Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Guru

Dikelola oleh Akbar Fauzan, S.Pd.I, Guru Milenial Lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta | Mengulik Sisi Lain Dunia Pendidikan Indonesia | Ketua Bank Sampah Sekolah, Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri Diterbitkan Bentang Pustaka

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menolak "Berani Kotor itu Baik" demi Kontinuitas Kesucian Diri di Hari yang Fitrah

23 April 2023   09:01 Diperbarui: 23 April 2023   18:01 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menolak "Berani Kotor itu Baik" demi Kontinuitas Kesucian Diri di Hari yang Fitrah
Ilustrasi suci di hari yang fitrah. (DOK. SHUTTERSTOCK via Kompas.com)

Kesucian dapat diartikan sebagai keadaan yang bebas dari kecacatan atau keburukan. Dalam Islam, "kesucian" berada di level yang lebih tinggi dari "kebersihan".

Sebenarnya tidak ada manusia yang benar-benar suci di dunia ini. Manusia adalah tempatnya salah dan khilaf dengan bergelimang dosa tanpa henti yang tak berkesudahan.

Manusia pada umumnya, termasuk diri saya sendiri memang belum bisa memproklamirkan diri sebagai seseorang yang suci meski sudah berpuasa Ramadhan selama sebulan penuh. 

Akan tetapi, yang bisa kita upayakan adalah proses untuk pembersihan diri. Harapannya, konsistensi dari proses pembersihan itu berbuah kesucian diri dengan penuh hakiki.

Tapi Allah SWT menjadi Tuhan Yang Maha Penyayang kepada kita ummat sebagai manusia yang hina ini. Dengan memberikan kita kesempatan untuk menyucikan diri selama Ramadhan.

Melalui Ramadhan, pada hakikatnya umat Muslim berusaha untuk membersihkan diri dari dosa-dosa dan mencapai kesucian baik dari segi fisik, hati dan pikiran, maupun spiritual.

Ramadhan menjadi proses yang harus dijalani dengan ikhlas dan belajar memaknai arti dari perintah Allah SWT kepada kita semua untuk menjalankan ibadah puasa layaknya umat-umat terdahulu.

Untuk apa kita berpuasa di bulan Ramadhan? Jawaban, untuk menjadi hamba yang bertaqwa.

Orang yang bertaqwa bisa dibilang adalah orang yang sudah mencapai level kesucian. Karena makna dari bertaqwa adalah menjalankan semua perintah Allah SWT, dan meninggalkan semua larangan-Nya.

Jadi, kalau selama Ramadhan kita bisa mengontrol diri sebagaimana yang dimaksud dari makna dari kata taqwa. Tapi di luar Ramadhan atau bahkan sehari setelah lebaran malah kembali melanggar perintah Allah SWT maka kita sudah kembali memberikan noda dan kotoran dalam lembar kesucian diri.

Maka dari itu, kita tidak bisa semerta-merta mengakui diri telah mencapai kesucian dan ketaqwaan hanya karena telah menuntaskan tugas berpuasa secara full di bulan Ramadhan.

Karena jika tidak dibarengi dengan sikap konsistensi menjaga diri dari noda-noda dosa ---meski sekecil apapun itu, bahkan sebesar atom--- maka diri masih kotor belum bisa disebut telah suci di hari nan fitrah.

Ilustrasi memaknai kesucian di hari yang fitrah dengan berani menolak hal yang akan menodai iman dan kesucian diri. (KOMPAS/ZULKARNAINI)
Ilustrasi memaknai kesucian di hari yang fitrah dengan berani menolak hal yang akan menodai iman dan kesucian diri. (KOMPAS/ZULKARNAINI)

Stop "berani kotor itu baik" demi iman dan kesucian diri

Izinkan saya meminjam tagline dari Rinso yang sudah melekat dalam ingatan kita bila mendengarnya. Saya hanya meminjam tagline tersebut sedangkan maknanya akan berbeda bila dikaitkan dengan tema atau topik yang sedang saya bahas.

Oke, baiklah. 

Hari yang fitrah merupakan momen untuk kembali ke jati diri dan memperbaiki diri secara batiniah. 

Hal ini dapat diartikan sebagai proses introspeksi dan refleksi diri untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang dimiliki serta meningkatkan keluhuran hati nurani.

