Berbuka dengan yang Manis, Ikuti Anjuran atau Kebiasaan?
Acapkali kita mendengar ujaran: Dianjurkan berbuka dengan yang manis! Iya, kan?
Nah, kata manis itu kemudian menjadi multitafsir! Alasannya?
Sebagian, ada yang memaknai, manis itu adalah rasa manis alami. Semisal berasal dari manis buah-buahan atau madu!
Hal ini, berpijak pada kebiasaan rasulullah yang hanya berbuka dengan buah kurma yang sudah matang. Dan, itu dipastikan manis.
Sebagian lagi sepakat. Manis itu, tak harus manis alami, bisa juga manis buatan! Semisal beragam produk yang acapkali ditemui saat berbuka puasa.
Sing penting manis! Tak harus rasa manis alami. Apatah lagi, tak semua orang bisa mendapatkan itu, kan?
Malah, ada yang bikin plesetan. Pokoke berbuka dengan yang manis-manis!
Parafrase yang manis-manis ini, disandarkan pada pacar atau pasangan. Ahaaaay....
Namun, terlepas dari keriuhan memaknai kata manis. Semua nyaris sepakat. Saat berbuka puasa, lebih bagus jika lebih dulu menikmati yang manis-manis.
Secara ilmu pengetahuan, itu hal logis!