Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion
Muhasabah: Introspeksi, Perbaikan Kualitas Taqwa dan Interaksi Sosial
Pasca Ramadhan dan Idul Fitri, sebagaimana tawsiyah para alim, umat Islam dianjurkan untuk melakukan "Muhasabah" berkenaan dengan ibadah dan amalan-amalan yang telah dilakukannya di sepanjang bulan Ramadhan kemarin. Termasuk tentu saja bagaimana setiap orang mengisi perayaan Idul Fitrinya.
Istilah "Muhasabah" (bahasa Arab) berasal dari akar kata "Hasaba-Yahsibu/Yahsubu." Muhasabah merupakan bentuk mashdar, yakni kata yang menunjukan suatu perbuatan atau kejadian, dan tidak memiliki keterangan waktu atau subyek. Artinya perhitungan. Dalam KBBI dimaknai dengan introspeksi. Dari akar kata ini pula istilah "Hisab" (menghitung, perhitungan) dan "Yaumul Hisab" (hari perhitungan amal) berasal.
Secara terminologis "Muhasabah" artinya adalah ikhtiar berupa pemeriksaan, peninjauan, penilaian, penghitungan (introspeksi, evaluasi, hisab) sekaligus koreksi atau otokritik terhadap segala amal perbuatan dan sikap serta kesalahan dan kelemahan diri sendiri yang telah dilakukannya.
Berdasarkan 'Ijma para ulama, Muhasabah hukumnya wajib bagi umat Islam merujuk antara lain pada Al Quran surat Al-Hasyr ayat 18:
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok (hari akhirat) dan bertakwalah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Lebih dari sekedar introspeksi atas apa yang telah dilakukan setiap orang sebagaimana yang secara umum lazim difahami, ayat ini sesungguhnya juga mengisyaratkan perihal pentingnya mempersiapkan diri menghadapi hari akhirat kelak.
Di dalam kitab tafsirnya yang populer, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an misalnya, Imam Ath-Thobari menjelaskan, bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan apa yang telah ia kerjakan untuk hari kiamat. Apakah dari amal saleh yang akan menyelamatkannya, atau dari amal buruk yang akan membakarnya.
Demikian halnya dengan tafsir Imam Fakhruddin ar Razi dalam kitabnya Al Kabir Mafatihul Ghaib. Ia menjelaskan bahwa ayat ini memiliki makna, setiap orang wajib mempersiapkan diri untuk hari kiamat. Karena setiap orang akan melihat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri di hadapan Allah SWT kelak.
Dalam kaitan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhir nanti, melalui Umar bin Khattab radiyaallahu'anhu, Rosulullah SAW berwasiat:
"Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab (di hadapan Allah), dan hiasilah dirimu sekalian (dengan amal shaleh), karena adanya sesuatu yang lebih luas dan besar, dan sesuatu yang meringankan hisab di hari kiamat yaitu orang-orang yang bermuhasabah atas dirinya ketika di dunia." (H.R. Imam At-Tirmidzi).