Sejatinya, arti kesucian dan hari yang fitrah dapat menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa berusaha memurnikan hati dan menjaga kebersihan diri baik secara fisik maupun rohani. 

Dengan demikian, dari hasil dan proses kesucian itu kita dapat mencapai kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup ini.

Saya beranggapan bahwa "berani kotor itu baik" tidak sejalan dengan nilai-nilai keislaman dan dapat merusak keluhuran iman dan kesucian diri. 

Dalam ajaran Islam, bersih dan suci baik secara fisik maupun rohani sangat dijunjung tinggi dan dianggap sebagai bagian dari ibadah.

Seseorang yang hendak mencapai kebersihan dan kesucian jasmani dan rohani memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kesehatan, kesejahteraan, serta keadaan jiwa dan mental.

Kita pantas untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan sekitarnya sebagai bagian dari tanggung jawab sosial kita sebagai manusia dan juga sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT Sang Pencipta Yang Maha Kudus karena kita sebagai seorang hamba.

Sebagai manusia, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar, namun hal ini tidak harus dilakukan dengan cara yang berlebihan atau mengganggu keseimbangan hidup kita. 

Kita bisa melakukan langkah-langkah sederhana untuk menjaga kebersihan dan kesucian diri dan sanubari, seperti beribadah secara teratur, menghindari perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, dan memperbaiki diri secara kontinu.

Mengupayakan kesucian diri sebagaimana yang dimaksud dapat membantu kita memperoleh keseimbangan hidup dan kehidupan di dunia ini, hingga akhirat kelak.

Jadilah hamba Allah SWT untuk menjaga kesucian diri seutuhnya. (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA via Kompas.com)
Jadilah hamba Allah SWT untuk menjaga kesucian diri seutuhnya. (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA via Kompas.com)

Jangan jadi hamba Ramadhan, jadilah hamba Allah SWT seutuhnya

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan kesempatan untuk mendekatkan diri dan taqwa kepada Allah SWT yang menghantarkan pada kesucian diri. 

Hal bijak yang lebih penting lagi yakni mengambil pelajaran dan hikmah Ramadhan dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Bila kita ingin menjadi hamba Allah SWT yang seutuhnya, kita harus senantiasa berusaha untuk menjalankan segala perintah-Nya dan menghindari segala larangan-Nya, bukan hanya selama Ramadan saja. 

Kita harus menjalani hidup ini dengan penuh kesadaran akan keberadaan Allah SWT, serta berusaha untuk selalu menghadirkan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita.

Dengan menjadi hamba Allah SWT yang seutuhnya, kita dapat mencapai kesucian dan kedamaian di dunia dan akhirat, serta menjadi teladan terutama bagi diri sendiri dalam menjalankan ajaran Islam dengan benar.

Kita harus menanamkan sebuah mindset dalam diri bahwa yang kita kejar adalah penghambaan kepada Allah SWT, Ramadhan hanya jalan menggapai status hamba yang telah fitrah/suci kembali.  

Tanpa disadari ternyata banyak diantara kita yang terjebak dalam pemikiran bahwa Ramadhan memang bulan suci yang membawa kesucian diri di hari yang fitrah itu.

Akan tetapi, di sebelas bulan pasca Ramadhan maka diri ini malah kembali ingkar kepada janji Allah SWT yang tentunya capaian kesucian diri yang telah diraih di hari yang fitrah menjadi luntur dan semakin pudar.

*****

Kembali kita kepada apa yang telah diterangkan diatas tadi bahwa marilah kita selalu berusaha menolak hal-hal yang hanya akan memberikan diri ini noda dosa yang akan terus menumpuk.

Bila kita tak rajin membersihkan dan menyucikan diri secara lahiriyah dan batiniah maka makna kesucian di hari yang fitrah tidak ada artinya sama sekali.

Hendaknya kesucian diri bukan hanya mampu diraih di hari yang fitrah ini saja, melainkan dalam kehidupan sehari-hari, detik demi detik dalam setiap hembusan nafas yang kita lalui.

                          ^^^
Salam berbagi dan menginspirasi.
          == Akbar Pitopang ==
        [SAMBER 2023 Hari 23]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun