Agustina Purwantini
Agustina Purwantini Full Time Blogger

Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Hukum Sedekah dan Sedekah Cahaya yang Kami Butuhkan

27 April 2022   23:35 Diperbarui: 27 April 2022   23:47 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum Sedekah dan Sedekah Cahaya yang Kami Butuhkan
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS


SAYA sempat termenung sesaat ketika mengetahui bahwa tema samber 2022 hari 10 adalah hukum sedekah. Bukan apa-apa, sih. Saya hanya merasa sedang diingatkan, betapa selama ini telah lalai tidak mempelajari hukum sedekah secara lebih mendalam.

Wah! Saya mesti berterima kasih kepada samber thr karena sudah mengingatkan. Alhasil, hari ini wawasan saya terkait hukum sedekah menjadi bertambah.

Semula saya hanya tahu sunnah sebagai hukum sedekah. Dari hasil baca-baca referensi seharian tadi, saya kini menjadi tahu bahwa hukum sedekah pun bisa menjadi makruh, wajib, dan haram.

SUNNAH, WAJIB, MAKRUH, HARAM

Yup! Hukum awal sedekah memang sunnah. Artinya, jika dilakukan berpahala dan jika ditinggalkan tak akan berdosa.

Kemudian ketika kita tahu ada orang yang amat membutuhkan bantuan (sedekah) dan sekiranya kita mampu untuk bersedekah kepadanya, hukum sedekah pun menjadi wajib bagi kita.

Hukum sedekah bisa pula menjadi makruh kalau barang  (sesuatu) yang disedekahkan ternyata tidak layak pakai/konsumsi. Makruh ini berarti lebih baik ditinggalkan. Tidak usah bersedekah kalau memang barang (sesuatu) yang hendak disedekahkan berkualitas buruk. Alasannya, sedekah yang seperti itu justru berpotensi melukai hati si penerima sedekah.

Yang terakhir, sedekah ternyata dapat juga menjadi haram hukumnya. Hal itu terjadi ketika yang disedekahkan merupakan barang (sesuatu) yang haram atau diperoleh dengan cara haram.

Demikian penjelasan ringkas terkait hukum sedekah. Silakan cari referensi lain untuk tahu penjelasan lebih detilnya, ya.

SEDEKAH CAHAYA YANG KAMI BUTUHKAN

Rupanya pembahasan hukum sedekah ini menarik ingatan saya ke masa beberapa tahun silam. Tatkala saya berdomisili di sebuah kampung yang berlokasi di perbatasan antara Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Di kampung itu saya tinggal tak jauh dari sebuah musala. Cuma selisih lima rumah. Kelimanya pun berdempetan. Akan tetapi, saya kerap membatalkan niat untuk salat berjamaah (Magrib, Isya, atau Subuh) di musala, jika di pojokan rumah keempat lampu dipadamkan. Sementara lampu tersebut merupakan satu-satunya penerangan di situ.

Sepenakut itukah saya, sampai-sampai memilih balik kanan karena gelap? Iya, dong. Lagi pula, saya takutnya tak hanya gara-gara dedemit. Masih ada ancaman lain, yaitu anjing dan seorang tetangga yang mengalami gangguan jiwa. 

Sungguh berbahaya kalau tiba-tiba berhadapan dengan keduanya di belokan sempit nan gelap gulita.

Perlu diketahui, jarak lima rumah yang saya maksudkan itu bukan melalui jalan utama kampung (jalan utamanya malah di depan rumah yang saya tinggali). Kalau hendak ke musala, saya melipir ke arah belakang rumah. Melalui jalan tanah selebar satu meteran. 

Di sisi selatannya ada sepetak kebun tak terurus, di sebelah utaranya tembok-tembok rumah yang pintu dan jendelanya tertutup rapat. Yaiyalah tertutup. 'Kan memang sudah malam.

Satu-satunya lampu penerang jalan ada di rumah keempat. Jadi, suasananya memang sedikit horor walaupun bola lampu dinyalakan. Nah! Silakan bayangkan suasananya ketika lampu dipadamkan. Terlebih saat gerimis.

Dahulu saya dan orang-orang yang kerap melewati jalan itu kerap kesal juga dengan kondisi tersebut. Kami sering mempertanyakan, "Cuma menyalakan lampu apa susahnya? Pelit amat jadi orang.  Sedekah lampu 'dikit aja enggak mau." 

Saat itu saya belum paham kalau sedekah bisa pula menjadi wajib hukumnya. Oleh karena itu, saya pun sekadar ngedumel dan berusaha memaklumi pilihan sikap si empunya bola lampu. 

Sementara kalau dipikir-pikir, menerangi jalan = bersedekah cahaya = menyingkirkan gangguan dari jalan. Sesuai dengan hadist berikut ini.

"Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah" (H.R. Bukhari). 

Duh, Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Betapa sedekah itu sesungguhnya mudah dilakukan, sekaligus mudah ditinggalkan. Buktinya sedekah cahaya yang (tatkala itu) sangat kami butuhkan pun serasa bagai obsesi belaka bagi kami. Hehehe ....


Inilah kurang lebih pemahaman dan pengalaman saya terkait hukum sedekah. Semoga berfaedah dunia akhirat bagi kita sekalian.


Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun