3 Aksi Bersih yang Bisa Dilakukan Sambut Idul Fitri
Bersih pangkal sehat. Ini adalah peribahasa yang masih melekat di ingatanku, sejak sekolah dasar. Karena kerapkali kubaca kalimat itu tertulis dengan huruf besar di dinding sekolah, dinding kelas, juga di wc siswa.
Kadangkala, oleh guru, ditugaskan secara berkelompok membuat peribahasa itu, di atas kertas karton, ditulis seindah mungkin, diwarnai serta diberi bingkai dari bilah bambu. Ada kebanggaan jika hasi karya itu ditempel di ruang kelas atau lingkungan sekolah. Ada yang pernah?
Begitu pentingnya bersih itu menjadi ukuran kesehatan? Organisasi kesehatan dunia (Who), menyatakan kesehatan adalah keadaan yang sempurna secara fisik, mental, sosial dan spiritual.
Jika menurut UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Diterjemahkan kesehatan itu adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup prodiktif secara sosial dan ekonomi.
Umat muslim juga dianjurkan untuk menjaga kebersihan. Dalam satu hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Ahmad dinyatakan "kebersihan itu sebagian dari Iman". Makna kata Nazhifah selain kebersihan juga dimaknai dengan kata "bersuci"
Sehingga, kebersihan dengan makna bersuci, memiliki hubungan langsung dengan kata Idul Fitri (kembali suci), tah?
Kemudian tersisa pertanyaan. Bagaimana mau kembali suci, jika tidak bersuci? Sama juga dengan pertanyaan bagaimana mau bersih, jika tidak melakukan dan menjaga kebersihan?
Berpijak dari makna kebersihan ( bersuci) di bulan ramadan, agar berwujud kesehatan jiwa dan raga serta sosial saat idul fitri nanti, aku tulis menjadi beberapa tahapan.
Pertama, Bersih Diri.
Secara harfiah, bersih diri bisa diukur dengan kasat mata. Rutinitas seperti mandi dan mencuci masuk pada parameter ini. Namun tak hanya itu, jika berbincang Ramadan, kan?
Kebersihan lahiriah penting! Namun idealnya juga diiringi dengan kebersihan bathiniyah. Kebersihan batin ini, susah dicari ukurannya. Jika dipaksa, maka ukurannya adalah "perubahan" menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Menurutku, inilah makna bersih diri saat menyambut idul fitri. Kembali menjadi pribadi yang fitrah. Pribadi baru yang bersih dan suci jiwa juga raga. Berat? Pasti! Kukira itu, salah satu alasan, Ramadan jadi sebulan penuh, agar kita punya banyak ruang dan waktu melakukan itu.
Kedua. Bersih lingkungan.
Bisa bermakna tempat tinggal, tempat bekerja atau fasilitas umum lainnya. Namun menjelang idul fitri,jamak dilakukan adalah membersihkan rumah tinggal. Bisa dengan mengecat atau menata ulang tata ruang, atau mengganti baru peralatan yang terlihat usang.
Kemudian, juga bergotong rotong membersihkan masjid dan musholla terkadang lapangan bola. Untuk mempersiapkan pelaksanaan sholat Idul fitri. Ini adalah tradisi, yang bisa saja tergerus karena pandemic saat ini.
Dua kegiatan bersih lingkungan ini, akan terlihat secara kasat mata. Apatah lagi jika diwarnai dengan interaksi antar tetangga dengan komunikasi yang harmonis. Maka bersih lingkungan menjadi paripurna.
Ketiga. Bersih Sosial.
Bersih harta melalui Infak, Waqaf, Sedekah serta Zakat Mall dan Zakat Ftrah adalah upaya membersihkan harta bermakna bersih sosial.
Zakat Fitrah, jika dimaknai harfiah adalah zakat jiwa. Yang bertujuan untuk membersihkan jiwa, dan dilakukan saat Ramadan hingga menjelang pelaksanaan sholat Idul Fitri. Bisa juga dilakukan sesudah sholat ied, jika penerimanya ternyata orang yang berhak tinggalnya jauh atau kesulitan dalam distribusi zakat tersebut.
Namun, zakat fitrah serta zakat harta yang lain, dapat juga dimaknai sebagai upaya bersih sosial. Ketika sebagian harta yang diserahkan, mampu "menyehatkan" orang sekitar, walau untuk sementara waktu apatah lagi saat merayakan Idul Fitri.
Jika PSBB dan beragam protokoler covid-19 adalah upaya "pemutus rantai wabah corona. Maka zakat fitrah juga Zakat Harta adalah pemutus rantai penyakit sosial yaitu kemiskinan.
Tanpa disadari, 3 aksi bersih di atas (bersih diri, bersih lingkungan dan bersih sosial) telah melekat erat dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan, momentum Ramadan serta idul fitri, kegiatan tersebut menjadi berlipat dan bermakna ganda.
Kukira, menjadi pemandangan yang indah. Ketika kita menikmati hari yang fitri, dengan diri dan pribadi yang suci, lingkungan yang bersih, serta berinteraksi sosial dengan orang-orang yang tak berkecukupan, namun menyajikan senyuman kemenangan! Iya, kan?
Demikianlah. Semoga kita berdamai dengan diri pribadi, lingkungan serta dimensi sosial di sekitar kita. Tentu saja semampunya, kan? Setidaknya, bertukar sapa dan senyuman di saat lebaran. Ahaaaay...
Curup, 19.05.2020
[ditulis untuk Kompasiana]