Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com
Saya Pengin Mengulang Sukses, Menurunkan Berat Badan seperti Ramadan Tahun Lalu!
Istiqomah atau konsisten, mungkin termasuk salah satu kata yang mudah diucapkan tetapi susah sekali direalisasikan. Kita manusia, dianugerahi sisi baik (ruh) dan sisi buruk (nafsu), sehingga kita juga punya dua kecenderungan yaitu melakukan hal baik dan hal buruk.
Contohnya, kita (umat muslim) pasti sudah sangat paham dan tahu, bahwa mengerjakan sholat fardu di awal waktu secara berjamaah itu lebih utama dan dijanjikan pahala hingga duapuluh tujuh kali lipat -- kurang enak apa, coba. Tapi nyatanya, perhatikan shaf-shaf di masjid lebih banyak yang longgar, hamparan karpet dan sajadah hanya diisi beberapa jamaah saja, tak sampai genap jari ini habis untuk menghitungnya (lebih-lebih pada saat sholat subuh).
Misalnya lagi, kita semua sudah paham dan mengerti, bergunjing atau berghibah itu tidak baik, agama mengajari kita menutup aib saudara sesama muslim. Tapi buktinya, di media sosial atau di televisi, bertebaran konten berisi ujaran kebencian atau mengumbar aib saudara sesama muslim, kemudian dua pihak saling berbalas umpatan dan kalimat kotor ---naudubillahiminzalik-
Ya Alloh, ampuni hamba-MU, betapa seringnya kami menganiaya diri sendiri, kerap kali menuruti hawa nafsu daripada memenangkan ruh. Istiqomah atau konsisten tidak hanya susah diwujudkan di lahan peribadatan, tapi juga di praktek dalam perilaku di kehidupan keseharian.
Perlu ditegaskan, bahwa tujuan kita berpuasa, semata-mata untuk beribadah dan mengharapkan ridho dari Alloh SWT. Apabila kemudian berat badan orang berpuasa menjadi ideal, anggap saja bonus tambahan atau akibat baik yang tidak bisa dihindarkan.
Jauh sebelum bulan puasa tiba, saya sudah menerapkan pola makan dan gaya hidup sehat -- karena dulu saya pernah sakit. Yang namanya istiqomah atau konsisten susahnya minta ampun, berat badan ini naik turun seperti yoyo, setiap naik ke atas timbangan, ujung jarum itu mendekati angka 80 kg bahkan lebih.
"Kita foto dulu mas, biar lebaran tahun depan kalau foto lagi, ketahuan before and after" ajak adik sepupu, ketika saya mudik hari raya.
Hasil berpuasa Ramadan setahun lalu, di hari lebaran saya berhasil memangkas bobot tubuh sampai angka 75 (tinggi saya 177 cm). Dengan perhitungan sederhana berat ideal, yaitu tinggi dikurangi berat, hasilnya pada rentang 100 -- 100 (untuk tinggi 177, bobot ideal 67 -- 77 kg) maka berat saya masuk kategori ideal.
Tapi pada prakteknya, saya terpaksa makan nasi dan ayam goreng tepung, karena menghabiskan sisa makanan anak yang belum tandas tetapi mengaku sudah kenyang.
"Sudah nggak papa, dari pada makanan dibuang, kan sayang, lagian cuma sesekali ini" si bunda merayu si ayah makan nasi.
Rupanya kata "sesekali" sangat manjur, tapi karena sering diucapkan, tanpa disadari menjadi berkali-kali, akibatnya berat badan enggan beranjak di seputar 80-an. Maka bulan Ramadhan, selain focus beribadah, bisa sekalian menata ulang komitmen untuk hidup sehat dan disiplin mengonsumsi makanan kaya serat.
Saya Pengin, Berat Badan Saya (minimal) Seperti Pasca Ramadan Tahun Lalu !
Menjawab tantangan samber thr Kompasiana hari pertama, selain ibadah lebih tekun, salah satu harapan Ramadan tahun ini, adalah mengupayakan berat badan di angka 70 -75 kg. Saya akan kembali mempraktekkan strategi lama (Ramadan tahun lalu), yaitu memperhatikan pola makan dan jenis asupan.
-------
Bagaimana kabar saudara sepupu yang pengin menurunkan berat badan ? Begini, pada bulan Desember tahun 2018, kebetulan ada kerabat yang punya hajatan (menikahkan anak bungsunya)
Saya masuk dalam hitungan keluarga besar, diwanti-wanti bisa pulang sekeluarga, sekalian ibu di kampung sudah kangen pengin ketemu cucu-cucunya. Saya benar-benar menyiapkan waktu, kebetulan sekolah anak-anak libur, jadi rencana pulang kampung sekeluarga lengkap bisa direalisasikan. Dan di acara hajatan, orang yang saya cari untuk menagih janji, akhirnya ketemu juga.
Apakah adik sepupu saya sudah kurus? Oo, tenyata sodara, tidak ada perubahan sama sekali---hehehe-- padahal semua strategi da pengalaman sudah saya bagikan. Malah, tubuhnya lebih gemuk dibanding saat lebaran, ayah satu anak ini, tidak bisa duduk di lantai (karena perutnya tertekan)
"Duh mas, diet itu susah banget yo" keluhnya
Saya manggut-manggut sambil tersenyum kecut, membenarkan bahwa istiqomah atau konsisten butuh effort tidak kecil, karena yang dihadapi bukan orang lain tetapi diri sendiri.
Saya jadi ingat pesan Rasulullah selesai perang badar, "bahwa perang paling besar adalah perang melawan diri sendiri", konsisten adalah contoh peperangan besar melawan diri sendiri itu. Konon diriwayatkan, selama bulan Ramadan setan dirantai dan pintu surga dibuka, setan bisa dimaknai hawa nafsu yang di dalam diri kita manusia.