Makna Ramadan: Berhenti Bertikai, Tebar Pemaafan
ilustrasi saling meminta maaf. Sumber:Kompas.com
Pada 11 Februari 1990, Nelson Mandela, pemimpin kharismatik Afrika Selatan dibebaskan. Selama 27 tahun dirinya mendekam di penjara. Setelah dirinya bebas seruan pertamanya adalah: "Ambil senapan, pisau, dan parang kalian. Buang semua ke laut!"
---
Tidak ada penyelesaian akhir dari pertikaian selain pemaafan. Tidak ada. Dan belum pernah ada. Memberi maaf dan meminta maaf. Itu sederhana tapi inti dari langgengnya interaksi: antarindividu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok.
Meminta maaf bisa dilakukan oleh siapa saja. Tapi nyatanya banyak orang tidak mau meminta maaf walau dirinya salah. Itulah manusia yang dikuasai ego. Memberi maaf juga tidak mudah. Apalagi saat posisi lawan berada di bawah, memberi kata maaf pastinya berat. Kalaupun ada yang melakukan pastinya langka. Sangat langka. Dan pastinya susah.
Ramadan melatih kita, membuka ruang jiwa kita seluas luasnya. Membuka ruang pemaafan tanpa batas. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus. Bukan semacam itu. Namun, proses melatih jiwa manusia untuk lebih kuat. Supaya mampu memerangi, lebih tepatnya mengendalikan hawa nafsu. Agar stabil dan tidak liar.
Sebagaimana sabda Rosulullah saw kepada sahabat-Nya ketika kembali dari Perang Badar,
"Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar". Mereka menimpali, "Apa itu jihad yang lebih besar Ya, Rasulullah?" Lantas Rosulullah menjawab, "Berjihad atau memerangi hawa nafsu". H.R. Baihaqi.
Praktik Ramadan hakekatnya berusaha untuk tidak memberi makan pikiran dengan nafsu, sehingga memunculkan jiwa yang tenang dan seimbang. Hampir pasti semua keruwetan di dunia diakibatkan keruwetan pikiran manusia sendiri. Persoalan manusia yang paling mendasar adalah masalah yang ada di pikiran. Bukan di luar dirinya. Itulah jihad besar yang dimaksud Nabi Muhammad SAW.
Salah besar, jika dengan memperkuat senjata pemusnah massal sebagai solusi damai permanen. Itu solusi semu yang siap sewaktu-waktu meledak. Meledak untuk mengubur semuanya.
Perkuat rasa pemaafan, dengan ketenangan pikiran. Itu senjata pemusnah massal menuju perdamaian abadi yang sesungguhnya.
Nelson Mandela seolah memberi contoh dalam sejarah modern, bahwa persoalan yang seolah rumit, penyelesaiannya sederhana. Sangat sederhana. Memberi maaf dan meminta maaf.
Dengan cara itu Afrika Selatan yang sudah di ujung perang saudara bisa selamat. Senapan tidak harus dilawan dengan senapan. Tidak harus. Terkadang pelukan dan pemaafan memberi dampak lebih nyata dan murah untuk dilakukan.
Afrika Selatan sudah memberi contoh nyata. Menghindari pertikaian berdarah yang sudah di depan mata. Perang kulit putih dan kulit hitam.
Hawa nafsu itu sebagaimana pikiran. Mengacaukan banyak hal yang seharusnya tidak terjadi. Pikiranlah yang mengolah, menggoreng atau meracik sesuatu yang remeh menjadi seolah-olah penting dan genting.
Awasi pikiran, agar tidak liar. Karena di situlah sumber; akar muasal segala persoalan yang ada di dunia ini. Termasuk di Afrika Selatan saat itu.
Ramadan Ibarat Rem
Terburu-buru bisa membuat manusia lupa. Misal saja kalau pagi hari, bangun telat sedangkan sebentar lagi masuk kantor. Biasanya kita akan resah.Tubruk sana tubruk sini. Ke sana ke mari mencari kunci mobil. Dan tidak ketemu. Kita jengkel, marah, menyalahkan siapa saja yang berada dekat dengan kita. Ternyata kuncinya sedang kita pegang. Kita tidak fokus karena tergesa gesa.
Ramadan mengajarkan kita untuk melambat. Mengurangi kecepatan memikirkan dunia. Keinginan keduniawian ini tak berujung. Tanpa ujung. Semakin dikejar semakin menjauh. Kita sampai kelelahan. Dan terkapar kepanasan. Kulit melepuh dan kehausan tanpa akhir. Dan anehnya tujuan itu belum terkejar. Sedangkan umur sudah tidak lagi muda.
Amalan Ramadan salah satunya memperbanyak waktu untuk iktikaf di masjid. Berdiam diri, merenung untuk sadar, mengingat kebesaran Allah. Mengingat nikmat yang telah diberikan. Dan memunculkan pertanyaan filosofis; untuk apa kita hidup?
Banyak megingat Allah dan memperbanyak ibadah untuk menyeimbangkan kehidupan dunia yang selalu berisik dan tanpa akhir. Itulah obat keresahan manusia. Pada intinya Puasa Ramadan adalah rem untuk menghentikan dan memperlambat pergerakan agar tidak selalu tumbukan dengan persoalan.
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153)
Mari berlomba bertindak kebaikan, karena tidak ada sebuah kemujuran yang paling hakiki selain menjadi manusia sadar akan hakekat dirinya dan Tuhannya. Hidup adalah kebaikan. Anugerah Allah SWT yang harus kita jalani dan syukuri.