Merawat Kesinambungan Spirit Ramadan
Ramadhan telah berlalu tapi kehidupan akan terus berlanjut. Di sepanjang Ramadhan hingga momen Idul Fitri kemarin umat Islam menempa diri dengan berbagai bentuk pembinaan pribadi melalui ibadah-ibadah personal (puasa, berdzikir dan berdoa, tadarus Al Quran, qiyamulail dan tarawih) dan amalan-amalan sosial (sedekah, zakat fitrah, silaturahmi dan saling memaafkan).
Semuanya itu dimaksudkan untuk meraih derajat taqwa sebagaimana dimaksudkan dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 183: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Meneladani Salafush-shalih
Berkaca pada generasi terbaik umat Islam, yakni para Salafush shalih, saat Ramadhan berakhir mereka bersedih karena dua hal. Pertama karena berpisah dengan bulan yang penuh berkah, bulan dimana dosa-dosa diampuni, doa-doa dikabulkan dan pahala dilipatgandakan.
Kedua karena mereka khawatir ibadah dan amalan-amalannya di bulan Ramadhan tidak diterima oleh Allah SWT. Kekhawatiran mereka didasarkan pada Al Quran surat Al Maidah ayat 27: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa."
Demikian besarnya kekhawatiran mereka, hingga Mu'alla bin Al-Fadhl (seorang Ulama dari kalangan Tabi'it Tabi'in) mengungkapkan kesaksiannya sebagaimana dijelaskan Ibnu Rajab dalam Lathaif Al-Ma'arif: Fi Ma Li Mawasim Al-Am Minal Wazhaif:
"Dulu para sahabat berdo'a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan. Kemudian mereka pun berdo'a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya."
Salafush shalih adalah tiga generasi terhitung sejak masa hidup Rosulullah dan sesudahnya, yakni para Sahabat Nabi, Tabi'in, dan Tabi'it Tabi'in sebagaimana dijelaskan langsung oleh Nabi SAW:
"Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku (sahabat), kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya (tabi'in), kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya (tabi'it tabi'in)." (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Meneladani Shalafush-shalih adalah perintah wajib sebagaimana diisyaratkan Allah dalam Al Quran surat At-Taubah ayat 100:
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar."
Merawat Kesinambungan Kebaikan
Dari kesadaran spiritual sebagaimana dicontohkan dalam sikap para Salafush-shalih itulah spirit Ramadhan akan terus hidup dalam pribadi setiap muslim. Spirit Ramadhan yang dimaksud tidak lain adalah ghiroh atau semangat menjalankan ibadah personal maupun amalan-amalan sosial yang dilakukan di sepanjang Ramadhan hingga momen Idul Fitri pada sebelas bulan pasca Ramadhan.
Karena seperti nasihat bijak para Ulama, bahwa diantara balasan bagi amalan kebaikan adalah amalan kebaikan yang ada sesudahnya. Sedangkan hukuman bagi amalan yang buruk adalah amalan buruk yang ada sesudahnya.
Sebagaimana dijelaskan Ibnu Rajab dalam Lathaaiful Ma'arif, "...barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan amalan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama."
Keywordnya adalah Istimroriyah atau kesinambunga. Istimroriyah merupakan salah satu tanda bahwa ibadah dan amalan kebaikan diterima oleh Allah SWT, dan Allah akan memberinya jalan yang mudah untuk terus merawat kesinambungan itu. Sebagaimana janjiNya dalam Al Quran surat Al-Lail ayat 5-7:
"Maka berangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)."
Masih dalam konteks kesinambungan ibadah dan amalan ini, Rosulullah pernah ditanya para sahabat, "Amalan apakah yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: Amalan yang dilaksanakan secara berkesinambungan (kontinyu) walaupun sedikit" (HR. Imam Bukhari).
Kesinambungan Ibadah Personal
Ramadhan telah berakhir di tahun ini, tetapi sekali lagi kehidupan akan terus berlanjut, dan demikian halnya dengan ibadah dan amalan-amalan kebaikan. Bagi setiap muslim, ia wajib dan harus terus berlanjut selama hayat masih di kandung badan.
"Wa'bud robbaka hatta ya'tiyakal yaqiin." Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (yakni ajal)." (QS. Al Hijr: 99). Lantas ibadah atau amalan apa saja yang selama Ramdhan dilakukan dan harus dirawat? Esensinya tentu saja semua ibadah dan amalan kebaikan di bulan Ramadhan. Baik yang bersifat lebih personal maupun sosial.
Dalam dimensi ibadah yang lebih personal seperti puasa, sholat, tadarus dan dzikir. Bagi umat Islam semua ibadah ini juga disyariatkan di luar bulan Ramadhan, hanya saja dalam jenis yang berbeda. Puasa misalnya, ada beberapa jenis puasa yang disyariatkan pasca Ramadhan yang sangat dianjurkan. Mulai dari puasa 6 hari di bulan Syawal, puasa Ayyamul Bidh, puasa setiap hari Senin dan Kamis dll.
Kemudian Sholat. Kecuali Tarawih, semua jenis sholat yang dilakukan sepanjang Ramadhan, mulai dari Sholat Fardhu lima waktu dalam sehari semalam, sholat Tahajud dan Witir (Qiyamulail) dan sholat-sholat sunnah lainnya ada di sepanjang swaktu di luar Ramadhan.
Pun demikian halnya dengan Tadarus Al Quran dan Dzikir. Al Quran adalah pedoman hidup umat Islam. Membacanya adalah ibadah. Memahami isi kandungan dan mengamalkannya dalam kehidupan keseharian adalah kewajiban sepanjang waktu, tidak dibatasi hanya pada saat Ramadhan.
Kesinambungan Amalan Sosial
Dan yang tidak kalah penting adalah ibadah atau amalan-amalan yang memiliki fungsi sosial kuat seperti zakat dan sedekah. Keduanya selain merupakan kewajiban syar'i, juga bentuk kongkrit dari kewajiban untuk peduli dan empati yang harus terus dihidupkan di sepanjang waktu.
Menunaikan Zakat Mal (harta) adalah salah satu rukun Islam dan karenanya wajib bagi yang memiliki kemampuan. Sedekah (harta dan non-harta) adalah sunah-sunah yang sangat dianjurkan.
Firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 267: "Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji."
Kemudian di dalam surat Al Imron ayat 92: "Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya."
Sementara itu, didalam beberapa hadits Rosulullah sering mengingatkan perihal pentingnya sedekah sebagai bentuk kepedulian sosial. Misalnya dalam hadits riwayat Imam At-Tabrani: "Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya, padahal ia mengetahuinya."
Dalam hadits lain, yang juga diriwayatkan Imam At-Tabrani, Rasulullah SAW pernah mengingatkan salah seorang Ummul Mukminin: "Wahai Aisyah, halangilah dirimu dari neraka meskipun dengan sebiji kurma, karena hal itu bisa menutupi orang lapar dari kelaparan."
Demikian refleksi untuk merawat spirit Ramadhan di sepanjang waktu hingga kita dipertemukan lagi dengan Ramadhan berikutnya. Semoga manfaat.
Wallahu'alam Bishowab.
Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/661416a7c57afb546462d682/ramadhan-talks-20-pesan-rosulullah-sebelum-ramadhan-berakhir