TRADISI

Tradisi Ramadhan di Salah Satu Desa Kecil di Kediri

1 April 2022   09:41 Diperbarui: 1 April 2022   10:04 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Ramadhan di Salah Satu Desa Kecil di Kediri
Dok. pribadi

Masyarakat desa masih ada adat seperti itu karena memang culture atau budaya yang masih kental dan masyarakat desa juga sulit terpengaruh dengan budaya kota atau budaya westren. Tradisi ini merupakan tradisi warisan nenek moyang yang sampai saat ini masih tetap di lestarikan oleh masyarakat setempat dengan penuh riang gembira dalam rangka menyambut datangnya bulan suci.

Tidak hanya megengan, pada H-1 puasa biasanya disiang hari masyarakat juga berkenjung ke makan kerabat dekat yang telah meninggal. Tradisi ini dinamakan "nyekar".

Nyekar berasal dari kata Jawa sekar yang berarti kembang atau bunga. Dalam praktiknya, memang ziarah ini melibatkan penaburan bunga di atas makam yang dikunjungi. Di dalam nyakar, yang pasti dan umum terjadi, adalah pembersihan makam dan pembacaan doa, yasin, serta surat-surat pendek Al-Quran.

Nyekar  bisa dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama dengan anggota keluarga lain, baik laki-laki maupun perempuan. Tradisi nyekar sebelum Ramadan ini muncul dari keinginan umat Islam untuk memasuki Bulan Suci dengan keadaan bersih dan penuh "kekuatan". Mereka ingin segala kesalahan dan kekeliruan yang telah dilakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja, dimaafkan oleh teman-teman, saudara-saudara, dan seluruh keluarga agar mereka bisa menjalani puasa dengan lancar, tenang, dan tulus. Permohonan maaf ini juga mereka tujukan pada anggota keluarga dan leluhur mereka yang sudah meninggal sekaligus untuk meringankan beban anggota-anggota keluarga yang sudah wafat itu. Nyekar akan mengingatkan diri mereka bahwa setiap manusia kelak juga akan mengalami kematian. Diyakini bahwa tradisi ini diperkenalkan oleh para wali yang di satu sisi meneruskan tradisi penghormatan kepada roh leluhur di kalangan masyarakat Jawa yang masih menganut ajaran Hindu-Budha saat itu dan di sisi lain menyelaraskan dan membingkainya dengan ajaran Islam. Secara teologis, tradisi ini memang masih memiliki hubungan dengan akidah Islam tentang kematian bahwa setelah manusia meninggal, rohnya akan meninggalkan jasad dan akan berada di alam barzakh hingga nanti hari kebangkitan atau hari kiamat. Sedangkan ziarah kubur juga memiliki dasar-dasarnya di dalam Islam sebagaimana termaktub dalam hadits nabi yang diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, dan at-Tarmizi: "Dahulu aku telah melarangmu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat." (Hairus Salim HS).

Nah kalian sudah tahu kan tradisi di desaku seperti apa. Memang adat jawa sangat sulit hilang di beberapa desa kecil di Jawa Timur. Karena mereka menganggap bahwa tradisi yang baik harus tetap dilestarikan dengan riang gembira dan ikhlas sehingga penuh dengan keberkahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun