Perang Sajadah, Kisah Ramadhan yang Tak Terlupakan
Ketika sholat dimulai Dewi menarik sajadah Joni. Yang ditarik tak bisa membalas, tentu saja, ia kan sedang sholat.
Di dua rakaat ketiga rupanya Joni tidak mau kalah. Ganti ia menarik sajadah Dewi. Kini ganti Dewi yang tak bisa membalas karena sedang sholat.
Di dua rakaat keempat terjadilah peristiwa itu. Ketika semua sholat, Dewi dan Joni tidak sholat . Dewi menarik sajadah Joni. Dan yang ditarik tak mau kalah.
Melihat perjuangan Dewi, dengan rasa setia kawan saya ikut-ikutan tidak sholat dan membantunya menarik sajadah sekuat tenaga.
Kelambu bergoyang-goyang dan hampir terbuka, tapi rasa penasaran membuat 'perang sajadah' tidak berhenti.
Kami baru sadar ketika jamaah mengucap salam di akhir sholat dan menatap kami dengan wajah gemas
Takmir langgar langsung mendekati kami. Kami mulai gemetar.
"Ayo, mulih...!" kata takmir dengan wajah marah.
Bergegas kami bertiga meninggalkan langgar dengan perasaan takut. Joni menatap marah pada kami.
"Awas yo .. ," katanya sambil mengepalkan tangannya.
"Mulih..!" kata Pak Takmir lagi.
Kami berjalan semakin cepat tanpa berani menoleh ke belakang.
Sejak itu pengawasan terhadap anak kecil saat sholat tarawih di langgar kami agak diperketat. Selalu ada orang dewasa yang duduk di antara kami saat tarawih sehingga jamaah sholat menjadi lebih tenang daripada biasanya.
Waktu terus berlalu. Hingga kini jika bertemu saat lebaran dan ngobrol bersama, saya dan teman-teman selalu tertawa mengingat peristiwa itu.
Salam Ramadhan...
Catatan :
Mulih : pulang