Hormatilah Orang yang Berpuasa
Hormatilah orang yang berpuasa menjadi penyebab munculnya kebijakan melarang warteg buka di siang hari selama bulan Ramadhan. Bahkan larangan tersebut diperkuat dengan hukuman denda dan penjara. Di sosial media juga tersebar video yang menayangkan satpol PP merazia warteg milik warga Serang karena melanggar aturan.
Satpol PP bahkan menyita penanak nasi sebagai barang bukti. Tentu saja video tersebut mendapat respon dari netizen. Seorang komedian bahkan memberikan penanak nasi baru untuk pemilik warteg. Melihat kasus tersebut muncul pertanyaan yang cukup sederhanan namun rumit.
Apakah benar bahwa orang yang sedang menjalankan puasa (khususnya puasa Ramadhan) harus dihormati? jika iya, apa bentuk atau cara menghormatinya?.
Gagasan menghormati orang berpuasa perlu dikaji kembali untuk menghindari kebijakan yang salah dan merugikan warga lainnya. Puasa bukan hanya ibadah antara manusia dan Tuhan, namun ibadah puasa lebih mengajarkan tentang cara membangun relasi sosial yang baik antar sesama manusia.
Hal itu dibuktikan dengan salah satu hikmah berpuasa adalah dapat merasakan bagaimana menahan lapar yang sering diderita oleh kaum fakir-miskin. Lapar merupakan kondisi yang dapat menjadi bencana, yakni bencana kelaparan.
Dengan merasakan bagaimana kondisi lapar, diharapkan manusia dapat lebih berempati dan bersimpati terhadap sesama manusia untuk lebih menguatkan hubugan persaudaraan.
Inilah yang disebut oleh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Tirulah Puasa Nabi! : Resep Ilahi Agar Sehat Jasmani dan Rohani, bahwa puasa juga mempunyai hikmah sosial (hikmah ijtima'iyyah).
Seseorang yang dipaksa menahan lapar dan haus (termasuk orang yang sangat kaya) akan mampu merasakan kesetaraa penderitaan yang dialami oleh kaum fakir-miskin. Menahan lapar akan menumbuhkan jiwa-jiwa kepedulian pada nasib kaum fakir.
Sebagaimana perkataan ibnu Hammam "Sesungguhnya yang berpuasa ketika diuji rasa lapar pada sebagian waktu, dia akan mengingat orang yang lapar sepanjang masanya. Maka dengan cepat tergerak hatinya untuk menyayangi orang-orang yang kelaparan". Maka dalam hal ini puasa tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan, namun juga menumbuhkan jiwa sosial, welas asih, kepada kaum fakir miskin.
Di lihat dari sisi sosial tersebut, mengeluarkan kebijakan melarang membuka warteg di siang hari dengan dalih menghormati orang yang sedang berpuasa merupakan tindakan yang tidak tepat. Bahkan cenderung bertolak belakang dengan hikmah berpuasa Ramadhan.
Melarang warteg buka di siang hari justru menunjukkan sikap asosial atau tidak mempunyai empati sesama manusia. Warteg yang buka di siang hari selama Ramadhan juga membawa manfaat bagi orang yang tidak berpuasa. Misalnya ibu hamil, ibu menyusui, lansia, warga non-muslim dan musafir.
Jika dalih lainnya adalah menolong orang yang berpuasa supaya tidak tergoda untuk membatalkan puasanya, maka alasan tersebut justru menunjukkan kelemahan keimanan seseorang.
Orang yang berpuasa landasannya adalah iman dan takwa. Jika puasa seseorang diniatkan benar-benar untuk meningkatkan ketakwaan dirinya kepada Allah SWT, maka dirinya tidak akan tergoda dengan sebaskom semur atau rendang.
Karena bagi dirinya, kenikmatan rendang satu baskom kalah dengan kenikmatan menjalankan puasa demi untuk lebih dekat dengan Allah SWT dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang beriman.
Hormatilah orang berpuasa sesungguhnya adalah jalan untuk menunjukkan arogansi diri. Landasan berpuasa adalah rasa ikhlas, lalu kenapa harus meminta dirinya dihormati?.
Sudah saatnya merubah jargon hormatilah orang yang berpuasa, terlebih dengan melakukan kekerasan untuk menertibkan warteg, dengan mengucapkan selamat makan bagi orang-orang yang tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan. Karena di Al-Qur'an pun perintah makan lebih dari tiga puluh kali difirmankan Allah SWT, dibandingkan dengan ayat Al-Qur'an tentang puasa yang tidak sampai lima kali.
Mari mengisi bulan Ramadhan dengan perbanyak aktivitas zikir, ibadah dan sedekah. Mari memupuk jiwa welas asih terhadap saudara fakir dan saudara sesama manusia.