zaldy chan
zaldy chan Administrasi

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Waspada terhadap "Fraud Rate" Tak Hanya untuk Nasabah

8 Mei 2019   21:38 Diperbarui: 8 Mei 2019   22:20 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waspada terhadap "Fraud Rate" Tak Hanya untuk Nasabah
Illustrated by. pixabay.com

Sehabis berbuka tadi. Aku baru bisa buka dengan tenang Kompasiana. Baru menyadari, belum "nyetor" tulisan. Apatah lagi bertema "Waspadai Modus Kejahatan Finansial Perbankan Saat Ramadhan". Jauh sekali dari kemampuan dan pengetahuanku sebagai wong ndeso. Karena sedang mecoba berkomitmen dan konsisten dengan yang sudah dimulai. Aku tulis saja sependektahuku, ya?

Kemampuan membedakan "butuh" dan "merasa butuh", terkadang menyelamatkan. Terlambat mendeteksi "merasa butuh", akan melahirkan peluang untuk melakukan kesalahan bahkan kejahatan.

Itu hikmah yang kudapatkan, usai melahap beberapa artikel Kompasianer yang menulis tentang topik hari ketiga ini. Halah, sok ahli hikmah?

Alasan pertama, gegara terlambat, jadi topik yang populer sudah banyak ditulis. Misal tentang Skiming, Phishing atau Malware yang masuk kategori Kejahatan Perbankan (Fraud Rate)  dan tiga kejahatan cyber itu pun disepakati Bank Indosesia. Alasan kedua, masa aku nulis itu lagi? Kena tegur Moderator Kompasiana, kan? hehe

Dari topik yang ditetapkan, aku coba dulu mendefinisikan secara bebas dar asal katanya. Modus (Sering atau acapkali), Kejahatan (Hal yang merugikan), Finansial (Disepakati berhubungan dengan keuangan) dan Perbankan (Badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana untuk kesejahteraan Masyarakat). Jadi nyinyir, ya?

Begini, artinya kewaspadaan terhadap kejahatan tak hanya berlaku bagi nasabah, tapi juga lembaga perbankan musti mengantisipasi ini, kan? Tak akan ada sebutan nasabah tanpa lembaga keuangan seperti bank, atau sebaliknya?

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com

"Kelalaian" salah satu diantara keduanya (Nasabah dan Lembaga Keuangan/Perbankan) akan menjadi kesempatan dan peluang bagi pelaku kejahatan (fraud rate).

Kupilih kata "kelalaian" agar tak dianggap menuduh. Namun adakah kelalaian yang disengaja? Mari kita coba sigi beberapa contoh.

Pertama, Apapun motifnya, saat membuka rekening di Bank, calon nasabah hanya butuh KTP dan Beberapa persyaratan administrasi. Kemudian Pengisian formulir (terkadang dibantu oleh Costumer Service) yang dianggap sebagan kontrak kedua belah pihak.

Tugas calon nasabah hanya menyetorkan uang minimal dan tandatangan. Terkadang tanpa mengerti isi dari perjanjian para pihak itu (biasanya dicetak dengan huruf kecil-kecil). Adakah yang betah membaca itu, ketika ada desakan kebutuhan?  Lalai, kan?

Kedua, Atau saat pengajuan kredit ke perbankan. Bagi pengaju kredit (dengan berbagai alasan/kebutuhan) apatah lagi di Bulan Ramadhan dan jelang Lebaran, akan melakukan perpanjangan kredit baru. bahkan temanku, dengan agunan STNK motor butut bisa mengajukan kredit baru. sejumlah 20 juta. Padahal kredit lama baru berlangsung 6 bulan!  

Dalam pola kerja perbankan, musti melunasi tunggakan lama, baru bisa pencairan baru, tah? Pihak bank dengan apapun alasannya, akan dengan senang hati melayani. Kenapa? Karena berkaiatan dengan "daya serap" dana ke masyarakat. Bagi temanku, yang penting dapat  selisih pengajuan sejumlah 4 juta, sudah lumayan untuk menyambung ramadhan. Urusan tunggakan, dipikirkan sesudah lebaran. Nah Ada yang salah? Tak ada! Hayuk siapa yang lalai?

Ketiga, Ini, pernah kudengar (koreksi bila salah). Yaitu tentang "perlindungan konsumen". Dengan bonafiditas yang tersemat di lembaga perbankan, perlindungan konsumen masih menempati urutan prioritas kesekian. Silahkeun para ahli finansial, benarkah Ada lembaga Perlindungan Konsumen khusus perbankan? Dan sudahkah Indonesia sudah miliki itu?

Yang difahami, adalah adanya CCTV di setiap Anjungan Tunai Mandiri (ATM), atau pengawalan dari pihak terkait dengan syarat nasabah yang minta, kan? itupun jumlahnya "tertentu". Coba lihat gerai ATM, adakah pihak bank atau security? Jika terjadi kejahatan, adanya adalah refresif bukan tindakan pencegahan. Artinya, kejahatan sudah terjadi, tah?    

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Dari tiga contoh itu. Ada ruang dan peluang "pihak ketiga" untuk masuk ke hubungan "saling membutuhkan" yang disertai kelalaian antara nasabah dan lembaga perbankan. bentuknya bisa saja penipuan, perampokan atau rayuan. Keterlibatan orang ketiga bisa saja dari "orang dalam" lembaga perbankan sendiri. Bisa dilihat dari berita-berita  perampokan Bank atau nasabah bank yang acap hadir di koran atau televisi, kan?    

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ada sedikitnya empat modus yang paling banyak dilakukan oleh para pelaku kejahatan finansial dalam menjalankan aksinya. antara lain Pertama kredit fiktif, Kedua pengambilalihan kas bank untuk kepentingan pribadi, Ketiga penempatan dana yang tidak sesuai dan Keempat catatan pengeluaran yang tidak sesuai dengan operasional perbankan yang sebenarnya.

Pelaku Kejahatan yang kuanggap "pihak ketiga", acapkali menggunakan modus pemalsuan tandatangan, menerbitkan bank garansi fiktif, dan menerima fee dari debitur. Tuh, kan? Artinya, kejahatan finansial perbankan. Tak hanya didominasi pihak ketiga (penipu/perampok). Bisa saja tanpa sadar, disegaja atau tidak tahu, Nasabah dan Lembaga perbankan sendiri pelakunya? Aih, semoga ini tuduhan salah, ya?

Demikianlah, silahkan dibantu untuk memperkuat artikel ini. kukira, balik lagi kepada pengendalian "Kebutuhan dan merasa butuh", apatah lagi di saat Ramadhan dan lebaran ini. tak dipungkiri banyak sekali kebutuhan, kan?

Dan, bilang ustad, kemampuan pengendalian diri termasuk hikmah dari ramadhan. Sepakat? Hayuk salaman...

Curup, 08.05.2019

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Taman Baca :

www.wartaekonomi.co.id | finansial.bisnis.com | www.kajianpustaka.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun