orang-orang yang sengaja melanggar larangan dan membatalkan puasanya tanpa alasan yang dibenarkan secara syar'i. Misalnya makan dan minum dengan sengaja, onani/masturbasi, atau berhubungan suami istri di siang hari.

Adab-adab Puasa

Puasa Ramadan adalah ibadah yang istimewa. Kistimewaan ibadah puasa ini antara lain dinyatakan sendiri oleh Allah SWT di dalam salah satu hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Bahwa :

"Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun