Memaafkan Tanpa Kata Tapi, Berani?
Sependektahuku, mudah berucap kata maaf. Sesiapapun! Malah, ada yang berucap kata maaf, tanpa ada yang menagih kata maaf itu.
Lihat aja, baliho jelang idulfitri yang memajang gambar para pejabat atau calon pejabat di tepian jalan. Jejangan malah ada yang bertanya: itu siapa, ya?
Kalimat kedua: "Aku mencintaimu."
Dua kata ini, bisa saja dimaknai sebagai wujud komitmen dan pengakuan diri sosok perempuan itu, kan? Anggaplah, itu sebagai sebuah keputusan tentang rasa.
Namun, bakal terasa janggal, tah? Jika sudah mengambil keputusan dalam ucapan "aku mencintaimu" sebagai bentuk komitmen. Kenapa diawali dengan kata maaf?
Akhirnya, bermuara pada banyak letusan pertanyaan serta kemungkinan: Adakah yang salah dengan keputusan untuk mencintai? Kenapa? Mungkinkah?
Ucapan maaf. Apatah lagi beriringan demgan pengambilan keputusan, terkadang menuntut jawaban, alasan hingga penjelasan! Hiks...
Kalimat ketiga: "Tapi..."
Dalam kaidah bahasa Indonesia, Tapi adalah bentuk tidak baku dari Tetapi. Sebuah kata hubung untuk menyatakan hal yang tak selaras atau bertentangan.
Menurutku, keberadaan satu kata pada kalimat ketiga ini, akhirnya 'menabrak dan membantah" isi juga makna dari dua kalimat sebelumnya.
Dengan kata lain. Tak ada ucapan maaf. Dan tak ada keputusan untuk mencintai. Dan, itu tanpa alasan. Apalagi penjelasan!